HUKUM POLITIK

Pakar Hukum Tata Negara: Banyak Bukti Jokowi 'Menyelewengkan' Kekuasaannya Demi Kepentingan Gibran

DEMOCRAZY.ID
Januari 17, 2024
0 Komentar
Beranda
HUKUM
POLITIK
Pakar Hukum Tata Negara: Banyak Bukti Jokowi 'Menyelewengkan' Kekuasaannya Demi Kepentingan Gibran

Pakar Hukum Tata Negara: Banyak Bukti Jokowi 'Menyelewengkan' Kekuasaannya Demi Kepentingan Gibran


DEMOCRAZY.ID - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan pemakzulan Presiden RI Joko Widodo layak dilakukan dan konsisten dan sesuai konstitusi. Hal ini disampaikan Feri menanggapi pidato pemakzulan presiden yang diawali petisi 100.


Menurut Feri, presiden bisa dimakzulkan jika memenuhi kriteria melanggar hukum seperti korupsi dan pengkhianatan terhadap pemerintah negara, kejahatan berat dan melakukan perbuatan tercela (misdemeanor). Dia mengatakan, tata cara dan syarat pemakzulan sudah tertulis dalam  UUD 1945.


“Nah, apakah tindakan-tindakan presiden bisa dianggap sebagai perbuatan tercela? Tentu harus melalui proses. Dan proses itu tidak dilarang dalam konstitusi,” kata Feri dalam program “Kompas Petang” Kompas TV, Selasa (16/1/2024).


Dosen di Universitas Andalas itu menyampaikan, jika dilakukan, proses pemakzulan akan melibatkan DPR, Mahkamah Konstitusi, dan MPR. Ia pun menyebut cepat/lambatnya proses tergantung dengan kemauan politik yang ada.


“Sepanjang Presiden oleh masyarakat melalui DPR dianggap melakukan pelanggaran hukum dan tidak memenuhi syarat dia dapat diajukan pemberhentian di tengah jalan,” katanya.


Feri menambahkan, sudah ada banyak bukti untuk memproses pemakzulan Jokowi. Menurutnya, titik masuk gugatan bisa dari pernyataan terbuka Jokowi bahwa ia akan “cawe-cawe” dalam proses transisi kepemimpinan di Indonesia.


Feri mencontohkan pemakzulan Presiden AS Richard Nixon pada 1970-an karena “cawe-cawe” presiden yang diketahui usai terungkapnya skandal Watergate.


Selain itu, Feri Amsari menunjuk peristiwa pemanggilan ratusan kepala daerah dan pengurus-pengurus desa ke Istana pada Oktober 2023 lalu pada Desember 2023 sebagai bukti dugaan penyalahgunaan wewenang Jokowi sebagai presiden.


“Apa saja cawe-cawenya bisa kita urai. Faktanya Presiden menunjuk 278 kepala daerah, yang kemudian akan mengoordinasikan kepentingan politik anaknya (Gibran). Presiden bahkan mengundang kepala desa untuk kemudian menunjukkan sikap keberpihakannya, anaknya bertemu kepala-kepala desa itu untuk mendukungnya,” kata Feri.


“Jadi, Presiden sebenarnya kalau mau dilihat menyalahgunakan wewenang untuk memenangkan kandidat tertentu, sudah banyak buktinya, tinggal keberanian partai politk yang nanggung dalam berbagai hal. Dia tahu Presiden punya masalah, tapi dia hendak berdiri di banyak kaki, ini partai politik kita,” lanjutnya.


Sementara itu, inisiator Petisi 100, Faizal Assegaf menyebut gerakan yang berupaya memakzulkan Jokowi bukanlah gerakan baru. Ia menyebut gerakan ini telah dimulai sejak Juni 2023.


Faizal menyampaikan terdapat berbagai alasan untuk mengupayakan pemakzulan Jokowi, di antaranya adalah dugaan intervensi KPK, masalah-masalah “perampokan” sumber daya alam, kekacauan hukum, dan puncaknya adalah tindakan “cawe-cawe” politik Jokowi.


Faizal menambahkan, pihaknya sudah bertemu dengan Menko Polhukam Mahfud MD pada 9 Januari lalu yang mempersilakan gerakan untuk memakzulkan Jokowi. Pihaknya pun telah bersurat ke DPR RI.


Menurut Faizal, gerakan masyarakat sipil yang hendak memakzulkan Jokowi pun bisa memanfaatkan Satgas Pemilu bentukan Kemenko Polhukam untuk konsolidasi.


“Karena semua lembaga negara pengawasan, partai politik, khsusnya di lingkaran kekuasaan ini sudah ambruk moralnya. Maka yang tersisa instrumen di Kemenko Polhukam ini digunakan oleh rakyat untuk mengonsolidasikan hak-hak mereka dalam bernegara,” kata Faizal.


Sumber: Kompas

Penulis blog