DEMOCRAZY.ID - Wamenkumham Prof Eddy Hiariej atau lengkapnya Prof Edward Omar Sharif Hiariej pernah menjadi sorotan pada saat menjadi saksi ahli dalam kasus kopi sianida Mirna Salihin yang memberatkan Jessica Wongso.
Kini, KPK menetap Wamenkumham Prof Eddy Hiariej sebagai tersangka kasus dugaan suap Rp 7 miliar, Kamis (9/11/2023).
Sekarang lagi viral, bahwa kasus yang menjerat Wamenkumham Prof Eddy Hiariej ini dikaitkan dengan karma kopi sianida Jessica? Otto Hasibuan sebagai kuasa hukum pro bono Jessica tak mau berkomentar terkait kasus yang menjerat Eddy Hiariej tersebut.
Wamenkumham Prof Eddy Hiariej dikenal sebagai profesor termuda saat berusia 37 tahun dan menjabat Wakil Menteri Hukum dan HAM yang diangkat Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia wakil dari Menkumham Prof Yasonna Laoly.
Prof Eddy Hiariej merupakan guru besar hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) dikenal sebagai spesialis saksi ahli.
Eddy melakoni profesi sampingan saksi ahli sejak tahun 2006. Ia berhenti setelah ditunjuk menjadi Wakil Menteri Kemenkumham pada tahun 2020.
“Selama 14 tahun aku sudah 800 kali menjadi saksi ahli di berbagai perkara,” ujar Eddy dalam sebuah tayangan TV, 24 Maret 2023.
Kini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wamenkumham Prof Eddy Hiariej sebagai tersangka kasus dugaan suap Rp 7 miliar, Kamis (9/11/2023).
“Penetapan tersangka Wamenkumham, benar, itu sudah kami tandatangani sekitar dua minggu lalu,” ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (9/11/2023).
Kasus ini awalnya diungkap oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso yang melaporkan Eddy pada bulan Maret tahun 2023 ke KPK.
“Jadi ini terkait adanya aliran dana sekitar Rp7 miliar,” ucap Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (14/3/2023).
Inilah sejumlah kontroversi Wamenkumham Prof Eddy Hiariej
1. Saksi Ahli di Kasus Kopi Sianida Mirna Salihin
Pada sidang ke-14 kasus kopi sianida, sebagai saksi ahli, Prof Eddy bersaksi bahwa majelis hakim tak perlu ragu menjatuhkan hukuman kepada terduga pelaku Jessica Wongso meski motif pembunuhan belum terungkap.
“Kalau ada ahli pidana bilang butuh motif, suruh baca lagi sejarah pembentukan KUHP di Belanda,” ujar Eddy pada 2016.
Akhirnya, majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman penjara 20 tahun kepada Jessica Wongso.
Terbaru, saat penayangan film dokumenter garapan Netflix berjudul Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso, publik mengingatkan kembali kasus tewasnya Wayan Mirna Salihin karena meminum kopi sianida.
Seiring dengan tayangnya film tersebut, kembali menimbulkan kontroversi dan teka-teki di publik mengenai kejelasan kasus pembunuhan Mirna.
Bahkan opini di masyarakat berseliweran akan keraguan tentang proses peradilan Jessica Wongso menjadi terdakwa pembunuh Mirna Salihin.
Menjawab keraguan publik tersebut, Prof Eddy Hiariej yang selaku saksi ahli dalam sidang kasus Jessica saat itu menjelaskan kalau kasus Jessica itu sebenarnya telah terang benderang.
“Saya ingin mengatakan dalam kasus Jessica ini mengapa saya begitu yakin, saya pengalaman sebagai ahli di Pengadilan bukan satu dua kali, lebih dari 100 kali, saya ketika kasus Jessica itu berita acara pemeriksaan saya lebih dari 200 halaman,” ujarnya dikutip dari tayangan Catatan Demokrasi tvOne.
Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan dirinya membaca seluruh keterangan ahli, dan keterangan saksi.
“Bahkan saya melihat 9 CCTV dihadirkan untuk saya melihat dulu bahwa saya memberikan keterangan,” ujarnya.
Prof Eddy mengungkapkan kalau ada dua keterangan ahli yang menambah keyakinannya bahwa Jessica adalah pelakunya. Kesaksian yang diberikan oleh Profesor Ronny Nitibaskara dan juga yang diberikan oleh dr. Natalia yang merupakan Psikiater Forensik RSCM.
“Tetapi ada satu kunci yang juga membuat saya yakin adalah eksperimen yang dilakukan oleh Profesor Doktor I Made Agus Gelgel, saya hadir di persidangan hari itu bersamaan dengan I Made Gelgel,” imbuhnya.
“Percobaan I Made Gelgel itu yang membuat yakin bahwa memang Jessica itu adalah pelaku,” tuturnya.
“Karena kita lihat possibility siapa yang akan menjadi tersangka kan orang-orang berada di sekitar situ (pada waktu itu).”
Diketahui, Jessica merasa amat terbantu dengan bantuan hukum secara cuma-cuma yang diberikan Otto Hasibuan sepanjang kasusnya bergulir di persidangan.
“Pak Otto Hasibuan memberikan pelayanan pro bono untuk permasalahan hukum ini,”demikian sepenggal penegasan Jessica Kumala Wongso dalam surat terbukanya yang menampik tudingan dari beberapa pihak soal lawyer yang membelanya mendapat bayaran besar.
Surat tertanggal 10 Oktober 2023 dengan bermaterai itu, Jessica menampik tudingan menjual rumah atau harta benda untuk membiayai layanan hukum lawyernya.
Baginya, tudingan tersebut tidaklah benar sebagaimana realita yang ada. Sebaliknya dengan layanan hukum pro bono yang diberikan Otto Hasibuan, Jessica amat terbantu.
“Dari lubuk hati yang paling dalam, saya dan keluarga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pak Otto Hasibuan yang telah membantu dengan kerja keras, tulus hati dan tanpa bayaran apapun,” katanya.
Secara terpisah, Kuasa hukum Jessica Kumala Wongso, Otto Hasibuan menegaskan, layanan yang diberikan dalam kasus kopi sianida yang menewaskan Mirna Salihin merupakan pro bono atau cuma-cuma. Hal tersebut menepis tuduhan bahwa terdapat pemerasan yang dilakukan dirinya sebagai kuasa hukum terhadap keluarga Jessica Wongso.
“Saya tidak pernah dibayar Rp1 pun dalam kasus ini,” ujarnya dalam tayangan Youtube Karnil Ilyas Club.
Terkait saksi ahli Prof Eddy Hiariej yang memberatkan Jessica Kumala Wongso kini menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap Rp 7 miliar yang telah menjadi tersangka di KPK, Otto Hasibuan tidak bisa berkomentar.
Ketika ditanyakan, apakah ini bagian dari karma? Ketua Umum PERADI itu hanya menjawab singkat. “Hanya Tuhan yang tahu,”ujarnya dikutip dari Tribun.
Diketahui, kasus pembunuhan Mirna Salihin yang melibatkan Jessica kembali menjadi sorotan setelah diangkat dalam tayangan Netflix berjudul berjudul ‘Ice Cold: Murder, Coffe and Jessica Wongso’.
2. Kasus Tambang yang Menyeret Wamenkumham Prof Eddy Hiariej
Dugaan gratifikasi Rp 7 miliar ini berawal dari perseteruan antara Helmut Hermawan mantan Direktur PT Citra Lampia Mandiri dan pemilik PT Assera Capital, Zainal Abidinsyah Siregar.
Keduanya bersengketa dalam kepengurusan Citra Lampia Mandiri, sebuah perusahaan tambang nikel di Sulawesi Selatan (Sulsel).
Sebelumnya Wamenkumham Prof Eddy Hiariej disebut-disebut berpihak pada kubu Helmut Hermawan karena diduga telah menerima uang Rp 7 miliar dari Helmut melalui orang dekatnya Yogie Arie Rukmana dan Yosi Andika Mulyadi. Uang tersebut ditransferkan secara bertahap pada medio April hingga Oktober 2022.
Awalnya uang tersebut ditransferkan ke Yogie tapi Eddy Hiariej mengembalikan uang tersebut tapi ditransferkan kembali oleh Helmut kepada Yosi.
Belakangan Eddy Hiariej menyatakan bahwa Yosi bukan asisten pribadinya melainkan bekas mahasiswanya yang membantu kasus Helmut.
Tapi faktanya, kuasa hukum Helmut adalah Rusdianto Matulatua, bukan Yosi. Dan Rudianto menyampaikan awal mula Helmut meminta bantuan Eddy Hiariej adalah agar dia mengawal perseteruan kepengurusan PT Citra Lampia Mandiri di Kementerian Hukum dan HAM.
Atas bantuan tersebut Helmut dikabarkan memberikan Rp 7 miliar kepada Eddy lewat asisten pribadinya.
Yang menarik, Eddy Hiariej berubah 180 derajat dan berpindah haluan memihak kubu PT Assera Capital, Zainal Abidinsyah Siregar karena dianggap menerima uang lebih besar yaitu 15 miliar dan dijanjikan pembagian saham.
Lalu terjadilah pertemuan pada 27 September di rumah HI, seorang pengusaha tambang senior untuk membantu penyelesaian sengketa ini. Dalam pertemuan tersebut hadir Wamenkumham Prof Eddy Hiariej dan politikus senior IM.
Dari sumber IPW, pertemuan tersebut Eddy Hiariej yang harusnya mengawal Helmut justru mencencarnya perihal nominee shareholder declaration of trust dari induk perusahaan PT Citra Lampia Mandiri yaitu PT Asia Pacific Mining Resources (APMR).
Dalam pertemuan tersebut, HI juga diduga menawarkan dua penyelesaian masalah pada Helmut, yaitu menghadapi perkara pidana yang bakal menjerat Helmut atau menyerahkan 45 persen saham PT Citra Lampia Mandiri. Eddy Hiariej dan IM disebut-sebut diduga akan menerima sebagian saham itu.
Helmut yang merasa sudah membayar Rp 7 miliar kepada asisten pribadinya (Yosi) merasa dikhianati oleh Eddy Hiariej yang mendadak berubah dukungan memilih lewat jalur hukum saja.
Lalu, pada 12 Maret 2023 Ketua IPW Sugeng Teguh Santosa melaporkan wamenkumham Prof Eddy Hiariej atas dugaan Gratifikasi ke KPK untuk kasus ini.
Kemudian, pada tgl 11 Oktober 2023 kasus Eddy Hiariej naik ke penyidikan. Selanjutnya, KPK menetap Prof Eddy Hiariej sebagai tersangka kasus dugaan suap Rp 7 miliar pada Kamis (9/11/2023).
3. Proyek Hambalang
Sebelumnya, kasus besar pertama yang dijajaki Eddy sebagai saksi ahli adalah proyek Hambalang. Kasus itu melibatkan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.
Saat itu, pengadilan bertempat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Dalam kasus korupsi proyek Hambalang, Eddy hadir sebagai saksi ahli yang memberatkan Anas.
4. Sengketa Pilpres 2019
Eddy pernah menjadi perbincangan saat menjadi ahli dalam sidang perselisian hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi.
Saat itu, Eddy menjadi ahli yang dihadirkan pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin.
Kredibilitas Eddy sempat dipertanyakan Bambang Widjojanto yang menjadi Ketua Tim Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Bambang mempertanyakan jumlah buku dan jurnal internasional yang ditulis Eddy terkait Pemilu.
Eddy Hiariej mengakui tidak pernah menulis buku yang spesifik membahas Pemilu, akan tetapi sebagai seorang guru besar bidang hukum ia menekankan pentingnya menguasai asas dan teori untuk menjawab segala persoalan hukum.
Sebagai saksi ahli, Eddy dengan tegas membela Jokowi-Maruf Amin. Dalam sidang itu, Eddy menyebut Mahkamah Konstitusi bukanlah “Mahkamah Kalkulator”.
Kata tersebut dilontarkan Eddy lantaran ia menganggap penasihat hukum pasangan Prabowo-Sandiaga terlalu memaksakan dalil agar hakim mengakui kemenangan Prabowo-Sandiaga.
5. Persoalan UU Cipta Kerja
Tidak ketinggalan persoalan UU Cipta Kerja yang juga mendapat kritik keras dari Eddy. Eddy Hiariej melihat UU Cipta Kerja berpotensi menjadi macan kertas karena tidak memiliki sanksi yang efektif.
Selain itu, UU Cipta Kerja juga tidak sesuai prinsip titulus et lex rubrica et lex yang berarti isi dari suatu pasal itu harus sesuai dengan judul babnya.
Sumber: IndeksNews