DEMOCRAZY.ID - Ada komentar menarik dari Wakil Presiden Ma'ruf Amin ketika diwawancarai Kompas TV Jumat (29/12) lalu.
Ma'ruf mengatakan bahwa pemerintah berpeluang melakukan evaluasi terhadap aturan soal cuti bagi Menteri yang maju sebagai capres atau cawapres.
Saat ini aturan mengenai hal tersebut tidak mengharuskan Menteri mundur ketika sedang maju sebagai capres atau cawapres.
Cukup mereka boleh kampanye ketika hari libur atau kalau kampanye di hari kerja, cukup mengajukan cuti saja.
“Kalau ternyata hasil evaluasi itu justru (aturan) banyak dilanggar maka sebaiknya kembali saja seperti dulu, (menteri maju pilpres) mundur,” kata Ma’ruf.
Ma'ruf Amin juga mengatakan bahwa ke depan mestinya jika ada menteri yang menjadi capres atau cawapres mundur saja karena bisa menganggu kinerja pemerintahan dan dikhawatirkan ada pemanfaatan sumber daya atau fasilitas di Kementerian yang mereka pimpin.
Menanggapi ocehan Ma'ruf, pengamat politik Rocky Gerung menyatakan keheranannya.
“Nah, itu konyolnya Pak Ma'ruf Amin, ke depannya, ke depan kapan lagi, sudah tidak ada ke depan. Sudah mulai proses-proses kecurangan pemanfaatan fasilitas lembaga,” ujar Rocky dalam diskusi di kanal You Tube Rocky Gerung Official edisi Minggu (31/12).
Tetapi, lanjut Rocky, kelihatannya Ma'ruf Amin harus punya kalimat yang wajib dia ucapkan, meski hal itu menjadi sesuatu yang tidak akan ada efeknya.
Karena, begitu Jokowi mengatakan tidak usah mundur, justru Jokowi menginginkan pejabat-pejabat itu memanfaatkan fasilitas negara untuk mendukung aktivitas sosialisasi Gibran.
“Kan Prabowo justru diminta untuk pakai pesawat negara saja. Kan, itu konsekuensi dari mengatakan tidak perlu mundur. Jadi, buat apa itu diucapkan oleh Ma'ruf Amin. Jadi kita sekadar mendengar Ma'ruf Amin masih ada, karena dia mesti berkomentar. Tetapi, komentarnya itu sama sekali tidak ada gunanya, usefulness,” ujar Rocky.
Namun demikian, ada atau tidak ada aturan, mestinya pejabat yang maju sebagai capres atau cawapres secara etis harus mundur. [Democrazy/FNN]