DEMOCRAZY.ID - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md disebut-sebut sudah siap mundur dari Kabinet Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada Senin, 29 Januari 2024.
Mahfud telah bertemu dengan Menteri Sekretaris Negara Pratikno untuk meminta bertemu dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
“Pak Menko mohon menghadap Bapak Presiden,” kata Pratikno melalui pesan singkat pada Selasa, 30 Januari 2024.
Mahfud kini menjadi cawapres dari kandidat Presiden PDIP di pilpres 2024, Ganjar Pranowo.
Perbedaan kepentingan di antara Istana dan Teuku Umum mewarnai kabar langkah mundur Mahfud dari kabinet Jokowi. Mahfud sendiri telah mengungkapkan keinginannya untuk mundur namun di waktu yang tepat.
Pada 2019, Mahfud hampir menjadi cawapres Jokowi. Selama empat tahun menjabat Menko Polhukam di periode kedua presiden Jokowi, eks Hakim Konstitusi itu tidak lepas dari sorotan.
Tidak ada pelanggaran HAM usai reformasi
Saat awal menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud pernah dicap sebagai menteri pembohong karena menyebut tidak ada pelanggaran HAM berat di era Jokowi – setelah reformasi 1998. Namun, Mahfud kemudian menjelaskan maksud dari pernyataannya tersebut.
"Dulu awal jadi menteri saya bilang, di era pemerintahan Pak Jokowi tidak ada pelanggaran HAM berat, marah semua. Bohong, baru jadi menteri bohong. (Saya bilang) mana pelanggaran HAM beratnya? Ndak ada memang, kejahatan berat banyak, tapi pelanggaran HAM berat ndak ada," kata Mahfud MD dalam Raker Komite 1 DPD RI, Selasa, 4 Juli 2023.
Walaupun demikian, pernyataan Mahfud kala itu dinilai menyesatkan oleh Kepala Riset Penelitian KontraS Rivanlee Anandar.
"Mengatakan bahwa pasca-reformasi tidak ada pelanggaran HAM adalah narasi menyesatkan," kata Rivanlee dalam siaran tertulisnya, Kamis, 12 Desember 2019.
Data sampah Veronica
Aktivis Veronica Koman pernah mengungkapkan bahwa timnya telah menyerahkan data nama tahanan politik dan korban tewas di Papua kepada Presiden Jokowi. Hal tersebut terjadi saat Jokowi melakukan kunjungan kerja ke Canberra, Australia pada 2020 lalu.
“Dokumen ini memuat nama dan lokasi 57 tahanan politik Papua yang dikenakan pasal makar, yang saat ini sedang ditahan di tujuh kota di Indonesia," kata Veronica melalui siaran persnya.
Mahfud yang kala itu ikut dalam kunjungan kerja Jokowi mengatakan bahwa saat di Canberra banyak orang yang ingin bersalaman dengan Presiden. Bahkan, ada beberapa orang yang menyerahkan surat atau amplop kepada Jokowi.
Kalaupun data Veronica terbawa presiden, kata Mahfud, bisa saja surat itu belum dibuka.
"Belum dibuka kali suratnya. Surat banyak. Rakyat biasa juga kirim surat ke presiden, jadi itu anu lah, kalau memang ada ya sampah saja, lah," kata Mahfud saat ditemui di Kompleks Istana Bogor, Jawa Barat pada Selasa, 11 Februari 2020.
Kisruh Transaksi Rp 300 Triliun
Mahfud Md juga pernah berseteru dengan sejumlah anggota Komisi III DPR menjelang rapat yang akan membahas transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan pada awal April 2024.
Sebagai Ketua Komite Tindak Pidana Pencucian Uang, Mahfud adalah orang pertama yang mengungkap adanya temuan tersebut kepada publik.
Dugaan transaksi mencurigakan itu pertama kali diungkap Mahfud ketika menjadi pembicara di Universitas Gadjah Mada pada Maret 2023.
Saat itu, kasus pamer harta mantan pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo memang tengah menjadi perbincangan hangat.
Setelah pernyataan itu muncul ke publik, ada silang pendapat. Mahfud mengatakan laporan transaksi mencurigakan itu telah diserahkan ke Kemenkeu sejak 2009, namun tidak ditangani. Sementara, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tidak tahu mengenai adanya laporan ini
Sejumlah pertemuan antara Mahfud, Kemenkeu dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sempat dihelat untuk membahas temuan ini. DPR mempermasalahkan perbedaan data tersebut.
Anggota DPR seperti Arsul Sani dan Benny K. Harman angkat Suara. Benny menantang balik Mahfud untuk membuka dan menerangkan sejelas-jelasnya ihwal dugaan transaksi mencurigakan Rp 349 triliun di Kemenkeu.
Sebut LGBT sebagai kodrat
Mahfud mengatakan tindakan LGBT tidak bisa dimuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru. Menurut Mahfud, Undang-undang tidak bisa mempermasalahkan sesuatu yang bersifat kodrati.
"Larangan LGBT enggak bisa dimuat di situ (KUHP baru). Enggak ada larangan LGBT. 'Pak, itu kan hukum agama?' Tapi bagaimana memuatnya?.' LGBT itu sebagai kodrat kan tidak bisa dilarang," kata Mahfud Md seperti dikutip dari akun YouTube KAHMI Nasional, Ahad, 21 Mei 2023.
Mahfud berujar rasa ketertarikan sesama jenis merupakan sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan. Namun, kata dia, rasa ketertarikan itulah yang dilarang oleh Tuhan.
Oleh karena itu, Mahfud mengatakan di dalam KUHP yang baru dicantumkan pidana yang bisa jadi turunan dari perilaku LGBT. Misalnya saja, kata dia, adalah berhubungan seksual dengan orang di bawah umur.
Dianggap jubir KPK
Dalam satu kesempatan, Mahfud mengaku mendapat informasi Mentan Syahrul Yasin Limpo ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Mahfud menyatakan telah lama mendengar soal penetapan SYL sebagai tersangka. Menurut dia, KPK telah lama melakukan gelar perkara penetapan tersangka tersebut.
"Bahwa dia (Syahrul) sudah ditetapkan tersangka saya sudah dapat informasi malah sejak kalau eksposenya itu kan sudah lama, tapi resminya ketersangkaannya itu sudah digelarkan lah," kata Mahfud usai acara program pendidikan Lembaga Ketahanan Nasional di Istana Merdeka, Jakarta, pada Rabu, 4 Oktober 2023.
Sikap Menko Polhukam itu pun dikritik Politikus Nasdem Ahmad Sahroni karena mengungkap status tersangka yang diterima eks Mentan tersebut.
Sahroni mengaku kaget dengan pernyataan yang dilontarkan Mahfud. Pasalnya, KPK saat itu belum mengumumkan sosok dari tersangka dalam kasus tersebut.
“Sejak kapan Pak Menko jadi jubir KPK?” kata Sahroni kepada wartawan di NasDem Tower, Rabu, 4 Oktober 2023.
Sumber: Tempo