DEMOCRAZY.ID - Keputusan Presiden Joko Widodo untuk memberikan bantuan tambahan berupa bantuan langsung tunai (BLT) di tengah masa kampanye Pilpres 2024 dinilai lebih bernuansa politis untuk strategi pemenangan.
Sejumlah pengamat menyebut bantuan itu sebagai upaya presiden untuk memenangkan putranya, Gibran Rakabuming sebagai cawapres dari capres nomor urut 2, Prabowo Subianto.
Selain mendadak, nuansa politis bansos tersebut juga terasa karena akan dibagikan dalam satu bulan, sekaligus untuk tiga bulan alias dirapel.
"Pemberiannya itu pada saat momennya politik ya. Makanya menimbulkan kecurigaan bagi paslon lain, karena Pak Jokowi sudah terang-terangan ke 02, ya karena itu memang anaknya," kata pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah, Rabu (31/1).
Bansos BLT memakan anggaran sebesar Rp11,2 triliun dan akan dibagikan kepada 18,8 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
Sementara, besaran yang akan diterima setiap KPM senilai Rp200 ribu per bulan, sehingga, pada Februari mereka menerima Rp600 ribu sekaligus untuk tiga bulan rapel dari Januari, Februari, dan Maret.
Belum diketahui secara detail tanggal bansos akan resmi meluncur ke kantong masyarakat, apakah akan berlangsung sebelum atau sesudah tanggal pencoblosan 14 Februari.
Sri Mulyani kemarin, Selasa (30/1), menegaskan bahwa bansos merupakan salah satu program Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang anggarannya dibahas dan disetujui DPR.
Ia mengatakan bahwa APBN akan terus digunakan sebagai shock absorber untuk melindungi masyarakat, baik dari risiko perlambatan ekonomi global maupun situasi ekonomi domestik.
Bansos juga merupakan salah satu intervensi APBN dalam upaya menjaga daya beli masyarakat, di tengah volatilitas harga pangan yang bergejolak.
Kendati demikian, Sri Mulyani mengatakan intervensi APBN dalam mengendalikan harga pangan tidak hanya melalui bansos.
Bukan pertama dilakukan
Trubus menjelaskan kebijakan untuk merapel bansos memang bukan kali pertama dilakukan. Biasanya, kata Trubus, kebijakan untuk merapel bansos dilakukan karena mendekati hari raya besar atau libur panjang. Karena itu dia meyakini bansos kali ini terkait kepentingan pemenangan.
"Ya biasanya karena mau tahun baru, menjelang hari raya, hari besar agama, ya momen-momen karena kondisi kebutuhan masyarakat naik," kata Trubus.
Dia turut menyoroti peran Kementerian Sosial yang tak terlihat dalam pembagian bansos BLT. Padahal, jumlah 18,8 juta penerima manfaat bansos tersebut merupakan data Kemensos.
Oleh karenanya, Trubus menduga ambil alih peran Kemesos di balik bagi-bagi bansos BLT juga bernuansa politis. Hal itu lantaran Menteri Sosial, Tri Rismaharini secara politik berbeda kubu dengan presiden.
"Dan situasi politiknya kan lagi, dia (Risma) kan orang PDIP, mungkin lagi tidak baik-baik saja," kata Trubus.
Selain belum berkomentar soal bansos BLT, Risma juga jarang terlihat saat pembagian bansos beras yang berlangsung beberapa pekan terakhir.
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menjelaskan kementerian/lembaga yang diajak langsung dalam pembagian bansos adalah yang terkait dengan program bansos tersebut.
"Karena terkait dengan cadangan pangan ya, ada Bulog dan Badan Pangan. Jadi lebih pada hal itu, termasuk juga mengecek mengenai keberadaan pangan di setiap daerah. Jadi yang diajak tentu berkaitan dengan itu," kata Ari, Senin (29/1) lalu.
Strategi Pemungkas
Direktur Eksekutif Arus Survei Indonesia, Ali Rif'an menilai tidak perlu analisa canggih untuk menilai kebijakan bansos BLT yang dibagikan di tengah masa kampanye sebagai bagian dari strategi penguasa untuk memenangkan capres yang dekat dengan mereka.
Ali menduga bansos menjadi strategi pemungkas kubu 02 untuk mewujudkan skenario pilpres satu putaran.
"Ini bagian dari strategi pemungkas 02, di mana di belakangnya didukung oleh presiden secara vulgar, bahwa ini agenda satu putaran," kata Ali saat dihubungi, Selasa (30/1) malam.
Namun begitu, dia mengaku tak mau berspekulasi bansos akan membuat pertandingan pilpres kali ini telah selesai lebih dini alias hasilnya telah bisa ditentukan.
Ali meyakini masih ada waktu dalam 15 hari terakhir hingga hari pemungutan suara, terutama bagi paslon 1 dan 3 untuk mengubah dinamika politik.
"Kalau misalnya bansos digelontorkan dengan sangat masif sementara paslon 1 dan 3 tidak ada kerja politik yang menandingi itu, maka potensi satu putaran terbuka lebar," kata Ali.
Sebaliknya, kerja-kerja politik dari kubu paslon 1 dan 3 akan sangat menentukan peta skenario satu putaran.
Sebab, Ali meyakini elektabilitas setiap capres cawapres tidak datang dari ruang hampa, melainkan dari kerja-kerja politik sehingga berpengaruh pada dinamika, baik kerja-kerja itu dilakukan lewat darat maupun lewat udara.
"Entah kerja politik di darat atau udara. Entah itu basis isu atau yang lain seperti bansos ini," kata Ali.
Meski begitu, Ali tak menampik bahwa peran bansos efektif untuk kerja-kerja pemenangan. Sebab, bansos bisa mengarah langsung ke jantung pemilih. Apalagi, jumlah yang dibagikan juga tak sedikit.
Dia mencontohkan, jika keluarga penerima manfaat bansos sebanyak 10 juta dihitung berdasarkan KK, sedangkan satu KK berjumlah empat orang, maka bansos akan menyasar 40 juta.
Sementara, pemerintah telah mengumumkan jumlah penerima manfaat bansos BLT sebesar 18,8 juta.
"Katakanlah 10 juta KK, satu KK ada 4 orang itu sama dengan 40 juta pemilih. Jadi ini sangat efektif untuk kemudian dipakai kerja pemenangan. Kalau lihat polanya ya," kata dia.
Ali menyebutkan strategi pemenangan lewat bansos juga memang bukan kali pertama dilakukan. Dia menyebut kemenangan Presiden SBY pada Pilpres 2009 juga absolut karena bansos. Menurut Ali, strategi serupa dilakukan oleh petahana di banyak negara Amerika Latin.
Dia menyebut bansos sebagai strategi pemenangan saat ini tak ada lawan tanding. Apalagi bila melihat angkanya yang mencapai puluhan triliun.
"Ini termasuk strategi pamungkas yang tidak bisa kemudian ditandingi paslon lain. Karena kalau bicara anggarannya berapa itu, sekitar Rp17-18 triliun. Dan pasti tidak bisa ditandingi Paslon lain. Baik 01 maupun kosong 03," kata Ali.
Sumber: CNN