DEMOCRAZY.ID - Calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan dan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo dinilai terlalu sering menyerang Prabowo Subianto selama debat ketiga Pilpres 2024 yang digelar pada Ahad malam, 7 Januari 2024.
"Debat ketiga ini semakin mempertegas pola relasi antarcapres. Prabowo yang telah memiliki elektabilitas yang relatif lebih terkonsolidasi, tampil bertahan Sedangkan Anies dan Ganjar terlihat kompak bersama-sama menyerang Prabowo untuk mengejar ketertinggalan basis dukungan elektabilitas mereka," kata Direktur Eksekutif Institute for Democray and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Choirul Umam seperti dikutip Antara di Jakarta pada Senin, 8 Januari 2024.
Ahmad menilai selama debat Anies langsung menyerang lebih awal atau preemptive attack, terutama pada pribadi Prabowo selaku menteri pertahanan.
Ia menilai Anies seolah menjalankan strategi Tsun Tzu yang menekankan bila pertahanan terbaik adalah menyerang.
Ahmad mengatakan mantan Gubernur DKI Jakarta itu masih terbawa suasana debat pertama capres, di mana saat itu serangan Anies mendapat poin politik lebih tinggi.
Anies, kata Ahmad, juga menyinggung soal orang dalam yang membuka peluang adanya praktik korupsi dalam pengadaan alat utama sistem persenjataan atau alutsista di Indonesia.
Namun, Ahmad menilai hantaman-hantaman, seperti penilaian Anies atas ketidakberhasilan lumbung pangan atau food estate yang dianggap dapat menciptakan poin politik, justru dinilainya malah terlalu berlebihan.
"Dalam debat, serangan kepada lawan tentu sangat penting untuk menciptakan poin politik guna mendelegitimasi kredibilitas lawan. Namun, di saat yang sama, jika serangan itu disampaikan berlebihan, hal itu bisa berpeluang memunculkan rasa simpati publik terhadap pihak yang mendapatkan hantaman bertubi-tubi," kata Ahmad.
Adapun untuk Ganjar Pranowo, Ahmad meilai mantan Gubernur Jawa Tengah itu tampail lebih tertib, dengan pola konfrontasi terukur dan diperkuat dengan substansi cukup impresif.
Dia menganggap Ganjar bisa mengelaborasi argumen tentang visi pertahanan, keamanan, dan diplomasi ekonomi dengan cukup impresif.
Menurut Ahmad, Ganjar pun mampu mengelaborasi basis argumen secara jelas kepada lawan-lawannya ketika tampil menjelaskan tentang kematangan perencanaan dan komitmen anti-korupsi dalam eksekusi kebijakan pertahanan, penguatan infrastruktur siber nasional, dan komitmennya pada upaya revitalisasi kinerja ASEAN yang cenderung prosedural.
"Karena itu, kuncinya terletak pada proporsionalitas serangan pada momentum serangan yang tepat," ucap dosen Ilmu Politik dan Internasional Universitas Paramadina itu.
Mengenai Prabowo, Ahmad menilai capres nomor urut 2 itu sempat terpancing emosinya oleh Anies. Salah satunya saat menyampaikan ketidakpantasan Anies berbicara soal etika kepemimpinan dan sejumlah kritik pertahanan.
Meski demikian, Prabowo, terlihat masih mampu mengendalikan emosinya. Hanya saja, Prabowo akhirnya kurang mengelaborasi substansi dan filosofi kebijakan pertahanan-keamanan dan strategi hubungan internasional secara memadai, karena harus menahan emosi dan serangan-serangan yang tajam.
"Namun Prabowo kembali mammpu menambilkan strategi bertahannya secara impresif saat dirinya menjelaskan tentang alasan turunnya indeks kinerja militer dan pertahanan serta kebijakan pertahanan sebagai produk legislasi atas persetujuan partai-partai pendukung rival-rival politiknya," kata Ahmad.
Secara keseluruhan Ahmad Choirul Umam menilai Ganjar cenderung tampil secara cerdas, Anies bersikap ofensif dan bernas, sementara Prabowo lebih defensif dan kurang elaboratif.
Dalam debat yang digelar KPU di Istora Senayan, tema yang dibahas adalah soal pertahanan, keamanan, politik luar negeri, geopolitik dan geospasial.
Anies sejak awal tampil menyerang Prabowo dengan menyebut perbandingan antara kesejahteraan prajurit dengan kepemilikan lahan Ketua Umum Partai Gerindra itu. Data itu yang diucapkan Anies pun dibantah Prabowo.
Adapun Ganjar menyerang di saat-saat akhir saat bertanya soal indeks kinerja militer yang turun.
Ia bahkan menantang tim Prabowo untuk maju ke podium untuk memberikan bantahan jika data yang diungkapkannya itu salah.
Sumber: Tempo