DEMOCRAZY.ID - Serangan Israel ke wilayah Gaza, Palestina, menuai kecaman dari berbagai pihak. Bahkan, ada beberapa negara yang memutuskan untuk memutus hubungan diplomatiknya dengan Tel Aviv serta memanggil duta besar (dubes) Negeri Yahudi itu.
Hal ini menambah panjang daftar negara yang memiliki hubungan buruk dengan Israel
Berikut sejumlah negara yang menarik duta besarnya dari Israel sebagaimana dirangkum CNBC Indonesia:
1. Bolivia
Bolivia dengan tegas memutuskan hubungan diplomatik Selasa pekan lalu. Alasannya, karena "kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan terhadap rakyat Palestina".
Keputusan tersebut diumumkan oleh Wakil Menteri Luar Negeri Freddy Mamani dan pejabat Menteri Kepresidenan Bolivia dan Menteri Luar Negeri sementar MarÃa Nela Prada.
Pengumuman disampaikan satu hari setelah Presiden Bolivia Luis Arce bertemu dengan Duta Besar Palestina untuk Bolivia Mahmoud Elalwani.
Perwakilan Bolivia untuk PBB, Diego Pary, juga menegaskan kembali pendirian negaranya pada pertemuan darurat Majelis Umum PBB. Ia mengatakan bahwa negaranya "berpihak pada hak-hak rakyat Palestina."
"Rakyat dan pemerintah Bolivia telah mengambil keputusan untuk memutuskan hubungan diplomatik mulai hari ini dengan negara Israel karena kami menganggapnya sebagai negara yang tidak menghormati kehidupan masyarakat, hukum internasional atau hukum kemanusiaan internasional," kata Pary, seperti dikutip CNN International.
2. Cile
Cile memutuskan untuk memanggil duta besar mereka di Israel. Alasannya adalah apa yang dilakukan Israel ke Gaza adalah pembantaian ke warga Palestina.
"Mengingat pelanggaran Hukum Humaniter Internasional yang tidak dapat diterima yang dilakukan Israel di Jalur Gaza, Pemerintah Cile memutuskan untuk memanggil kembali duta besar Chile untuk Israel, Jorge Carvajal, ke Santiago untuk berkonsultasi," kata Kementerian Luar Negeri Cile.
3. Kolombia
Presiden Kolombia Gustavo Petro juga mengatakan hal serupa. Ia menyebut pembantaian rakyat Palestina membuat Bogota tidak nyaman untuk berada di Tel Aviv.
"Jika Israel tidak menghentikan pembantaian terhadap rakyat Palestina, kita tidak bisa berada di sana," kata Presiden Kolombia Gustavo Petro dalam postingan di media sosial X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter.
Pemimpin sayap kiri negara Amerika Latin itu telah beberapa kali mengkritik tanggapan Israel terhadap serangan Hamas dalam beberapa pekan terakhir, yang menyebabkan kemerosotan tajam dalam hubungan bilateral. Pada tanggal 8 Oktober, Petro mengecam taktik "neo-Nazi" Israel di Jalur Gaza, yang memicu kritik dari duta besar Israel untuk Bogota.
4. Yordania
Hal sama juga dilakukan Yordania. Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi mengatakan menarik duta besar di Israel dan menolak masuk kembali duta besar Israel di sana.
"Kembalinya duta besar tersebut akan bergantung pada Israel yang menghentikan perangnya di Gaza, menghentikan bencana kemanusiaan yang diakibatkannya, dan menahan diri dari tindakan yang mengabaikan hak-hak dasar warga Palestina, termasuk akses terhadap makanan, air, dan obat-obatan, serta kehidupan yang aman dan stabil di tanah nasional mereka," katanya seraya mengumumkan dimulainya proses evakuasi warganya dari Jalur Gaza pada Rabu lalu.
Respons Israel
Israel pun merespon manuver diplomatik ini. Kementerian Luar Negeri Israel menyebut keputusan Bolivia untuk memutuskan hubungan diplomatik sebagai penyerahan diri terhadap terorisme dan rezim Khomeini di Iran. Diketahui, Iran merupakan rival nomor satu dari Israel di Timur Tengah.
"Dengan mengambil langkah ini, pemerintah Bolivia bersekutu dengan organisasi teroris Hamas," tambah lembaga itu.
Sementara itu, untuk Cile dan Kolombia, Tel Aviv menyerukan kepada kedua negara itu untuk secara eksplisit mengutuk organisasi teroris Hamas, yang menurutnya membantai dan menculik bayi, anak-anak, wanita dan orang tua.
"Kami mengharapkan Kolombia dan Cile untuk mendukung hal negara demokratis untuk melindungi warga negaranya, dan menyerukan pembebasan segera semua korban penculikan, dan tidak bersekutu dengan Venezuela dan Iran dalam mendukung terorisme Hamas," tambah Kementerian Luar Negeri Israel. [Democrazy/CNBC]