DEMOCRAZY.ID - Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan pihak yang membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi karut-marut seperti saat ini.
Peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi (PUKAT) UGM tersebut menganggap KPK sebelum 2019 sulit dikendalikan sehingga Presiden Jokowi dan DPR merevisi undang-undang tentang lembaga antirasuah itu.
Zein -panggilan akrab Zaenur- menyampaikan hal itu kepada Jogja.jpnn.com merespons pernyataan Ketua KPK 2015-2019 Agus Rahardjo tentang Presiden Jokowi pernah meminta penyidikan terhadap Setya Novanto dalam kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) dihentikan.
"Presiden dan DPR merevisi Undang-Undang KPK karena ternyata memang sebelum 2019, KPK sangat susah untuk dikendalikan, diatur, ditundukkan, dan diintervensi," kata Zein, Sabtu (2/12/2023).
Pada 2019, pemerintah dan DPR melakukan perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Hasil revisi itu menjadi UU Nomor 19 Tahun 2019.
Zein menyebut peluang Presiden Jokowi mengintervensi KPK kian terbuka setelah revisi UU itu. Pasal 1 angka 3 UU Nomor 19 Tahun 2019 menyatakan KPK adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang melaksanakan tugas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Dengan demikian, KPK diposisikan di bawah presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di lembaga eksekutif.
"Presiden memiliki banyak instrumen untuk mengintervensi KPK," ujar Zein.
Lebih lanjut Zein mengatakan KPK yang tidak independen berdampak pada efektivitas dalam pemberantasan korupsi. Menurut dia, saat ini KPK penuh dengan masalah.
“Sampai kemudian pada titik nadir, perkara-perkara di KPK banyak yang mencurigakan, dianggap tidak bebas dari politisasi, dan berujung dengan banyaknya pelanggaran kode etik karena presiden justru memasukkan orang-orang bermasalah ke KPK," kata Zein.
Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo dalam wawancara khusus program Rosi di Kompas TV pada Kamis malam (30/11/2023) mengaku pernah dipanggil oleh Presiden Jokowi gara-gara menjerat politikus Partai Golkar Setya Novanto sebagai tersangka rasuah kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP.
Penyidikan kasus itu bergulir pada 2017 atau saat Setnov -panggilan kondang Setya Novanto- masih menjadi ketua DPR.
Menurut Agus, Presiden Ketujuh RI itu menginginkan penyidikan kasus yang mendera Setnov dihentikan.
“Presiden sudah marah,” kata Agus di acara yang dipandu pewara Rosiana Silalahi itu. “Beliau (Jokowi, red) sudah teriak ‘hentikan!’” imbuh Agus. [Democrazy/JPNN]