DEMOCRAZY.ID - Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko mengatakan pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengenai presiden boleh memihak dan kampanye sesuai dengan Undang-undang Pemilu.
Moeldoko mengklaim Jokowi tidak serta merta menyiapkan diri untuk berkampanye.
“Kita lihat konteks presiden kemarin menyampaikan adalah pembelajaran dalam demokrasi,” kata Moeldoko di Malang, Jawa Timur, pada Jumat, 26 Januari 2024, dikutip dari keterangan video KSP.
Jokowi mengatakan presiden boleh memihak dan berkampanye saat memberi keterangan pers usai menyerahkan secara simbolis pesawat C-130 J-30 Super Hercules ke TNI di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur pada Rabu, 24 Januari 2024.
“Presiden itu boleh loh memihak. Boleh, tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara,” kata Jokowi, yang ditemani Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Dalam pilpres, Prabowo berpasangan dengan putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka.
Presiden Jokowi mengatakan selain pejabat publik, dia pejabat politik. Mengenai konflik kepentingan, dia menyebut yang paling penting adalah tidak boleh menggunakan fasilitas negara.
Istana sebelumnya mengatakan Jokowi merujuk aturan pasal 281, UU no. 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Koordinator Staf Presiden Ari Dwipayana dalam pesan tertulis kepada Tempo pada Kamis, 25 Januari 2024, menyebut apa yang disampaikan Jokowi bukan hal baru.
Pernyataan Jokowi itu memicu reaksi kritis dari publik. Calon presiden dari Koalisi Perubahan, Anies Baswedan, menyoroti inkonsistensi sikap Jokowi soal netralitas.
Ia menyerahkan kepada pakar sekaligus publik langsung soal pandangan presiden.
"Karena sebelumnya yang kami dengar adalah netral, mengayomi semua, memfasilitasi semua," kata Anies saat ditemui di Kepatihan Yogyakarta pada Rabu, 24 Januari 2024.
Pakar Hukum Bivitri Susanti mengatakan Jokowi memang bisa mengacu pada ke Pasal 282 UU Pemilu, tapi sebenarnya ada Pasal 280, Pasal 304, sampai 307.
Pasal-pasal itu membatasi dukungan dari seorang presiden dan pejabat-pejabat negara lainnya untuk mendukung atau membuat kebijakan-kebijakan yang menguntungkan salah satu pasangan calon.
"Jelas pernyataan ini melanggar hukum dan melanggar etik," kata Bivitri saat dihubungi melalui pesan WhatsApp, Rabu, 24 Januari 2024.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih juga demikian, mengecam keras pernyataan Jokowi soal presiden boleh berpihak dan kampanye.
"Pernyataan yang disampaikan itu muncul di tengah sorotan soal netralitas kabinet saat ini serta tudingan pemanfaatan fasilitas negara untuk berkampanye," kata Dimas Bagus Arya, perwakilan Koalisi dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), dalam keterangan tertulis, Rabu, 24 Januari 2024.
Sumber: Tempo