DEMOCRAZY.ID - Perangai debat calon wakil presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka dalam ajang debat Pilpres 2024 dinilai merupakan level terendah dalam berkomunikasi.
Pernyataan menohok itu dilontarkan Ahli atau Pakar Public Relations, Muhammad Sufyan yang mengatakan bahwa sejak awal Gibran memiliki tendensi untuk menjatuhkan lawan bicaranya dalam debat semalam.
"Sebelum ke strategi (logos), saya masuk ke etika (ethos) dan kredibilitas (pathos), yang makro dulu. Gibran secara pathos bukan ahli ekonomi bisnis," tegas Sufyan saat dihubungi, Sabtu (23/12).
Dirinya menambahkan, berdasarkan ethos sendiri, memiliki intensi atau niat untuk menjatuhkan lawan bicara merupakan level terendah dalam berkomunikasi.
Padahal, ajang debat tersebut merupakan sarana adu gagasan antar cawapres, bukan untuk saling menjatuhkan.
Lebih lanjut, Sufyan turut menyinggung Gibran yang dinilainya meniru gaya Presiden Jokowi dengan menggunakan istilah atau diksi asing kepada lawan debatnya pada Pilpres 2014 dan 2019 silam.
"Ethos dan Logos tak dipakai dan ini melanjutkan sang Bapak. 2019 tiba-tiba muncul unicorn, itupun Jokowi bukan ahli digital. Benang merah keduanya bisa jadi mendapat bisikan jahat dari tim untuk mencari-cari kelemahan lawan debat dari awal," tukasnya.
"Ini bukan cerdas cermat, bukan ajang hapalan. Publik ingin tahu gagasan besar. Bukan sekadar tebak-tebakan singkatan atau istilah," pungkasnya.
Dalam ilmu komunikasi Strategi debat Gibran ternyata tingkat paling bawah 😀
— Muhiq 🪣 (@MuhiqR) December 23, 2023
Samsul .. Samsul pic.twitter.com/5KgPKOjEDR
TPN soal Istilah SGIE: Kualitas Jadi Debat Turun, Menghasilkan Wapres Singkatan
Deputi Politik 5.0 TPN Ganjar-Mahfud, Andi Widjajanto, menanggapi terkait singkatan-singkatan yang digunakan cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka dalam debat cawapres, Jumat (22/12) malam.
Saat itu, Gibran memberikan pertanyaan menggunakan istilah SGIE atau State of Global Islamic Economy kepada cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.
Andi mulanya mengira akronim SGIE Gibran itu adalah istilah makanan khas Yogyakarta untuk makanan semacam nasi uduk.
“Waktu saya mendengar kata SGIE itu, yang saya bayangkan tuh nasi gurih di Yogya. SGIE coba ditanya sego gurih ingkung enak, itu ada Mak Cemplung, ada Mbok Demang,” kata Andi dalam acara diskusi sekaligus tanggapan dan evaluasi debat cawapres di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Jl. Cemara No.19, Menteng, Jakarta, Sabtu (23/12).
Andi lantas mengatakan kualitas debat menjadi turun karena istilah-istilah tersebut yang kurang tidak familiar dengan semua orang.
Ia kemudian menyarankan agar moderator debat untuk memberikan waktu bagi paslon untuk menjelaskan jika ada pernyataan yang kurang dimengerti.
“Sebaiknya memang moderator memberikan kesempatan untuk itu dijelaskan kalau tidak maka rakyat tidak mendapatkan kesempatan mendapatkan debat yang berkualitas,” ujarnya.
“Ya bayangkan kalau nanti tiba-tiba semua istilah yang terkait dengan lingkungan di debat 4 dengan carbon trading, carbon tax itu semua dikeluarkan dalam bentuk singkatan, akhirnya sepuluh detik pertama hilang,” sambungnya.
Selain itu, kualitas debat, kata Andi jika menggunakan singkatan-singkatan semacam itu justru akan menghasilkan wapres yang hanya hafal singkatan.
“Kualitas debat menjadi turun ya signifikan. Jadi akhirnya kita punya wapres singkatan. Siapa yang menjadi wapres adalah wapres yang hafal singkatan, kan repot sehingga kita memiliki kriteria baru,” tutup dia.
Sementara itu, sebelumnya Gibran menyebut istilah yang digunakannya itu adalah istilah yang lumrah dalam bidang investasi.
“Tidak ada kata-kata sulit, itu istilah biasa dalam investasi ya,” kata Gibran kepada wartawan usai blusukan di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Sabtu (23/12).
[Democrazy/Kumparan]