POLITIK

Duh! ICW Nilai Dinasti Politik Makin Masif Pada 2024: Jokowi Sang Presiden Jadi Perintis

DEMOCRAZY.ID
Januari 30, 2024
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Duh! ICW Nilai Dinasti Politik Makin Masif Pada 2024: Jokowi Sang Presiden Jadi Perintis

Duh! ICW Nilai Dinasti Politik Makin Masif Pada 2024: Jokowi Sang Presiden Jadi Perintis


DEMOCRAZY.ID - Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis laporan Outlook Pemberantasan Korupsi Tahun 2024.


Dalam laporan itu, ICW menyoroti persoalan dinasti politik yang terus berkembang dan telah gagal dalam mewujudkan reformasi birokrasi politik.


"Upaya reformasi birokrasi politik, hukum, dan birokrasi untuk mencegah nepotisme ternyata gagal membendung dinasti politik. Bahkan, Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga marwah konstitusi justru direkayasa untuk melegalisasi kepentingan kekuasaan dinasti," tulis ICW dalam laporannya, yang dikutip Selasa (30/1).


ICW juga menyinggung Jokowi sebagai perintis dinasti politik lewat putusan MK 90/PUU-XXI/2023 soal batas usia calon presiden dan calon wakil presiden.


Putusan tersebut akhirnya membawa putranya, Gibran Rakabuming Raka, dengan mulus melenggang dalam Pilpres 2024.


"Ironisnya, dinasti politik justru dirintis oleh Presiden Jokowi melalui putusan MK 90/PUU-XXI/2023 soal batas usia calon presiden dan calon wakil presiden," sebut ICW.


"Dengan dikabulkannya sebagian dari pemohon mengenai pengujian Pasal 169 huruf q UU No. 7 Tahun 2017, membuat Gibran melenggang dengan mudah ke bursa capres 2024," lanjutnya.


Berkaca pada kejadian itu, lanjut ICW, nepotisme dan dinasti politik pada 2024 dinilai akan berkembang makin masif.


"Jika berkaca pada fenomena yang terjadi di tahun 2023, nepotisme dan dinasti politik pada tahun 2024 tampaknya akan terus berkembang makin masif karena seolah menjadi justifikasi bagi elite politik untuk mempertahankan kekuasaannya dengan membangun dinasti politik," pungkasnya.


Jokowi Digugat ke PTUN soal Dinasti Politik dan Nepotisme


Presiden Jokowi digugat ke PTUN Jakarta oleh Advokat-Advokat TPDI & Perekat Nusantara. Jokowi digugat atas perbuatan melawan hukum oleh penyelenggara negara dan pihak terkait. 


Para advokat yang menggugat tersebut yakni Petrus Selestinus, Carrel Ticualu, Erick S. Paat, Robert B. Keytimu, Jemmy S. Mokolensang, Paskalis A. Dachunha, Pitri Indriningtyas, Roslina Simangunsong, Pieter Paskalis dkk.


"Alasan Gugatan TPDI dan Perekat Nusantara adalah, karena Dinasti Politik dan Nepotisme yang dibangun oleh Presiden Jokowi saat ini telah menjadi ancaman serius terhadap pertumbuhan Demokrasi dan secara absolut akan menggeser posisi Kedaulatan Rakyat menjadi kedaulatan Dinasti Jokowi yang berpuncak di Mahkamah Konstitusi," kata Petrus Selestinus dalam keterangannya dikutip Selasa (16/1). 


Petrus mengatakan, dinasti politik Presiden Jokowi saat ini tidak hanya menguasai supra struktur politik di eksekutif dan legislatif, akan tetapi juga menguasai, bahkan menyandera lembaga Yudikatif seperti Mahkamah Konstitusi (MK).


MK, disebut oleh Petrus, selaku pelaksana Kekuasaan Kehakiman telah kehilangan kemerdekaan dan kemandiriannya, karena jaminan UUD 1945 telah digusur oleh kekuatan Dinasti Politik.


"Kedaulatan rakyat akan menjadi korban pertama manakala Dinasti Politik Jokowi dibiarkan berkembang dan beranak pinak ke seluruh sentra kekuasaan, sehingga jika supra struktur politik di pucuk pimpinan Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif berada di bawah kendali Presiden Jokowi, maka kedaulatan rakyat secara absolut akan bergeser menjadi kedaulatan Dinasti Politik Jokowi," ucapnya. 


Dalam gugatannya, TPDI dan Perekat Nusantara, menggugat Jokowi, Hakim MK Anwar Usman (adik ipar Jokowi), Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka (anak Jokowi), Wali Kota Medan Mohammad Bobby Afif Nasution (menantu Jokowi), Ketum Gerindra Prabowo Subianto, dan KPU RI. 


Adapun sebagai pihak turut tergugat, yakni Mahkamah Konstitusi, Hakim MK Saldi Isra dan Arief Hidayat. Kemudian ada Iriana Jokowi, Kaesang Pangarep, dan media massa Tempo.


"Adapun tuntutannya adalah meminta agar PTUN Jakarta menyatakan Dinasti Politik dan Nepotisme sebagai Perbuatan Melawan Hukum atau sebagai suatu perbuatan yang dilarang, sehingga harus dihentikan," kata Petrus.


"Juga Keputusan KPU yang menetapkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden sepanjang atas nama Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka harus dinyatakan cacat hukum, tidak sah dan dibatalkan," sambungnya. 


Sumber: Kumparan

Penulis blog