POLITIK

Setidaknya 5 Alasan Orang Menjadi Golput, Tidak Melulu Soal Tak Cocok Kandidat Capres-Cawapres

DEMOCRAZY.ID
November 03, 2023
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Setidaknya 5 Alasan Orang Menjadi Golput, Tidak Melulu Soal Tak Cocok Kandidat Capres-Cawapres



DEMOCRAZY.ID - Sebanyak 34,75 juta atau sekitar 18,02 persen orang golongan putih atau golput alias tidak menggunakan hak pilih pada Pemilu 2019.


Jumlah tersebut tetap fantastis meski lebih sedikit dibanding Pemilu 2014 yang mencapai 58,61 juta orang atau 30,22 persen.


Lantas apa sebab tak sedikit orang memilih menjadi golput dalam pemilu?


1. Tidak peduli


Salah satu penyebab tingginya angka golput adalah sikap apatis atau tidak peduli masyarakat terhadap politik. Ketidakpedulian itu bukan tanpa sebab. 


Biasanya mereka cenderung kecewa dengan pemerintahan sebelum dan menganggap politik tidak memiliki implikasi positif terhadap kehidupan mereka. Kekecewaan bisa jadi karena kebijakan negatif pemerintah atau karena kebijakan yang tak terealisasi.


“Padahal, golput tidak akan menjadi solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut. Justru dengan menggunakan hak pilih saat pemilu, maka masyarakat bisa memilih pemimpin berintegritas dan antikorupsi sehingga pemerintahan dapat dijalankan secara bersih, antikorupsi, adil, dan merata,” menurut Pusat Edukasi Antikorupsi KPK.


2. Tidak ada kandidat yang cocok


Fenomena ini terjadi pada Pemilu 2019 lalu. Karena tidak ada kandidat yang cocok, Steven (28) enggan memberikan suaranya. Padahal saat Pilpres sebelumnya, dia tak pernah bolos nyoblos. Alasannya? 


Steven mengaku jengah. Menurutnya tak ada kandidat yang cocok dengan preferensi politiknya. Warga Depok, Jawa Barat, itu mengaku sebelumnya ia adalah pendukung presiden petahana. Namun manuver politik yang dilakukan dalam 6 bulan terakhir membuatnya golput


“Pemerintahan Jokowi selama 4,5 tahun, saya lihat berusaha dengan sangat kuat menunjukkan citra Islam yang moderat. Tapi kemudian tokoh yang dipilih jadi cawapres pendampingnya adalah tokoh yang mewakili apa yang disebut dengan gerakan-gerakan yang berpotensi sangat keras sekali,” katanya.


3. Karena administrasi


Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Wawan Ikhwanudin, mengatakan golput tak melulu berhubungan dengan aksi protes terhadap perpolitikan. Ada pula pemilih yang tidak datang ke TPS atau tidak menggunakan hak pilihnya karena alasan lain, yang bukan protes. 


“Misalnya karena alasan administratif, orang tidak sempat mengurus pindah TPS tapi karena dia alasan tugas dan sebagainya dia harus pindah TPS akhirnya tidak bisa nyoblos,” katanya.


Dalam survei nasional LIPI bulan Februari 2019, Wawan mengungkap, jumlah Golput karena mereka benar-benar tidak ingin memilih sangatlah kecil. 


“Sebenarnya orang Indonesia kalau ditanya ‘apakah akan datang ke TPS kalau punya hak pilih dan tidak ada halangan apa pun?’, hampir seluruhnya mengatakan akan datang,” katanya.


4. Tidak tahu tanggal Pemilu


Meski dewasa ini terasa mustahil untuk tak mengetahui pemberitaan tentang Pemilu, faktanya tidak semua orang tahu kapan tanggal pastinya. 


Pada Pemilu 2019 lalu hasil survei LSI yang diadakan sebulan sebelum hari pencoblosan menunjukkan mayoritas tidak mengetahui tanggal pasti diadakannya pemilu. 


Dari 1.200 responden, 29,5 persen menyatakan tidak tahu bahwa April 2019 akan diadakan Pemilu. Sedangkan 24,2 persen yang bisa menjawab bulannya, tidak dapat menjawab tanggal pasti diadakannya pemilu.


5. Tidak difasilitasi


Penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dengan Warga Negara Indonesia lainnya untuk memberikan suara di hari Pemilu. Sayangnya, keterbatasan yang dimiliki sering kali menghambat mereka untuk memberikan suara. 


Misalnya, tidak ada bantuan untuk pergi menuju ke lokasi Tempat Pemungutan Suara atau TPS dan tidak tersedianya surat suara khusus bagi disabilitas. Padahal, jumlah pemilih disabilitas di Indonesia pada 2019 mencapai 1,2 juta orang.


Sumber: Tempo

Penulis blog