DEMOCRAZY.ID - Direktur Eksekutif Voxpol Center Research & Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai Gibran Rakabuming dinilai adalah contoh bahwa kematangan itu sangat penting dibutuhkan oleh calon pemimpin, utamanya untuk level nasional.
“Inilah sebabnya mengapa founding father republik merancang bahwa calon presiden dan wakil presiden harus memiliki usia minimal 40 tahun.
Saya yakin bahwa keputusan tersebut bukanlah sesuatu yang spontan dan tidak punya alasan yang kuat, melainkan hasil dari refleksi yang panjang dan matang,” kata Pangi.
Itu dikatakan Pangi, menanggapi debat cawapres kemarin yang memperlihatkan tingkah Gibran yang dinilai tidak punya etika dan bersikap pongah.
Pangi menilai debat cawapres menguatkan argumentasi bahwa kematangan dan kedewasaan itu penting.
“Sikap kekanak-kanakan, tidak bijaksana, suka merendahkan dan mempermalukan orang lain, bicara di luar konteks dan cenderung tidak nyambung serta penampilan penuh gimmick dan gestur yang cenderung mengejek menjadi tontonan paling memalukan sepanjang sejarah debat capres-cawapres di negeri ini,” sindirnya.
Pada debat terakhir wakil presiden dengan tema “Pembangunan Berkelanjutan, Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, Energi, Pangan, Agraria, Masyarakat Adat, dan Desa” kemarin.
Cawapres nomor 2 itu tampil agresif dengan menyerang dan disebut telah merendahkan karakter pribadi calon wakil presiden lainnya, bahkan cenderung mengabaikan substansi dari tema yang diperdebatkan.
“Presiden Jokowi pernah menyoroti kurangnya substansi dan visi dalam debat pemilihan presiden 2024 serta mencela adanya serangan personal.
Beliau menyatakan bahwa debat perlu diatur dengan lebih baik agar memberikan pendidikan dan edukasi kepada masyarakat. Namun kritikan tajam presiden ini justru dikangkangi oleh anaknya sendiri, ini adalah paradox yang sangat ironis,” pungkasnya.
“Sepanjang debat Gibran secara membabi buta menyerang, merendahkan dan mengolok-olok karakter personal kandidat lainnya, bahkan berkali-kali meremehkan KPU sebagai penyelenggara debat dengan tidak mematuhi aturan dan tata tertib debat yang berkali-kali diulang oleh moderator,” jelasnya.
Ia menyebut contohnya seperti enggunaan istilah ‘Greenflation’ yang dipertanyakan Gibran bukan bermaksud untuk mendapatkan jawaban melainkan hanya ingin mengolok-olok Mahfud MD sebagai seorang profesor.
“Debat seharusnya fokus pada isi dan substansi daripada sekedar tebakan istilah atau singkatan asing yang cenderung merendahkan marwah debat capres-cawapres itu sendiri,” kritiknya.
Pangi menyebut banyaknya aturan yang dilanggar seperti meninggalkan podium dan penggunaan istilah asing tanpa penjelasan, mengabaikan instruksi dan arahan arahan moderator menimbulkan pertanyaan apakah ada perlakuan khusus terhadap anak seorang presiden.
“Presiden Jokowi menegaskan bahwa serangan personal tidak boleh terjadi, namun hal ini justru dilakukan oleh anaknya sendiri yang menggunakan kata-kata merendahkan.
Kita harus mengembalikan kembali etika yang hilang dalam forum debat yang semestinya lebih bermartabat,” tutupnya.
Sumber: WartaEkonomi