DEMOCRAZY.ID - Tujuh orang relawan Ganjar-Mahfud mengalami luka-luka setelah dianiaya oleh oknum TNI.
Hingga kini, dua diantaranya masih menjalani perawatan di RSUD Pandan Arang Boyolali, Jawa Tengah.
Calon Presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo membesuk korban pada Minggu (31/12/2023) malam.
Dia mendengar cerita dari salah satu orang korban. Menurut keteranganya, saat itu korban sedang berhenti di traffic light.
"Tiba-tiba dipukul. Jadi tidak ada cerita. Jadi kalau ada penjelasan lainnya," ujar dia.
Ganjar menyampaikan hal itu sekaligus untuk meluruskan berita yang telah beredar. Karena informasi yang didengar ada komunikasi dahulu. Nyatanya tak demikian.
"Enggak ada kalau itu. Jadi itu cerita lewat aja. Dia berhenti dipukul. Gitu aja. Tanpa peringatan. Jadi tidak ada komunikasi sebelumnya. Karena saya ikuti ceritanya, katanya diperingatkan, enggak ada itu. Kalau dari korban enggak ada. Jadi saya ingin luruskan biar enggak ada bengkok-bengkok," ujar dia.
Ganjar melanjutkan, penganiayaan yang diterima korban tak hanya terjadi diluar. Tapi juga pada saat ditarik ke dalam Markas Kompi B Yonif Raider 408/Sbh.
Bahkan, dari pengakuan korban, ada pula okum anggota TNI yang mengenakan seragam turut menganiaya korban.
"Dipukuli mereka yang berseragam. Saya tanya 'dipukuli pakai apa'. 'Tangan pak'. 'Ada kakinya nggak'. Ada. Itu aja. Dia tidak menyebut yang lain," ujar dia.
Terkait kejadian ini, Ganjar mengingatkan kepada semua pihak untuk tidak berperilaku semena-mena. Dia juga meminta relawannya untuk menahan diri dan menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada pihak berwajib.
"Siapa pun tidak boleh mengatasnamakan apapun dengan semena-mena. Kami akan urus itu," ujar dia.
"Kami juga akan mengingatkan pendukung kami agar mereka juga tertib untuk tidak memancing kemarahan. Karena sebelumnya juga terjadi di Yogja, ada yang meninggal. Jadi, cerita-cerita ini harus dijadikan contoh untuk tidak boleh terulang lagi," dia menandaskan.
Jaga Netralitas
PDI Perjuangan (PDIP) sangat menyesalkan atas terjadinya tindak kekerasan dan penyiksaan yang dilakukan oleh oknum TNI terhadap relawan Ganjar-Mahfud di Boyolali, Jawa Tengah.
“Kami protes keras atas tindakan oknum TNI tersebut. Para oknum TNI tersebut bertindak seperti itu diduga karena ada elemen-elemen di dalam TNI yang jadi simpatisan Pak Prabowo karena sama-sama berlatar belakang militer. Padahal Prabowo sudah diberhentikan dari TNI," kata Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto, dalam keterangan resmi Minggu (31/12/2023).
Dia menyebut, dalam diskusi dengan salah satu tokoh HAM guna mencari akar kekerasan oleh oknum TNI tersebut diduga bahwa tindak kekerasan tersebut berawal dari kerancuan Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) dan sebagai calon presiden (capres).
Sehingga, tercipta adanya emotional bonding di kalangan oknum TNI tertentu dengan Prabowo.
“Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya tanggapan Pak Prabowo yang mengutuk aksi kekerasan tersebut," tutur Hasto.
Kendati demikian, PDIP meminta Panglima TNI Agus Subiyanto secepatnya menindak oknum TNI tersebut agar tidak mencederai netralitas TNI.
“Nama baik TNI, juga Polri dan aparatur negara lainnya, jangan dikorbankan dengan aksi oknum-oknumnya. Karena itulah Panglima TNI dan Kapolri harus menegaskan kembali netralitas itu," ujar Hasto.
"Sebab struktur TNI/Polri itu komando. Jika pucuk tertinggi netral dan ditegakkan dengan penuh disiplin, maka yang di bawah juga akan taat dan berdisiplin," sambungnya.
Dia menegaskan, PDIP percaya bahwa TNI dan Polri akan menempatkan kepentingan rakyat, bangsa dan negara di atas segalanya.
“Nama baik TNI/Polri itu sangat baik karena sejarahnya menjaga NKRI. Sikap partisan sebagaimana terjadi di Boyolali bisa merusak nama baik itu sehingga harus ditindak tegas," ujar Hasto.
"Marwah TNI dan Polri serta aparatur negara lainnya kini sedang dipertaruhkan di depan mata 270 juta lebih rakyat Indonesia. Jangan sampai karena ulah segelintir oknum dengan ambisi pribadi merusak nama baik lembaga TNI sebagai penjaga kedaulatan negara dan Polri sebagai garda terdepan penjaga keamanan dan penegak hukum di Republik Indonesia," imbuh dia. [Democrazy/Liputan6]