DEMOCRAZY.ID - Saat ini ramai video seorang pendakwah kondang yang diduga melakukan politisasi uang untuk memilih salah satu calon capres.
Politisasi uang memang jadi penyakit turun temurun setiap kali ada pemilihan umum.
Namun dalam beberapa tahun terakhir ini politisasi uang istilahnya diubah menjadi sedekah politik. Seolah-olah ada politik syariah.
Mengutip laman resmi NU Online yang diterbitkan Kamis, 20 Juni 2013, Islam secara tegas mengharamkan sedekah politik.
Sedekah politik menjadi istilah bagi para kalangan politik, menjadi kedok di balik politisasi uang yang kerap diterapkan oleh kalangan elit pemerintah, politikus, dan juga masyarakat umum.
Menurut Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Malik Madani istilah sedekah politik upaya pengaburan bahasa yang menyesatkan.
"Istilah sedekah politik merupakan pengaburan bahasa yang menyesatkan," tegas KH. Malik Madani.
Ia menegaskan praktik yang saat ini terjadi di tengah kalangan ulama, yang terang-terangan memberikan uang agar jemaahnya mau memilih calon pilihannya, disebut sebagai money politics.
KH Malik Madani menambahkan, istilah itu dalam Islam disebut risywah siyasiyah, bukan sedekah.
Kitab-kitab fiqih, definisi sedekah sudah dijelaskan dengan sangat tegas;
"Wa innamas sodaqatu summiyatis sodaqatu sodaqatan lisidhqi niyyati sahibiha".
"Sedekah itu disebut sedekah hanya karena ketulusan niat pemberinya tanpa pamrih."
Niat 'Sedekah Politik'
KH Malik Madani menambahkan, niat sedekah politik sejak awal sudah tidak benar.
Niatnya jelas hanya bertujuan untuk mempengaruhi penerima agar memenuhi harapan di pemberi. Oleh karena itu pratiknya bukanlah sedekah, melainkan risywah siyasih.
Ia kembali menegaskan, niat sedekah dengan sedekah politik berbeda, tidak ada keraguan.
"Hukum ini diputuskan dalam Munas-Konbes NU 2012," tegas KH Malik.
Ia pun melanjutkan dan memberikan penjelaskan terkait hadist shahih Bukhari dan Muslm;
"Tsalatsatun la yanzhurullahu ilaihim wa la yuzakkihim yaumal qiyamah wa lahum adzabun alim."
"Tiga orang yang tidak akan diperhatikan oleh Allah dan tidak akan disucikan kesalahannya pada hari Kiamat."
KH Malik Madani menambahkan, kasus tersebut relevan dengan keadaan sekarang.
"Rajulun baya‘a imamahu la yubayi‘uhu illa lidunya. Fa in a’thahu minha, radliya. Wa in lam yu’thihi minha, sakhitha."
"Seseorang yang mengangkat pemimpinnya di mana ia mengangkat pemimpinnya karena dunia. Kalau pemimpinnya memberikan sesuatu duniawi, ia senang. Kalau tidak, ia akan kecewa."
Dan ini fakta di tengah masyarakat umum, suap menyuap ketika pemilihan umum berlangsung, masyarakat hanya akan mau memilih salah satu calon jika diberi uang. Semoga di Pemilu 2024, proses pemilihan berlangsung bersih.
Masyarakat saat ini sudah pintar, bisa memilih berdasarkan gagasan yang dibawanya, bukan uang yang dibawa atau dititipkannya.
Lantas bagaimana jawaban seorang penceramah menyanggah argumentasinya di dunia ketika berhadapan di depan Tuhan kelak?
Sungguh menyedihkan jika ada seorang penceramah, justru tolong menolong dalam keburukan.
Sumber: DW