HUKUM POLITIK

Banyak Pelanggaran, Pakar HTN: Jokowi Bisa Dimakzulkan!

DEMOCRAZY.ID
Januari 15, 2024
0 Komentar
Beranda
HUKUM
POLITIK
Banyak Pelanggaran, Pakar HTN: Jokowi Bisa Dimakzulkan!

Banyak Pelanggaran, Pakar HTN: Jokowi Bisa Dimakzulkan!


DEMOCRAZY.ID - Presiden Joko Widodo bisa dimakzulkan. lantaran banyak melakukan pelanggaran hukum.


Menurut pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari, Presiden Joko Widodo memenuhi kriteria pelanggaran hukum sebagaimana termaktub dalam Pasal 7A dan 7B UUD 1945.


“Iya, presiden kan dianggap melakukan perbuatan tercela, membiarkan anaknya melanggar konsep persaingan Pemilu yang baik,” kata Feri Amsari, Senin (15/1).


“Berbohong ke publik soal tidak akan melibatkan keluarga dalam politik, melakukan tindakan terbuka, cawe-cawe dalam pelaksanaan Pemilu, itu perbuatan tercela semua,” katanya.


Selanjutnya, sambung dia, Mahkamah Konstitusi (MK) yang menentukan, apakah Jokowi melanggar konstitusi atau tidak, agar tidak dinilai ada unsur politis pada wacana pemakzulan Jokowi itu.


“Tinggal dibuktikan saja, agar nilai politik yang mungkin oleh orang lain dianggap salah, atau sebaliknya bisa dianggap benar. Tergantung MK,” tutup Feri Amsari.


Impeachment Bukan Kudeta, Sesuatu yang Diperbolehkan


Pemakzulan atau impeachment diperbolehkan untuk dilakukan lantaran pemakzulan bukanlah sebuah upaya kudeta untuk melengserkan presiden.


Hal itu disampaikan oleh Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari menyoal mencuatnya wacana impeachment Presiden Joko Widodo.


Feri mengurai impeachment muncul karena masyarakat menggugat presiden lantaran dinilai telah melakukan pelanggaran hukum atau tidak memenuhi syarat tidak menjadi presiden.


“Kan itu sesuatu yang konstitusional, di Pasal 7A dan 7B UUD 1945, sepanjang kemudian yang mengusulkan impeachment untuk presiden didasari oleh kehendak UUD diperbolehkan,” kata Feri, Senin (15/1).


“Impeachment kan bukan kudeta. Sesuatu yang diperbolehkan. Kalau kudeta iyalah dilarang,” sambungnya.


Pihaknya menambahkan, dalam Pasal 7A dan 7B disebutkan bahwa pemakzulan presiden bisa dilakukan jika memenuhi lima kriteria pelanggaran, antara lain;  melakukan suap, korupsi, pengkhianatan terhadap negara, tindak pidana dan perbuatan tercela.


“Nah, berbohong dan sebagainya bisa masuk tercela. Tidak memenuhi syarat, ada di isu ijazah palsu dll,” demikian Feri Amsari.


Tak Terkait Pilpres, Petisi 100 Tetap Desak DPR RI Makzulkan Jokowi


Meski Pilpres 2024 tinggal sebulan lagi, Petisi 100 tetap mendatangi DPR RI agar segera memakzulkan Presiden Joko Widodo.


Pernyataan itu disampaikan Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi, membantah soal isu pemakzulan Presiden Jokowi yang baru muncul.


Muslim yang juga salah satu penandatangan Petisi 100, menjelaskan, pemakzulan yang digagas Petisi 100 sudah diterima DPD RI pada Juli 2023.


"Jadi tidak betul kalau dikatakan baru muncul. Silakan buka jejak digital soal isu pemakzulan. Isu pemakzulan tidak terkait pilpres," kata Muslim, Minggu (14/1).


Menurut dia, Petisi 100 memandang bahwa Jokowi berbahaya bagi keberlangsungan bangsa dan negara.


"Meski tinggal sebulan Pilpres, isu pemakzulan tetap jalan. Petisi 100 akan tetap mendatangi DPR untuk mendesak pemakzulan. Dari semua isu saat ini, Jokowi sangat berbahaya bagi keselamatan konstitusi dan demokrasi. Konstitusi dan demokrasi di bawah kendali kekuasaan, terlihat dari intervensi langsung presiden pada proses Pilpres," pungkas Muslim.


Pemakzulan Presiden Sulit Secara Politik dan Hukum


Wacana pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dianggap politis, lantaran pemakzulan bisa dilakukan jika presiden melakukan pelanggaran berat sebagaimana termaktub dalam Pasal 7 huruf (a) dan Pasal 7 huruf (b) UUD 1945.


Pakar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) Allan Fatchan Gani menuturkan usulan pemakzulan boleh saja terjadi, tapi harus mempertimbangkannya dengan cermat.


“Wacana pemakzulan atau pemberhentian itu merupakan sebuah ide. Kalau hanya usul, tidak masalah. Hanya yg jadi catatan, harus cermat. Mekanisme pemakzulan sudah diatur dalam pasal 7A dan 7B UUD 1945,” ucap Allan, Senin (15/1).


“Presiden hanya dapat diberhentikan jika terbukti melakukan pelanggaran hukum. Dan usul pemberhentian ini dilakukan oleh DPR,” imbuhnya.


Pihaknya meminta agar elite politik tidak memunculkan itu yang memantik kegaduhan di tengah masyarakat jelang Pemilu 2024 ini.


“Sebaiknya para elite dan masyarakat tidak menggulirkan isu yang dapat memicu pertikaian. Fokus saja untuk mengawal penyelenggaraan pilpres yang demokratis,” imbuhnya lagi.


Menurutnya, pemakzulan presiden sangat mustahil dilakukan saat ini, terlebih tidak adanya pelanggaran berat yang dilakukan Jokowi.


“Seandainya wacana pemakzulan ini diteruskan pun, secara politik dan hukum, juga sulit,” tutupnya.


Sumber: RMOL

Penulis blog