DEMOCRAZY.ID - Politikus PDIP Aria Bima mengaku pihaknya menjalin komunikasi dengan kubu paslon 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar terkait Pilpres 2024.
Dia membenarkan salah satu yang dibahas adalah mengenai putaran kedua Pilpres 2024. Sebab, pihaknya dan kubu Anies sama-sama yakin akan ada putaran kedua.
“Putaran kedua saling dinamis, masih sangat dinamis. Saya kira untuk melihat putaran kedua, itu yang kami yakini dengan 1. Karena 2 terlalu yakin satu putaran. Kami dengan 1 tidak yakin satu putaran, pasti dua putaran,” jelas Aria di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Jakarta Pusat, Senin (1/1/2024).
“Kami tanya, lu percaya satu putaran? Enggak. Nah lu enggak, gue enggak. Gitu aja,” tambah dia.
Menurut dia, ada pihak yang sedang membangun opini melalui lembaga survei bahwa Pilpres 2024 berlangsung satu putaran.
“Jadi ada desain lembaga survei seolah-olah jadi satu putaran. Jangan sampai kami dengan 01 menjadi panik,” ungkapnya.
Aria menjelaskan pengambilan sample survei itu harus menggunakan izin Kapolsek ke Bhabinkamtibmas untuk menyebarkan kuesioner. Butuh waktu sekitar 10 hari untuk mendapatkan izin menyebarkan kuesioner.
“Ini yang kami bukan tidak percaya metodologinya. Bukan tidak percaya proses untuk menentukan samplenya, tapi pra-kondisi menurunkan kuesioner di tempat pengambilan sample. Ini memerlukan izin waktu 10 hari, ini selesai hasilnya mau berapapun bisa dipersiapkan,” jelas dia.
Untuk itu, Aria menegaskan kubu 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD dan kubu Anies percaya Pilpres 2024 berlangsung dua putaran.
Di sisi lain, dia membantah pihaknya dan kubu Anies membuat kesepakatan khusus di luar pembahasan.
“Enggak ada. Kita masih jalan. Deal gimana? Lha, kalau dia yang menang gimana? Kalau [kubu] saya yang menang gimana? Enggak ada. Kita ingin dua putaran,” tegas anggota DPR RI itu.
Kata Aria, pihaknya hanya bersepakat bahwa jangan sampai ada upaya penggiringan opini lagi melalui lembaga survei dengan memanfaatkan aparat negara bahwa Pilpres 2024 berjalan satu putaran.
“Seolah-olah itu demokratis. Sementara aspek di dalam implementasi satu putaran itu adalah kerja aparat. Ini yang bahaya. Kami sepakat jangan sampai oknum aparat dipakai untuk memobilisasi dukungan dengan pembenaran pra-kondisinya adalah lembaga survei,” tandas Aria. [Democrazy/TvOne]