DEMOCRAZY.ID - Pergantian tahun yang tinggal menghitung hari bakal menjadi babak penentu.
Pilpres 2024 yang diikuti tiga kontestan bakal menyajikan pertarungan kelompok pro demokrasi Vs politik dinasti.
Siapa yang paling kuat, jawabannya bakal diketahui pada 14 Februari 2024.
Direktur Eksekutif Setara Institute, Halili Hasan menyebutkan, Presiden Jokowi yang memiliki kepentingan dalam pemilu tak mungkin tidak bermain di belakang layar.
Terlebih, ragam peristiwa kontroversial yang terjadi mengiringi pergantian tahun tak lepas dari intervensi.
“Pertaruhan puncak bagi demokratisasi di Indonesia terletak pada Pemilu 2024. Kekuasaan politik Jokowi, tidak mungkin tidak, akan bekerja untuk memperpanjang kekuasaan politiknya melalui salah satu paslon, di mana anak presiden menjadi cawapres,” kata Halili, dalam sebuah acara diskusi yang digelar di Jakarta, belum lama ini.
Dia meyakini demokrasi sekarang ini tidak baik-baik saja, melihat lemahnya pengawasan baik pada level legislatif maupun fungsi kontrol pada publik.
Adanya kasus intimidasi dan kriminalisasi aktivis menjadi salah satu indikatornya.
“Saya percaya, masyarakat tidak akan berdiam diri mendapatkan kedaulatan politiknya dirampas dan demokrasi dirusak sedemikian rupa. Rakyat akan melaksanakan fungsi kontrol otentik yang dibutuhkan, agar ekosistem demokrasi Indonesia membaik dan kembali ke jalur konsolidasi demokrasi yang seharusnya,” tuturnya.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Indonesia, Ray Rangkuti, mengatakan Pemilu 2024 sudah menunjukkan gelagat kegagalan sebagai simbol demokrasi.
Pasalnya, dalam tahapannya terjadi intimidasi, kekerasan, mobilisasi politik uang dan manipulasi suara.
“Dua dari tiga dosa tersebut sudah terjadi saat ini, dari masuknya dana illegal untuk kepentingan pemilu hingga intimidasi dan kekerasan,” kata Ray.
Menurut Ray, publik perlu melakukan interupsi dengan mengampanyekan demokrasi, menolak terjadinya politik dinasti.
“Kampanye aktif yang dilakukan oleh generasi muda diharapkan dapat menghalau dikorbankannya pemilu dan demokrasi untuk kepentingan rezim dan dinasti politiknya,” kata Ray. [Democrazy/Akurat]