HUKUM

Sederet Temuan PBHI Ihwal Kejanggalan Putusan MK Soal Batas Usia Cawapres

DEMOCRAZY.ID
November 05, 2023
0 Komentar
Beranda
HUKUM
Sederet Temuan PBHI Ihwal Kejanggalan Putusan MK Soal Batas Usia Cawapres



DEMOCRAZY.ID - Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani, mengatakan timnya menemukan berbagai pelanggaran dilakukan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan perkara tentang batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden. 


"Kalau dari kami mulai dari mekanisme administrasi sudah banyak masalah. Itu bisa kita lihat jelas di situs MK, dan dokumen yang dikasih MK sendiri," kata Julius, saat dihubungi, Ahad, 5 November 2023.


Sidang uji materi itu dilakukan pada Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pertama, kata Julius, soal perbaikan permohonan. Permohonan yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru Re A itu terungkap di dalam sidang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). 


Silakan buka risalah sidang dengan agenda perbaikan permohonan di halaman enam, itu jelas," kata dia.


Menurut Julius, tertulis jelas dalam risalah sidang perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu bahwa panitra dan hakim menerima dokumen uji materi itu tanpa ada tanda tangan. 


"Pertanyaannya itu bagaimana bisa dibahas dan dikabulkan," ujar Julius. Kedua, permohonan Almas Tsaqibbirru dengan kuasa hukum Dwi Nurdiansyah Santoso itu pernah dicabut. 


Dalam risalah sidang, terungkap surat permohonan pencabutan itu dikirimkan pada 26 September 2023. MK baru menerima surat itu pada Jumat, 29 September. 


Lalu diajukan kembali permohonan pembatalan pencabutan keesokan harinya, dan diterima MK pada 30 September 2023.


"Berkaitan dengan tanggal 29 permohonan pencabutan perkara Nomor 90, diajukan oleh kuasa hukum. Kemudian, 30 September 2023 berkaitan dengan pembatalan pencabutan perkara Nomor 90. Siapa yang bisa menjelaskan ini?" ucap Hakim Suhartoyo, yang memimpin sidang konfirmasi tersebut pada 3 Oktober 2023.


Namun, proses pembatalan itu dilakukan kuasa hukum. Dwi menyatakan ada perbaikan dalam surat-menyurat. 


"Kemudian tanggal 29 itu hasil koordinasi, Almas kemudian meminta tetap diteruskan saja, diperiksa dan diputuskan oleh majelis hakim. Sebab itu, di tanggal 29 itu kita langsung kirimkan surat lagi pembatalan atas pencabutan tersebut, Yang Mulia," tutur Dwi, seperti tertulis dalam dokumen risalah sidang.


Julius menyesali proses persidangan yang meloloskan gugatan Almas Tsaqibbirru yang sebelumnya dibatalkan. 


"Ini kaitannya dengan perkara, lho. Seharusnya di kepanitraan. Tapi diterima," ujar Julius.


Tentang pencabutan ini, dia menyatakan terungkap bahwa Almas mengakui tidak mengetahui pencabutan perkara itu. 


"Lalu si pemohon ketika ditanya, 'Kamu enggak tahu ini dicabut?' 'Enggak tahu'," kata dia. Julius mengaku heran saat terungkap Almas Tsaqibbirru tidak mengetahui proses pencabutan perkara tersebut. 


Anehnya, kata dia, pembatalan uji materi itu tetap dibahas tanpa mengeluarkan surat penetapan sesuai Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2021.


Julius mengatakan perkara yang sudah dicabut itu tak dapat diajukan kembali. Jika pencabutan itu dibatalkan, MK seharusnya mengeluarkan surat penetapan. 


Namun, dalam kasus uji materi itu, surat penetapan sebagai syarat sah yang diatur dalam Peraturan MK itu tanpa ada surat penetapan. "Jadi barang ini itu khusus banget, spesial," tutur dia.


Kejanggalan lainnya, Julius menuturkan tentang inkonsistensi putusan. Menurut dia, tidak ada materi gugatan itu yang diubah antara persidangan gelombang pertama dan kedua tidak ada perbedaan. Berikutnya tidak ada kehadiran Anwar Usman di sidang pertama dengan alasan konflik kepentingan. 


"Lalu dia hadir di gelombang kedua ikut memutuskan," katanya.


Lantaran dugaan pelanggaran itu, hakim MK dilaporkan ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. Dari 20 laporan, sepuluh di antaranya laporan mengenai pelanggaran Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, ipar Presiden Joko Widodo atau Jokowi. 


Anwar juga paman Gibran Rakabuming Raka, cawapres yang bersanding dengan Prabowo Subianto di Pemilu 2024.


MKMK memulai sidang perdana pada Kamis, 26 Oktober lalu. Sidang itu berlangsung secara terbuka bagi para pelapor dan tertutup saat sidang pemeriksaan hakim MK. Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie akan memutuskan dugaan pelanggaran etik ini pada Selasa, 7 November 2023. [Democrazy/Tempo]

Penulis blog