DEMOCRAZY.ID - Peneliti Indonesia Center for Environmental Law (ICEL) Syaharani menyebut calon wakil presiden nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka adalah yang paling buruk dalam debat kedua cawapres yang berlangsung di Jakarta Convention Center, Minggu (21/1). Ia menilai, skor Gibran dalam debat adalah 11 dari 100.
“Yang jelas, cawapres nomor 2 nilainya 11 dari 100 sih iya. Dua yang lain so so,” ujar Syaharani.
Nilai yang sangat rendah itu ia sematkan setelah mendengar penjelasan Gibran soal transisi energi.
Syaharani sangat menyayangkan pemahaman putra sulung Presiden Joko Widodo yang menganggap transisi energi adalah hal yang berbahaya atau bisa menimbulkan kerugian.
“Gibran tadi bicara bahwa transisi energi harus berhati-hati. Kesannya transisi energi membawa perubahan buruk. Padahal tidak demikian. Ekses dari transisi energi muncul justru karena perencanaan yang tidak baik,” jelasnya.
Di luar itu, ia menganggap semua cawapres tidak bisa memberikan komitmen yang kuat dalam melakukan transisi energi yang berkeadilan bagi masyarkat.
“Dengan jargon konseptual prinsip yang dipegang tiap-tiap calon, seperti paslon nomor urut 1 keadilan ekologis, nomor urut 2 hilirisasi dan nomor urut 3 hukum, tapi solusi konkret tidak pernah muncul,” tutur Syaharani.
Semua kontestan, sambung dia, tidak memiliki solusi mengenai percepatan energi baru terbarukan.
Pasalnya, ketiganya hanya berbicara di seputaran perluasan aset energi, ketahanan energi lewat pengelolaan lokal hinga sentralisasi energi terbarukan berbasis komunitas.
Namun, ketiganya belum menyentuh substansi masalah, di mana seharusnya tercipta regulasi bagi masyarakat untuk bisa mengakses energi tersebut.
“Lalu bagaimana caranya regulasi kita lebih memungkinkan untuk pemda dan masyarkat bisa meutilisasi sumber-sumber energi lokal? Itu tidak terjawab. Semua paslon pun tidak ada yang berani menyentuh PLN atau membicarakan pemda,” tandasnya.
Mahfud Tuding Pertanyaan Gibran Receh dan Bagian dari Gimik
CALON wakil presiden (cawapres) nomor urut 3 Mahfud MD menilai pertanyaan cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka tentang inflasi hijau atau greenflation merupakan hal receh atau tidak berkualitas dan bagian dari gimik.
"Soal pertanyaan receh itu, bagian dari gimik saja," ujar Mahfud kepada awak media usai debat Pilpres 2024 di Balai Sidang Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Minggu (21/1) malam.
Ia menilai Gibran melontarkan pertanyaan gimik yang kemudian dianggap bukan itu pertanyaannya.
Padahal, menurut Mahfud, dirinya sudah mengemukakan bahwa jawabannya sangat receh.
"Saya bilang, saya kembali kan, sudah waktu serahkan ke moderator. Tidak ada gunanya, debat kayak begini. Itu bagian gimik saja dari debat," jelasnya.
Kemudian, saat ditanya awak media mengenai komitmen Mahfud terkait greenflation.
Dia mengaku bahwa dirinya bukan tidak mau menjawab pertanyaan itu dengan benar.
Mahfud beranggapan Gibran tidak mengerti konsep greenflation. Sebab, Wali Kota Surakarta itu mempertanyakan jawaban Mahfud yang tidak sesuai ekspektasinya.
Oleh karena itu, dia mengembalikan sesi tersebut kepada moderator agar tidak dilanjutkan.
"Karena masalahnya sudah dijawab, lalu dibilang belum dijawab kan itu hanya gimik saja," kata Mahfud.
Sebelumnya, Mahfud mengungkapkan greenflation memiliki arti ekonomi hijau dan alurnya.
"Untuk mengatasi inflasi hijau, apa sih inflasi hijau? Kan ekonomi hijau, Ekonomi hijau itu adalah ekonomi sirkuler. Di mana sebuah proses pemanfaatan produk ekonomi, pangan misalnya, atau apa, produksi apapun diproduksi, kemudian dimanfaatkan, di-recycle, bukan dibuat," kata Mahfud dalam debat keempat Pilpres 2024 di Balai Sidang Jakarta, Minggu (21/1).
Meski demikian Gibran menyebut jawaban Mahfud tidak menjawab soal inflasi hijau.
"Saya lagi nyari jawabannya Prof Mahfud. Saya nyari di mana ini jawabannya? Kok gak ketemu jawabannya. Saya tanya masalah inflasi hijau, kok malah menjelaskan ekonomi hijau, Prof Mahfud yang namanya greenflation itu, inflasi hijau itu," kata Gibran.
Ia kemudian mencontohkan soal demo rompi kuning di Prancis yang sudah memakan korban dan mengatakan kejadian yang sama tidak boleh terjadi di Indonesia.
"Intinya, transisi menuju energi hijau itu musti super hati-hati. Jangan sampai membebankan RnD (penelitian dan pengembangan) yang mahal, proses transisi yang mahal ini kepada masyarakat, pada rakyat kecil, itu maksud saya inflasi hijau," ujar dia.
Penyataan itu kemudian ditanggapi Mahfud dengan mengatakan pernyataan Gibran juga tidak menjelaskan soal inflasi hijau.
Untuk diketahui, greenflation atau inflasi hijau merupakan singkatan dari dua kata yakni green (hijau) dan inflation (inflasi) yang artinya kenaikan harga bahan baku dan energi sebagai bagian dari transisi menuju penggunaan energi ramah lingkungan.
Sumber: MediaIndonesia