DEMOCRAZY.ID - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjawab anggapan dinasti politik terkait putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 dengan menyerahkan pada rakyat.
Begitu pula Gibran Rakabuming Raka dinilai berlindung di balik pernyataan ‘serahkan pada rakyat’ saat merespons pencawapresan dirinya.
Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menilai pernyataan Presiden Joko Widodo tersebut sama ketika omnibus law UU Cipta Kerja digugat publik.
Anggota DPR dan Presiden mempersilakan masyarakat untuk menguji UU tersebut di Mahkamah Konstitusi (MK). Di sisi lain, saluran hukum untuk gugatan tersebut sudah dikondisikan.
"MK-nya sudah dikondisikan, sehingga dia bisa menitipkan pesan dalam putusan yang sudah ada bahkan sebelum pemeriksaan,” tegas Julius.
Menurut Julius, dalam konteks Pilpres 2024, yang diserahkan pada masyarakat itu sudah barang jadi.
Jadi masyarakat diminta untuk mencoblos, menentukan pilihan, sementara hasilnya sudah dipastikan dan sudah dikondisikan siapa yang menang.
“Karena seluruh perangkat negara sudah dikondisikan untuk satu pemenang yang dikehendaki oleh Presiden Joko Widodo, makanya dia taruh anaknya di situ,” tegasnya.
Menurutnya, isu pencawapresan Gibran Rakabuming Raka tidak lagi soal legitimasi dan keabsahan, karena semua sudah diputuskan Majelis Kehormatan MK.
“Ini soal orkestrasi lewat pelanggaran hukum, prosedural, dan pelanggaran etika dan moral publik karena ada nepotisme, dinasti yang menggunakan perangkat negara untuk merekayasa sehingga lahirlah putusan MK nomor 90 yang menjadi dasar bagi pencapresan Gibran,” tandasnya.
Julius pun menyatakan pencawapresan Gibran sudah pasti pelanggaran hukum, pelanggaran prosedur, pelanggaran etika berat sudah pasti tidak terlegitimasi dan tidak sah, meskipun berlaku. Pada titik ini, rakyat tidak punya pilihan lain selain memilih yang sudah dipilihkan.
"Jadi bukan pemilih yang menentukan, karena pemilih memilih di lembar kertas. Tapi Presiden Jokowi menciptakan sebuah rekayasa dengan segala kekuasaannya yang berujung pada kertas yang sudah ditentukannya juga. Artinya masyarakat disajikan pada pemilu yang rekayasa," pungkasnya. [Democrazy/InaKoran]