POLITIK

Draf RUU DKJ: Gubernur Jakarta Dipilih Presiden Bukan Lewat Pemilu Usai Tak Berstatus Ibu Kota

DEMOCRAZY.ID
Desember 05, 2023
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Draf RUU DKJ: Gubernur Jakarta Dipilih Presiden Bukan Lewat Pemilu Usai Tak Berstatus Ibu Kota

Draf RUU DKJ: Gubernur Jakarta Dipilih Presiden Bukan Lewat Pemilu Usai Tak Berstatus Ibu Kota


DEMOCRAZY.ID - Gubernur Jakarta diusulkan agar dipilih oleh Presiden usai tak lagi menyandang status Ibu Kota. 


Hal ini tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ).


RUU ini sudah disetujui oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk dibahas di tingkatan selanjutnya. Dalam Bahan Rapat Pleno Penyusunan RUU Provinsi Daerah Khusus Jakarta pada Senin (4/12) kemarin, Gubernur DKJ diusulkan agar tak dipilih oleh rakyat.


"Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD," demikian bunyi draf RUU DKJ Ayat (2) Pasal 10, dikutip Selasa (5/12/2023).


Lalu, untuk masa jabatan gubernur dan wakil gubernur masih sama seperti sebelumnya, yakni lima tahun dan bisa menjabat untuk dua periode.


"Masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat ditunjuk dan diangkat kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan," demikian bunyi pasal 10 ayat 2.


Draf RUU ini masih berupa usulan dan bisa berubah ketentuannya sesuai dengan pembahasan di tingkat legislatif.


Terkait dengan rapat Baleg kemarin, mayoritas alias sebanyak delapan fraksi menyatakan menyetujui pembahasan RUU DKJ dilaksanakan. Sementara, hanya fraksi PKS yang menolak.


Fraksi PKS menilai RUU DKJ perlu dikaji lebih lanjut khususnya dalam hal pengelolaan keuangan daerah dan wewenang khusus yang diberikan kepada Provinsi Jakarta. Jika tidak dibahas secara komprehensif dikhawatirkan ada kecemburuan dari daerah lain.


Sementara, fraksi PKB menyetujui dengan catatan menolak mekanisme penunjukan Gubernur oleh Presiden. Cara ini dianggap akan merusak sistem demokrasi Indonesia.


“Kami menyetujui pembahasan RUU DKJ dengan beberapa catatan. Salah satu catatan kami adalah jangan sampai status baru Jakarta akan mengebiri hak-hak rakyat untuk memilih pimpinan daerah mereka secara demokratis melalui mekanisme pemilu,” ucap Juru Bicara Fraksi PKB Ibnu Multazam dalam keterangan yang diterima.


Begini Penjelasan Baleg DPR soal Gubernur Jakarta Ditunjuk Langsung di Draf RUU DKJ


Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg), Achmad Baidowi buka suara menanggapi penunjukan gubernur Jakarta secara langsung. 


Hal tersebut tertuang dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ).


Menurut Baidowi atau Awiek, usulan itu tidak terlepas dari hasil diskusi fraksi-fraksi di Baleg saat membahas mengenai kekhususan apa yang akan diberikan kepada Jakarta usai status ibu kotanya dipindahkan ke Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan.


"Maka kita merujuk pada Pasal 14 b Undang-Undang Dasar 1945 bahwa negara kita mengakui satuan daerah khusus dan atau istimewa. Kekhususan yang diberikan kita bersepakat bahwa kekhususan termasuk yang paling utama itu dalam sistem pemerintahannya," kata Awiek di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (5/12/2023).


Awalnya, kata Awiek, memang ada keinginan agar tidak ada Pilkada untuk Daerah Khusus Jakarta. Melainkan pemilihan gubernur melalui penunjukan langsung.


"Tapi kita mengingatkan di Pasal 18 a nya, disebutkan kalau memang nomenklaturnya itu adalah daerah otonom maka kepala daerah itu dilakukan pemilihan secara dilakukan melalui proses demokratis," kata Awiek.


Karena itu, untuk menjembatani keinginan politik antara yang menginginkan kekhususan ditunjuk secara langsung dan kedua supaya kita tidak melenceng dari konstitusi, maka dicari jalan tengah.


"Bahwa gubernur Jakarta itu diangkat diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usulan atau pendapat dari DPRD sehingga usulan atau pendapat dari DPRD itu DPRD akan bersidang siapa nama-nama yang akan diusulkan. Itu proses demokrasinya di situ," tutur Awiek.


Melalui jalan tengah itu, diharapkan prosws demokrasi tetap akan ada. Menurut Awiek, demokrasi tidak harus bermakna pemilihan langsung.


"Pemilihan tidak lamgsung juga bermakna demokrasi. Jadi ketika DPRD mengusulkan, yaitu proses demokrasinya di situ sehingga tidak semuanya hilang begitu saja," terangnya.


Ongkos Mahal Pilkada


Alasan lain pemilihan gubernur Jakarta nantinya tidak melalui Pilkada langsung adalah mahalnya biaya yang harus dikeluarkan.


"Pengalaman DKI Jakarta membutuhkan cost yang cukup mahal karena pilkadanya harus 50 persen plus 1. Lebih baik anggaran yang besar itu digunakan untuk kesejahteraan rakyat, untuk pembangunan karena dengan status non ibu kota itu nanti situasinya pasti berbeda," kata Awiek.


Dalih lainnya adalah pertimbangan banyaknya aset-aset nasional milih pemerintah pusat yang masih ada di Jakarta. Sehingga, kata dia, masih perlu campur tangan dari pemerintah pusat.


"Jadi masih ada keterkaitan antara IKN Nusantara dengan DKJ. Itu lah yang kemudian membuat kita win win solution-nya seperti itu," kata Awiek.


Sebelumnya, gubernur Jakarta diusulkan agar dipilih oleh presiden usai tak lagi menyandang status Ibu Kota.


Hal ini tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ).


RUU ini sudah disetujui oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk dibahas di tingkatan selanjutnya. Dalam Bahan Rapat Pleno Penyusunan RUU Provinsi Daerah Khusus Jakarta pada Senin (4/12) kemarin, Gubernur DKJ diusulkan agar tak dipilih oleh rakyat.


"Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD," demikian bunyi draf RUU DKJ Ayat (2) Pasal 10, dikutip Selasa (5/12/2023).


Lalu, untuk masa jabatan gubernur dan wakil gubernur masih sama seperti sebelumnya, yakni lima tahun dan bisa menjabat untuk dua periode.


"Masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat ditunjuk dan diangkat kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan," demikian bunyi pasal 10 ayat 2.


Draf RUU ini masih berupa usulan dan bisa berubah ketentuannya sesuai dengan pembahasan di tingkat legislatif.


Terkait dengan rapat Baleg kemarin, mayoritas alias sebanyak delapan fraksi menyatakan menyetujui pembahasan RUU DKJ dilaksanakan. Sementara, hanya fraksi PKS yang menolak.


Fraksi PKS menilai RUU DKJ perlu dikaji lebih lanjut khususnya dalam hal pengelolaan keuangan daerah dan wewenang khusus yang diberikan kepada Provinsi Jakarta. Jika tidak dibahas secara komprehensif dikhawatirkan ada kecemburuan dari daerah lain.


Sementara, fraksi PKB menyetujui dengan catatan menolak mekanisme penunjukan Gubernur oleh Presiden. Cara ini dianggap akan merusak sistem demokrasi Indonesia.


“Kami menyetujui pembahasan RUU DKJ dengan beberapa catatan. Salah satu catatan kami adalah jangan sampai status baru Jakarta akan memangkas hak-hak rakyat untuk memilih pimpinan daerah mereka secara demokratis melalui mekanisme pemilu,” ucap Juru Bicara Fraksi PKB Ibnu Multazam dalam keterangan yang diterima. [Democrazy/Suara]

Penulis blog