HUKUM POLITIK

Mantan Narapidana Koruptor Berlaga di Pemilu 2024: 'Kontroversi di Balik Panggung Demokrasi'

DEMOCRAZY.ID
Januari 16, 2024
0 Komentar
Beranda
HUKUM
POLITIK
Mantan Narapidana Koruptor Berlaga di Pemilu 2024: 'Kontroversi di Balik Panggung Demokrasi'

Mantan Narapidana Koruptor Berlaga di Pemilu 2024: 'Kontroversi di Balik Panggung Demokrasi'


DEMOCRAZY.ID - Dalam menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, wacana seputar partisipasi mantan koruptor sebagai calon legislatif (Caleg) memunculkan gelombang kontroversi yang mengguncang masyarakat.


Pertanyaan mendasar pun muncul, yakni sejauh mana keterlibatan mereka yang pernah terlibat dalam tindak korupsi diizinkan untuk berperan dalam panggung demokrasi.


Kontroversi ini telah menjadi perbincangan utama, memicu debat sengit seputar etika politik dan integritas pemerintahan.


Dilansir pada postingan Instagram @bigalphaid pada Selasa, 16 Januari 2024, saat menuju Pemilu pada 14 Februari 2024, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat lebih dari 10 ribu Daftar Calon Tetap (DCT) untuk pemilu kali ini.


Namun, ironisnya, terdapat 56 mantan terpidana korupsi yang turut mencalonkan diri di berbagai tingkat pencalonan.


Dari jumlah tersebut, 49 mengincar posisi sebagai anggota DPRD dan DPR RI. Bahkan, sebanyak 27 di antaranya memperoleh nomor urut 1 dan 2, dianggap sebagai calon prioritas.


Meskipun Undang-Undang No.7/2017 tentang Pemilihan Umum tidak secara khusus melarang mantan terpidana korupsi dalam persyaratan caleg, terdapat ketentuan “Syarat bakal calon anggota DPR, DPD, dan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota adalah nggak pernah dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dengan ancamaan pidana 5 tahun atau lebih," dikutip dari @bigalphaid.


Situasi semakin rumit karena KPU tidak merilis informasi terkait caleg yang pernah terlibat dalam kasus korupsi.


Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan, “KPU periode saat ini terkesan ingin melindungi para calon anggota legislatif yang memiliki rekam jejak sebagai mantan terpidana korupsi.”


Ini berbeda dari pemilu 2019, di mana KPU pada waktu itu mengungkapkan nama-nama mantan terpidana korupsi, memberikan pemilih akses informasi yang lebih transparan.


Hasyim Asy'ari menegaskan bahwa mantan narapidana tidak bisa secara mendadak menjadi bakal caleg.


“Mantan narapidana nggak bisa "ujug-ujug" menjadi bakal caleg. Sebab, mereka harus menunggu atau melewati jeda waktu 5 tahun setelah melewati masa hukum penjara.”


Selain itu, keterbukaan dan kejujuran juga menjadi kunci, di mana mereka diharapkan secara terang-terangan mengakui status mereka sebagai mantan terpidana.


ICW turut berperan dalam memberikan informasi terkait daftar mantan narapidana korupsi dalam DCT pemilu 2024.


Untuk mengetahui siapa saja caleg mantan narapidana korupsi, informasi dapat diakses melalui platform yang disediakan oleh ICW, yaitu rekamjejak.net.


Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011-2015, Abraham Samad, pernah menyoroti bahwa korupsi memiliki kecenderungan pola yang berulang dan bahkan bermetamorfosis.


Oleh karena itu, tuntutan terhadap KPU semakin meningkat untuk merumuskan kembali aturan baru yang lebih tegas terkait larangan mantan koruptor menjadi caleg, menciptakan landasan yang lebih kuat untuk menjaga integritas dan kepercayaan dalam proses demokrasi.



Sumber: Hops

Penulis blog