DEMOCRAZY.ID - Pakar hukum tata negara Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera Bivitri Susanti menilai klarifikasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait presiden boleh berkampanye, cukup menyesatkan. Sebab Jokowi hanya menampilkan satu ayat khususnya saat membeberkan Pasal 299 dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. "Itu sebenarnya misleading. Jadi yang di-print oleh Pak Jokowi atau stafnya itu hanya satu ayat dari Pasal 299 UU Pemilu," kata Bivitri dalam acara 'Political Show' CNNIndonesia TV, Senin (29/1) malam. "Jadi kalau kita baca UU itu memang tidak bisa potong 1 ayat. Pasal 299 itu ada 3 ayat dan harus dikaitkan. Kalau dalam ilmu perundangan-undangan ada pengelompokan dan penataan urutan norma," imbuhnya. Bivitri menjelaskan dalam membaca Pasal 299 itu, memang jelas bahwa presiden, wakil presiden, menteri, atau pejabat negara lainnya memiliki hak untuk berkampanye. Namun ada ketentuan lain yang luput dijelaskan Presiden. Yakni, presiden dan
DEMOCRAZY.ID - Pakar hukum tata negara Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera Bivitri Susanti menilai klarifikasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait presiden boleh berkampanye, cukup menyesatkan. Sebab Jokowi hanya menampilkan satu ayat khususnya saat membeberkan Pasal 299 dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. "Itu sebenarnya misleading. Jadi yang di-print oleh Pak Jokowi atau stafnya itu hanya satu ayat dari Pasal 299 UU Pemilu," kata Bivitri dalam acara 'Political Show' CNNIndonesia TV, Senin (29/1) malam. "Jadi kalau kita baca UU itu memang tidak bisa potong 1 ayat. Pasal 299 itu ada 3 ayat dan harus dikaitkan. Kalau dalam ilmu perundangan-undangan ada pengelompokan dan penataan urutan norma," imbuhnya. Bivitri menjelaskan dalam membaca Pasal 299 itu, memang jelas bahwa presiden, wakil presiden, menteri, atau pejabat negara lainnya memiliki hak untuk berkampanye. Namun ada ketentuan lain yang luput dijelaskan Presiden. Yakni, presiden dan