CATATAN POLITIK

'Tampilan Karikatur TEMPO Tajam Menggelitik, Mampu Menghibur'

DEMOCRAZY.ID
November 02, 2023
0 Komentar
Beranda
CATATAN
POLITIK
'Tampilan Karikatur TEMPO Tajam Menggelitik, Mampu Menghibur'


'Tampilan Karikatur TEMPO Tajam Menggelitik, Mampu Menghibur'


Di tengah kesulitan media cetak untuk bernafas, terutama majalah berita mingguan, TEMPO jadi satu-satunya majalah berita yang mampu bertahan hidup, setidaknya hingga sekarang. 


Bertahan dalam gempuran media, khususnya media online, yang menyajikan berita setiap waktu, tidak menunggu waktu lama berita itu bisa tersaji.


Majalah TEMPO mampu bertahan hidup, itu karena kreativitas awak redaksinya dalam mengulas berita agar tetap hangat, acap jadi rujukan media lainnya. 


Jurnalisme TEMPO adalah jurnalisme investigasi, yang menyajikan berita dengan lebih mendalam, namun disajikan ringkas, dan enak dibaca. Setidaknya itu ciri khas TEMPO yang sulit disamai media lainnya. TEMPO bisa disebut sebagai pelopor jurnalisme investigasi.


Belakangan ini, di tahun politik menuju Pilpres 2024, kita melihat sajian majalah TEMPO terasa lebih nendang. Tidak saja ulasan beritanya yang makin tajam, tapi juga sajian sampul depan majalah (cover) terlihat nakal menggelitik. 


Cover dibuat lebih atraktif, ngeri-ngeri sedap, tapi tetap menghibur. Acap ditambahkan judul pada cover, yang juga menyentak. Judul dibuat dengan tidak sekadar narasi penguat makna dari karikatur yang dimunculkan, tapi juga penguat isi berita.


Isu seberat apa pun yang diangkat, tetap bisa tampil menghibur. Itulah kekuatan TEMPO sebenarnya. Ditambah pilihan cover yang tergolong “nekat”, itu bukan tanpa perhitungan. Justru aspek utama bagi sebuah media untuk bertahan hidup telah dipenuhinya.


Aspek relevan, estetis diantaranya, yang itu memungkinkan aspek komersial bisa diraih. Aspek-aspek utama itulah yang menjadikan sebuah media bisa bernafas panjang. Sedang aspek etis, dan itu dalam penyajian (cover), tidak dipungkiri ada yang menganggap sebagai tampilan kurang etis, tentu bagi para pihak yang tersengat atau tertendang pilihan politiknya. 


Tapi tidak demikian dengan kelompok yang kebetulan sesuai pilihan politiknya, maka sajian cover majalah TEMPO dianggap etis, bagian dari kreativitas.


Sajian TEMPO itu tentu tidak dapat memuaskan semua pihak. Tapi pastinya saat diputuskan menampilkan perwajahan yang terbilang nekat, itu tidak sekadar menghitung untung rugi. Semua aspek sudah dipikirkan, dan yang tersaji adalah cover TEMPO tampil dengan disain karikatur menggelitik, lucu, dan menghibur.


Media semacam TEMPO dituntut terus memutar otak, bagian dari strategi marketing yang terus dimainkan di tengah persaingan ketat, utamanya dari media online dengan kecepatan pemberitaannya yang bak kilat menyambar. 


Tidak menunggu menitan kejadian di suatu tempat itu diberitakan, tapi cukup dalam hitungan detik saja berita itu sudah sampai disajikan sebagai suatu berita, termuat di gadget kita, dan gratis. 


Maka, pilihan TEMPO menyajikan tampilan yang tak biasa, itu bagian dari kerja kreatif agar tetap dilirik sebagai media alternatif yang dibutuhkan.


Tampilan cover TEMPO yang dibuat “nakal”, itu masuk dalam strategi pemasaran. Setelah diukur seberapa besar konsumen medianya menyukai gaya tampilan menabrak ketidaklaziman, tapi yang tetap dimungkinkan jadi pilihan. 


Maka, pilihan menampilkan karikatur pada tokoh (politik) tertentu yang paling menyita pemberitaan dalam sepekan, dan yang masih akan jadi pemberitaan pekan berikutnya, bahkan bisa diberitakan lebih panjang lagi, itu setidaknya yang jadi pilihan untuk dimunculkan.


Karenanya, tidak perlu sampai terkaget, jika Presiden Jokowi dan sang putra sulung Gibran Rakabuming Raka, dan tak ketinggalan Prabowo Subianto, itu jadi pilihan TEMPO untuk diberitakan dari pekan ke pekan dengan varian karikatur yang tidak sekadar tempelan gambar, tapi punya makna lebih jauh dari apa yang tersaji. 


Tampil menghibur, bahkan jika mau jujur semestinya yang disentil pun, terutama kelompok pengikut setianya, mestinya bisa tersungging senyum, meski hati cenut-cenut tersulut mangkel.


Kesan mengolok mau tidak mau dan suka tidak suka akan muncul, itu konsekuensi dari sikap politik yang dimunculkan tokoh bersangkutan, yang lalu jadi bidikan untuk diberitakan. Karenanya, sadar atau tidak sadar itu bagian penyerahan diri untuk jadi pilihan diberitakan. Makin “norak” tampilan dan sikap politik dimunculkan tokoh politik tertentu, maka karikatur dibuat dengan menyesuaikan tingkah pola tokoh politik yang memilih jalan absurditas.


TEMPO edisi teranyar pun menampilkan karikatur 3 orang tadi, Jokowi, Gibran dan Prabowo, yang memang menguasai pemberitaan untuk diberitakan. 


Penilaian pun layak diberikan, bisa dipandang sedap bagi mereka yang sepakat dengan pola yang dipilih TEMPO, sedang bagi yang tidak sepakat pun mestinya sepakat bahwa 3 tokoh utama itu layak diberitakan. Karenanya, menjadi mafhum jika itu yang dipilih untuk dieksekusi.


Ilustrasi Jokowi memanjat meja podium sambil kedua tangannya mengangkat Gibran tinggi-tinggi, itu seakan pose menyerupai Patung Dirgantara, yang berlokasi di Pancoran, Jakarta Selatan. Biasa disebut pula dengan Patung Pancoran. Tapi ada yang menyebut pose itu menyerupai ilustrasi cover sebuah film animasi the Lion King.


Makna karikatur yang dimunculkan, itu seperti tidak perlu penjelasan, bahwa Gibran memang dikehendaki untuk meneruskan trah Jokowi. Meski sampai perlu dipaksakan dengan tidak sewajarnya. Penggambaran karikatur yang memperlihatkan ambisi Jokowi mengerek Gibran tinggi-tinggi. 


Sedang Prabowo digambarkan bagai Pak Gembul dengan perut menyembul buncit, hanya mampu mengawasi dari belakang ulah sang bapak dalam memperlakukan sang anak. Prabowo seperti dibuat pasrah bongkoan, yang penting ambisi nyicipi jadi presiden terkabulkan.


Menariknya lagi pada cover itu diberi judul sebagai penguat makna di balik karikatur yang muncul. Diambil dari lagu anak-anak, “Timang-Timang Anakku Sayang”, yang diplesetkan jadi Timang-Timang Dinastiku Sayang. Menampar telak kesadaran, bahwa Gibran yang unyuk-unyuk memang tak semestinya sampai perlu diusung sang bapak (Jokowi) tinggi-tinggi.


Di tengah gesekan politik menuju Pilpres 2024 yang sepertinya akan terus mengeras, TEMPO diharap tampil dengan pemberitaan obyektif. Pemberitaan dengan tidak memihak pasangan calon (paslon) tertentu. 


Boleh dan asyik jika terus tampil dengan perwajahan yang artistik menggelitik. Terpenting diharap mampu menyadarkan kesadaran, bahwa politik peralihan kekuasaan kali ini, jika tidak diantisipasi, gesekannya akan keras. 


Bisa jadi lebih keras dari sebelumnya. Dan, media semacam TEMPO diharap bisa menjadi wasit yang baik dalam mendorong Pilpres 2024 menampilkan permainan fair play. ***

Penulis blog