DEMOCRAZY.ID - KETUA Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Rahmat Bagja mengakui pihaknya kesulitan untuk menelusuri dugaan pelanggaran netralitas Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama tahapan Pemilu 2024. Peraturan perundang-undangan yang tersedia saat ini dinilai masih menyimpan celah bagi seorang presiden dalam menunjukkan keberpihakan terhadap kandidat capres dan cawapres tertentu tanpa ditindak. "Kondisi peraturan undang-undang kita agak sulit," akunya di Jakarta, Rabu (31/1). Bagi Bagja, kewenangan lebih untuk Bawaslu dapat leluasa mengawasi netralitas presiden memerlukan peraturan perundang-undangan yang rinci. Oleh karena itu, ia menyerahkan proses revisinya ke pembentuk undang-undang, yakni DPR dan pemerintah. Sejauh ini, ia menyebut bahwa Bawaslu hanya bisa melakukan pencegahan dalam bentuk imbauan. Untuk menyiasati ruang abu-abu tersebut, Bagja mengatakan pihaknya selalu membahas dalam rapat pleno. "Ya kami bahas di pleno. Dan kemudian kalau misalnya
DEMOCRAZY.ID - KETUA Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Rahmat Bagja mengakui pihaknya kesulitan untuk menelusuri dugaan pelanggaran netralitas Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama tahapan Pemilu 2024. Peraturan perundang-undangan yang tersedia saat ini dinilai masih menyimpan celah bagi seorang presiden dalam menunjukkan keberpihakan terhadap kandidat capres dan cawapres tertentu tanpa ditindak. "Kondisi peraturan undang-undang kita agak sulit," akunya di Jakarta, Rabu (31/1). Bagi Bagja, kewenangan lebih untuk Bawaslu dapat leluasa mengawasi netralitas presiden memerlukan peraturan perundang-undangan yang rinci. Oleh karena itu, ia menyerahkan proses revisinya ke pembentuk undang-undang, yakni DPR dan pemerintah. Sejauh ini, ia menyebut bahwa Bawaslu hanya bisa melakukan pencegahan dalam bentuk imbauan. Untuk menyiasati ruang abu-abu tersebut, Bagja mengatakan pihaknya selalu membahas dalam rapat pleno. "Ya kami bahas di pleno. Dan kemudian kalau misalnya