HUKUM POLITIK

YLBHI: Tingkat Korupsi di Pemerintahan Jokowi Sangat Masif!

DEMOCRAZY.ID
Desember 09, 2023
0 Komentar
Beranda
HUKUM
POLITIK
YLBHI: Tingkat Korupsi di Pemerintahan Jokowi Sangat Masif!

YLBHI: Tingkat Korupsi di Pemerintahan Jokowi Sangat Masif!


DEMOCRAZY.ID - YAYASAN Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyoroti kasus-kasus tidak transparan dalam pembangunan yang menimbulkan korupsi di Tanah Air. 


Kasus rasuah dalam pembangunan yang digaungkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) meningkat pada 2023.


"(Maka itu), pemerintahan Jokowi di 2023 ini semakin menunjukkan gejala korupsi pembangunan yang masif," kata Ketua YLBHI Muhammad Isnur dalam diskusi daring, Jumat, (8/12). 


YLBHI mencatat ada enam menteri dan satu wakil menteri terjerat korupsi di era Jokowi. Terakhir yang ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ialah Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy.


"Wamenkumham itu korupsi berhubungan dengan jejaring atau alisansi bisnis yang merugikan masyarakat," ujar Isnur.


Menurut Isnur, perbuatan Wamenkumham adalah fakta adanya praktik pembangunan di lapangan yang berkecimpung dalam berbagai bentuk pelanggaran. Maka itu, kata dia, wajar angka indeks persepsi korupsi turun di angka 34.


"Jadi, ini kembali ke situasi 14 tahun yang lalu sekitar 2005-2006. Jadi upaya tiap tahun untuk menaikkan indeks korupsi tapi jeblok gara-gara pemerintahannya semakin tidak peduli, semakin mentoleransi dan bahkan melegitimasi praktek-praktek korupsi dalam pembangunan dan melibatkan lingkar ini dari kekuasaan," tutur Isnur.


YLBHI: Praktek Bernegara Hukum Semakin Ugal-ugalan


YAYASAN Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) memandang negara hukum Indonesia semakin lama semakin buruk. 


Hal itu disampaikannya dalam diskusi gelar situasi hukum dan HAM 2023 dari enam region, Papua, Sulawesi-Maluku, Kalimantan, Bali-Nusa Tenggara, Jawa dan Sumatra.


"Semakin ke sini arahnya semakin ugal-ugalan praktek bernegara hukumnya," kata Ketua YLBHI Muhammad Isnur dalam diskusi daring, Jumat (8/12). 


Isnur mengatakan hal itu terealisasi dengan upaya melanggengkan kekuasaan. Dia menilai perbuatan melanggengkan kekuasaan menimbulkan kekacauan luar biasa.


"Kita lihat dengan misalnya bagaimana MK (Mahkamah Konstitusi) dalam putusan terkait kategori atau prasyarat cawapres itu bagaimana dibiarkan sedemikian rupa," ujar Isnur.


Menurutnya, praktik itu merusak sistem secara fondasi. Pasalnya, MK yang produk hasil reformasi sejatinya diharapkan bisa menjaga hak-hak warga.


"Tapi, justru menjadi alat untuk melanggengkan kekuasaan," ungkapnya.


Ketua MK Anwar Usman mengabulkan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait batas usia capres-cawapres yang diajukan mahasiswa UNS bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Almas. 


MK menyatakan batas usia capres-cawapres tetap 40 tahun, kecuali sudah berpengalaman sebagai kepala daerah di tingkat provinsi, yakni gubernur atau wakil gubernur.


Putusan Anwar memuluskan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) melenggang menjadi cawapres pada Pemilu 2024. Putusan Anwar digugat sejumlah advokat. 


Anwar dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat dan perilaku hakim konstitusi dalam penanganan perkara 90 soal pengujian syarat usia calon presiden dan wakil presiden. Anwar dicopot dari jabatan Ketua MK.


"Jadi, bagaimana ketua MK berani melanggar etik secara berat dan diputus secara berat, tapi tidak berhenti. Bahkan melakukan serangan-serangan balik kepada orang atau pimpinan yang barunya. Ini jelas konstitusi Jadi semakin irelevan, nggak dipakai oleh pemerintah," ungkapnya. [Democrazy/MI]

Penulis blog