DEMOCRAZY.ID - Pakar Hukum, Sierra Prayuna menilai perubahan format debat cawapres menimbulkan reaksi keras dari masyarakat.
Pasalnya debat publik capres-cawapres itu sudah ditentukan dalam Pasal 277 ayat 1 UU no. 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Karena itu KPU diminta tidak bisa seenaknya mengubah format debat cawapres yang sudah ditentukan dalam UU.
"Debat publik itu harus dibuat 3 kali untuk capres dan 2 kali untuk cawapres itu diatur oleh Undang-undang, jangan seenaknya melanggar Undang-undang," kata Sierra Prayuna saat dihubungi, Sabtu (2/12/2023).
Sierra Prayuna juga menyentik KPU agar tetap taat terhadap Undang- undang, apalagi aturan debat cawapres itu merupakan penilaian untuk mengetahui kapasitas cawapresnya.
"Kalo semua mau seenaknya sendiri bisa kacau negara ini" ujarnya.
Selain itu, kata dia, perubahan fotmat debat yang dilakukan KPU itu diduga adalah kebohongan publik.
Sebab KPU mengklaim bahwa perubahan format itu sudah disetujui oleh semua pasangan calon presiden, padahal hal itu adalah klaim belaka yang dibuat oleh KPU.
"Padahal pasangan calon nomer 1 dan nomer 3 sudah menyatakan tidak pernah menyetujui adanya format baru yang dibuat oleh KPU," ujarnya.
Sirra Prayuna juga menduga bahwa KPU merubah format dikarenakan adanya tekanan kekuatan politik besar.
"Merubah UU itu di DPR, bukan di KPU. Tugas KPU adalah menjalankan UU bukan merubahnya, ini pasti ada tekanan politik" ujarnya.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengungkap alasan mengubah format debat calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) berbeda dari pemilihan presiden (Pilpres) 2019.
Pada Pilpres 2019, lima kali debat capres-cawapres digelar dengan komposisi satu kali debat khusus cawapres, dua kali khusus capres, dan dua kali dihadiri capres-cawapres
Pada Pilpres 2024, sesuai UU Pemilu, ada tiga kali debat capres dan dua kali debat cawapres.
Kemudian, pada Pemilu 2024, cawapres turut mendampingi pasangannya saat debat capres. Demikian halnya saat debat cawapres.
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari menjelaskan bahwa ketentuan itu diterapkan supaya pemilih dapat melihat sejauh mana kerja sama masing-masing capres-cawapres bahu-membahu satu sama lain dalam penampilan debat.
"Sehingga, kemudian supaya publik makin yakin lah teamwork (kerja sama) antara capres dan cawapres dalam penampilan di debat," kata Hasyim kepada wartawan, Kamis (30/11/2023). [Democrazy/PojokSatu]