DEMOCRAZY.ID - Presiden Jokowi terus diserang terkait putusan MK yang memberi jalan Gibran Rakabuming Raka maju Pilpres.
Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Rokhmin Dahuri yang juga politisi PDIP sempat melemparkan serangan kritik terhadap Jokowi.
Kekhawatiran Rokhim terhadap kondisi belakangan ini lah yang membuatnya berani melayangkan serangan terhadap Jokowi.
Terlebih usai MKMK memutuskan bahwa adik ipar Jokowi, Anwar Usman telah melanggar etik.
"Jujur saya mengundang bukan atas lembaga apa pun, tetapi atas nama pribadi rakyat Indonesia yang mengkhawatirkan kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam dua bulan terakhir ini," kata dia saat menyampaikan pidato pembuka diskusi di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa 13 November 2023.
Rokhmin mengatakan, majunya sebuah bangsa dan negara bisa tercapai apabila kehidupan berdemokrasi tidak dicederai.
Demokrasi di Indonesia, menurut Rokhmin, yang baru tahap prosedural terlihat kian turun setelah putusan dengan nuansa drama dari MK muncul.
"Kalau setahun terakhir ini kita mencermati, bahwa demokrasi sejak reformasi ini baru tahap prosedural, belum substansi, sekarang lebih parah lagi, terutama dengan drama korea yang terjadi di MK. Kita tahu semua bahwa itu adalah pemaksaan kehendak," kata politikus senior PDIP itu.
Langkah para tokog demi mewujudkan demokrasi ke arah positif usai putusan bernuansa drama dari MK membuat Rokhmin terkesan.
Contohnya saja, Romo Magnis hingga Uceng sampai membuat tulisan di media massa untuk mengkritisi putusan MK.
Pernyataan budayawan Goenawan Mohammad dalam wawancara di TV saja ia ikuti.
Dari hasil wawancara itu, Rokhmin menganggap penyematan BEM UI pada 2022 lalu kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) soal king of lipservice memang benar adanya.
"Romo Magnis menyebut demokrasi dibajak oleh oligarki, oleh dinasti politik, oleh korupsi. Saya menjadi yakin betul bahwa kawan kita ini (Jokowi) benar-benar seperti disematkan BEM UI tahun lalu, bahwa he is king of lipservice atau king of big liar," katanya.
Menurut Rokhmin, pada akhirnya, Jokow hanya ungkap janji-janji manis pada bacapres saat menyebut kepala negara berlaku netral di Pilpres 2024.
"Bagaimana kalau negara sebesar ini dipimpin oleh pembohong. Sekarang kita tahu, baliho capres tertentu diturunkan. Jadi, janji manis waktu mengumpulkan tiga capres, ya, kan, di Istana Negara bahwa dia akan berlaku netral, pada pelaksanaannya, malam hari sudah dia ingkari dengan Wamendes mengumpulkan apa namanya gerakan politik. Jadi, saya kira negara ini terlalu mahal, rakyat kita terlalu kasihan untuk jatuh miskin kalau dipimpin pembohong," katanya.
Rokhmin menilai, tugas Jokowi sebagai kepala negara di sektor teknologi dan ekonomi masih menumpuk jika dibandingkan dengan mengurusi politik.
Ambil saja contoh, pendapatan perkapita Indonesia yang tak sebanding dengan jumlah penduduk dan kekayaan alam melimpah.
Pekerjaan rumah dari sisi perkembangan teknologi yang membuat Indonesia hanya dipandang sebagai negara kelas tiga juga tak luput dari sorotan Rokhmin.
"Teknologi kita pun masih kelas tiga. Artinya suatu bangsa kebutuhan teknologi lebih dari 70 persen impor. Kalau negara maju atau teknologi inovator country, itu lebih dari 70 persen teknologi diproduksi negara sendiri," katanya.
Akhir kata, Rokhmin menilai angka pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak sesuai target yang seharusnya mencapai setidaknya 7 persen. [Democrazy/Kilat]