DEMOCRAZY.ID - Koordinator Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Dimas Bagus Arya menilai pernyatan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang menyebut konflik rempang karena campur tangan intelijen asing sebagai bentuk lepas tangan pemerintah.
Menurut dia, isu yang dilontarkan Prabowo justru memperlihatkan bentuk ketidaktahuan peristiwa yang sebenarnya.
"Pernyataan terkait dengan isu intersepsi asing adalah suatu bentuk kebodohan dan terkesan menunjukkan indikasi lepas tangan dari tanggung jawab pemerintah untuk berpihak terhadap kepentingan warga Rempang," ujar Dimas melalui pesan singkat, Senin (6/11/2023).
Karena menurut Dimas, konflik Rempang jelas merupakan kekerasan berbasis modal atau capital violence yang tidak melibatkan paritisipasi masyarakat.
"Dan juga terbukti terdapat sejumlah kekerasan yang dilakukan oleh aparat negara," tuturnya.
Di sisi lain, Dimas menyayangkan pernyataan Prabowo itu karena menunjukkan kualitas sebagai kandidat calon presiden.
"Pernyataan yang disampaikan oleh Prabowo tidak menunjukkan kualitas sebagai kandidat kepala negara dengan menebarkan politik ketakutan dan makin menyudutkan posisi warga Rempang untuk mendapatkan keadilan dan perlindungan negara," imbuhnya.
Sebelumnya, Menhan Prabowo Subianto mengatakan bahwa konflik di Pulau Rempang, Batam dicampuri oleh pihak intelijen luar negeri.
Hal itu diungkapkan Prabowo saat membuka "Simposium Geopolitik & Geostrategis Global serta Pengaruhnya terhadap Indonesia" di Kompleks Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, pada Kamis (2/11/2023).
Awalnya, Prabowo menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara yang besar dan memiliki kekayaan mineral.
“Sehingga mau tidak mau kita menjadi sasaran bagi kekuatan-kekuatan besar dunia,” kata Prabowo di hadapan para menteri dan pimpinan TNI yang hadir.
Prabowo kemudian mengatakan, berdasarkan sumber-sumber yang diperolehnya, konflik-konflik di Indonesia dicampuri intelijen asing. Ia lantas mencontohkan konflik di Rempang, Aceh, Ambon, dan Papua.
“Peristiwa-peristiwa seperti di Rempang sudah mulai masuk campur tangan intel-intel asing,” ujar Prabowo.
“Dan kita banyak juga mengalami di Aceh, di Ambon kita mengalami, di Timor-Timur, dan kita mengalami di Papua terus-menerus, bagaimana campur tangan asing sangat mempengaruhi kondisi kita,” kata eks Danjen Kopassus dan Panglima Kostrad itu lagi.
Kerusuhan di Rempang terindikasi pelanggaran HAM
Untuk diketahui, bentrokan terjadi antara warga Pulau Rempang, Batam, dengan tim gabungan aparat penegak hukum pada 7 September 2023. Bentrokan ini terjadi karena warga menolak pengembangan kawasan ekonomi Rempang Eco City di lokasi tersebut.
Petugas gabungan mendatangi lokasi, sedangkan ratusan warga memblokir jalan mulai dari Jembatan 4.
Warga menolak masuknya tim gabungan yang hendak mengukur lahan dan memasang patok di wilayah mereka.
Pemblokiran kemudian dilakukan dengan membakar sejumlah ban dan merobohkan pohon di akses jalan masuk menuju Rempang.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengindikasikan kuat terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam serangkaian peristiwa bentrok penolakan Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City.
Komisoner Komnas HAM Uli Parulian Sihombong mengatakan, setidaknya ada enam indikasi terjadinya pelanggaran HAM dalam konflik Rempang.
"Pertama hak atas rasa aman dan bebas dari diskriminasi. Ada penggunaan kekuatan berlebihan. Kemudian juga penggunaan gas air mata yang tidak terukur sehingga menyebabkan korban," kata Uli.
Kedua adalah hak atas memperoleh keadilan, ada pembatasan akses terhadap bantuan hukum delapan tersangka yang sudah dibebaskan ketika proses penyelidikan dan penyidikan.
Ketiga, hak atas tempat tinggal yang layak terkait dengan rencana relokasi. Hal ini berkaitan dengan HAM karena rencana relokasi berdampak secara langsung terhadap perkampungan Melayu Kuno.
"Keempat, adalah hak anak dan perlndungan anak, ada siswa SDN 24 dan SMPN 22 yang terdapak penggunaan gas air mata," ujar Uli.
Kelima, hak atas kesehatan. Dalam kasus Rempang, pemerintah berupaya melakukan pengosongan puskesmas dan tenaga kesehatan di Pulau Rempang.
Terakhir, terkait dengan bisnis dan HAM, Proyek Strategis Nasional ini akan berdampak sangat buruk bagi masyarakat di Pulau Rempang terutama masyarakat adat Melayu. [Democrazy/Kompas]