DEMOCRAZY.ID - Sejak lama, Muslim konservatif dianggap sebagai orang luar oleh masyarakat umum Prancis, karena struktur komunitas Islam dan sebagai ancaman terhadap individualitas.
Baru-baru ini, viral di media sosial mengenai seorang polisi di Paris, Prancis yang menembak dan melukai serius seorang wanita yang melontarkan pernyataan mengancam dan meneriakkan “Allahu Akbar” di kereta.
Polisi dipanggil setelah dua penumpang melaporkan sekitar pukul 07:30 waktu setempat bahwa seorang wanita yang mengenakan “kerudung yang menutup dengan penuh” membuat ancaman di kereta di Val-de-Marne, kata prefek polisi Paris Laurent Nunez pada konferensi pers.
Insiden ini terjadi ketika Prancis bergulat dengan meningkatnya ketegangan akibat perang antara Israel dan Hamas, saat PM Prancis Emmanuel Macrom memang menyatakan dukungannya pada Israel.
Prefek Nunez menambahkan bahwa menurut para saksi, wanita tersebut juga berteriak: “Kalian semua akan mati”.
Menurut komisaris polisi, dia kemudian ditemukan oleh polisi di stasiun Bibliothèque François Mitterrand di Paris, yang segera dievakuasi.
“Petugas polisi memintanya untuk duduk di tanah,” jelas prefek, mengutip Euro News, Senin, 4 Desember 2023.
“Namun wanita tersebut bangkit dan pergi ke arah petugas polisi,” lanjutnya.
Mereka meminta wanita itu untuk tidak bergerak dan menunjukkan tangannya untuk memastikan bahwa dia tidak membawa senjata, tapi dia “menolak untuk menurut”.
Dua petugas polisi kemudian melepaskan delapan tembakan, kata jaksa penuntut umum, yang awalnya melaporkan satu tembakan dilakukan oleh seorang petugas polisi.
Wanita itu terluka parah di bagian perut dan dirawat di rumah sakit. Polisi mengatakan luka-lukanya mengancam nyawa.
Pemeriksaan membuktikan bahwa dia tidak membawa bahan peledak atau senjata di tubuhnya. Stasiun sempat ditutup hingga sore hari dan Menteri Transportasi Clément Beaune mengunjungi lokasi kejadian. Kejadian ini terjadi pada November lalu.
Seperti diketahui, beberapa pihak di Prancis memang tak segan menunjuk ketidaksukaan mereka pada Muslim.
Kasus ini terjadi di tengah ketegangan di Prancis, akibat perang di Gaza antara Israel dan Hamas, dan menyusul pembunuhan guru Dominique Bernard di Arras pada 13 Oktober oleh seorang pemuda dengan catatan radikalisme Islam.
Sejak serangan itu, Prancis telah meningkatkan kewaspadaan teror nasionalnya ke tingkat kesiapan tertinggi.
Ancaman bom telah dikeluarkan di puluhan lokasi di Prancis, yang menyebabkan banyak evakuasi di bandara, stasiun kereta api dan lokasi wisata seperti Istana Versailles.
Sebanyak 100 ancaman bom telah dilontarkan ke bandara-bandara Prancis sejak 18 Oktober, Menteri Transportasi Prancis, Clément Beaune, mengatakan para konferensi pers Oktober lalu. [Democrazy/VIVA]