DEMOCRAZY.ID - Ulama kharismatik Ustadz Adi Hidayat atau UAH mengusulkan capres-cawapres 2024 mundur terlebih dahulu dari jabatan publik.
Hal tersebut ia sampaikan setelah mengamati Debat Cawapres yang berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC), Jumat (22/12/2023) lalu.
Diketahui, dari ketiga pasangan capres-cawapres 2024 empat di antaranya masih mengemban jabatan publik. Cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar masih menjabat Wakil Ketua DPR.
Capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka masing-masing masih menjabat Menteri Pertahanan dan Wali Kota Surakarta.
Sementara, cawapres nomor urut 3 Mahfud MD masih mengemban jabatan sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam).
“Semalam yang terlihat tentu juga jadi usulan baru untuk ke depan supaya tidak ada rasa canggung dan ada kebebasan untuk berekspresi dalam menampilkan argumentasi atau dalam konteks tadi malam itu berdebat,” kata UAH dalam tayangan YouTube Adi Hidayat Official, dikutip Senin (25/12/2023).
“Mungkin ke depan pejabat-pejabat yang masih berada dalam jabatannya seperti menteri dalam kabinet (Indonesia Maju) misalnya ataupun yang lain akan lebih baik (mundur). Ini usulan saja diterima juga tidak ada masalah, tidak diterima juga mungkin punya cara pandang yang berbeda, tapi kalau boleh mengusulkan akan lebih baik bila mundur terlebih dahulu dari jabatannya,” usul UAH.
Alasan UAH
Alasan UAH mengusulkan capres-cawapres mundur terlebih dahulu dari jabatan publik agar mereka lebih bebas untuk mengekspresikan berbagai macam materi, gagasan, ataupun argumentasi, secara khusus dalam debat.
“Karena akan agak sungkan dan juga ewuh pakewuh, satu sisi ada dua menteri bagaimanapun posisinya yang menjadi capres-cawapres, kemudian salah satu paslonnya adalah anak dari presiden,” kata UAH.
“Dua sisi ini tidak terlihat bagaimana kemudian bisa mengelaborasi dan bisa mengekspresikan gagasan-gagasannya, di samping juga paslon yang lain tentu punya rekam-rekam catatan dan juga narasi-narasi yang seluruhnya tanpa kecuali, juga ada tim-tim atau konsultan yang ahli di balik itu semua,” lanjut UAH.
Tak Perlu Mundur
Namun, dikutip dari kanal News Liputan6.com, Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah membuat aturan baru, yakni mengizinkan menteri, gubernur, hingga wali kota untuk maju di pemilihan presiden (Pilpres) 2024, tanpa mundur dari jabatannya.
Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Perubahan atas PP Nomor 32 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengunduran Diri dalam Pencalonan Anggota DPR, Anggota DPD, Anggota DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, Permintaan Izin Cuti Dalam Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, serta Cuti Dalam Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum. Aturan ini diteken Jokowi pada 21 November 2023.
"Pejabat negara yang dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebagai calon presiden atau calon wakil presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya, kecuali presiden, wakil presiden, pimpinan dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, pimpinan dan anggota DPR, pimpinan dan anggota DPD, menteri dan pejabat setingkat menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota," demikian bunyi Pasal 18 ayat 1 sebagaimana dikutip dari salinan PP, Jumat (24/11/2023).
Berdasarkan Pasal 18 ayat 2, menteri dan pejabat setingkat menteri yang dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebagai capres-cawapres harus mendapatkan persetujuan dan izin cuti dari presiden.
Jokowi mengizinkan menteri dan pejabat setingkat menteri melaksanakan kampanye dengan syarat, merupakan capres-cawapres, berstatus sebagai anggota partai politik, anggota tim kampanye atau pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Aturan yang sama juga berlaku bagi gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota. Mereka dapat melakukan kampanye asalkan mengajukan cuti.
"Menteri dan pejabat setingkat menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota yang melaksanakan harus menjalankan cuti," bunyi Pasal 31 ayat 3.
Berdasarkan Pasal 36, menteri dan pejabat setingkat menteri, serta gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota hanya diizinkan cuti selama satu hari kerja dalam satu minggu pada masa kampanye Pemilu.
"Hari libur merupakan hari bebas untuk melakukan kampanye pemilihan umum di luar ketentuan cuti," jelas Pasal 36 ayat 2. [Democrazy/Liputan6]