CEO Polmark: Cawe-Cawe Jokowi Kejauhan, Kekuasaan Lembaga Kepresidenan Harus Diatur - DEMOCRAZY News
POLITIK

CEO Polmark: Cawe-Cawe Jokowi Kejauhan, Kekuasaan Lembaga Kepresidenan Harus Diatur

DEMOCRAZY.ID
Januari 27, 2024
0 Komentar
Beranda
POLITIK
CEO Polmark: Cawe-Cawe Jokowi Kejauhan, Kekuasaan Lembaga Kepresidenan Harus Diatur

CEO Polmark: Cawe-Cawe Jokowi Kejauhan, Kekuasaan Lembaga Kepresidenan Harus Diatur


DEMOCRAZY.ID - PENDIRI sekaligus CEO Political Marketing (Polmark) Consulting Indonesia Eep Saefulloh Fatah berpendapat Pemilu 2024 merupakan pemilu secara langsung pertama di Indonesia sejak 2004 yang memperlihatkan keterlibatan presiden paling jauh. 


Atas dasar itu, ia menilai Indonesia membutuhkan undang-undang yang mengatur khusus tentang lembaga kepresidenan.


"Yang membatasi kekuasan presiden pada masa-masa krusial. Masa-masa krusial itu adalah ujung dari masa pemerintahan presiden," kata Eep dalam acara Ngobrolin People Power 14 Februari 2024 Bersama Masyarakat Jurdil di TPS di Jakarta, Jumat (26/1).


Bagi Eep, pembatasan kekuasaan bagi kelembagaan presiden di Tanah Air itu diperlukan. 


Sebab, presiden yang sedang berkuasa dalam periode pertama dapat mengunakan kekuasaannya untuk memenangkan kontestasi pemilu guna menjabat ke periode kedua. 


Kekuasaan yang digunakan agar presiden menang kedua kalinya itu dapat berupa penabrakan berbagai aturan.


"Dan ternyata, bahkan presiden yang sudah tidak bisa dipilih lagi, bisa menabrak banyak sekali aturan dan kemudian membahayakan kesehatan pemilu dan demokrasi. Maka harus ada pembatasan kekuasan presiden," jelas Eep.


Menurut Eep, Presiden Jokowi terlihat ingin memenangi kontestasi Pemilu 2024 lewat anaknya yang maju sebagai calon wakil presiden, yakni Gibran Rakabuming Raka, tapi tidak mau menggunakan cara demokrastis.


Keterlibatan Jokowi yang seharusnya tidak dapat lagi maju sebagai capres untuk tiga periode menunjukkan ada yang salah dengan sistem institusi politik di Indonesia. Sebab, hal itu bertentangan dengan konsep negara yang demokrasinya sudah mapan.


"Di tempat kita, orang bisa jadi rejectionist. Kaum penolak demokrasi bisa menggunakan cara tidak demokratis untuk ikut serta dalam kontestasi demokratis," tandasnya. 


Jokowi Ogah Pernyataan Boleh Berkampanye Diinterpretasikan Berbeda


PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) ogah pernyataanya mengenai presiden boleh berkampanye diinterpretasikan berbeda. 


Ia menekankan pernyataan tersebut hanya mengulang aturan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. 


"Jangan ditarik ke mana-mana, jangan diinterpretasikan kemana-mana, saya hanya menyampaikan ketentuan perundang-undangan," ujar Presiden Jokowi dalam keterangan video di Youtube Sekretariat Presiden, Jumat, 26 Januari 2024. 


Dalam keterangannya, Jokowi tampak membawa kertas berwarna putih yang berisikan aturan presiden dan wakil presiden boleh berkampanye. 


Ketentuan itu tercantum dalam Pasal 299 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.


"Bahwa presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye, jelas," kata Presiden.


Jokowi juga menjelaskan Pasal 281 yang mengatur hal-hal yang tidak boleh digunakan saat presiden dan wakil presiden berkampanye. Khususnya tidak boleh menggunakan fasilitas negara.


"Harus memenuhi ketentuan, tidak menggunakan fasilitas dalam jabatan kecuali fasilitas pengamanan, dan menjalani cuti di luar tanggungan negara," tuturnya. 


Sumber: MediaIndonesia

Penulis blog