'Pencawapresan Gibran Mempercepat Kejatuhan Jokowi'
Oleh: Sholihin MS
Pemerhati Sosial dan Politik
Putusan MKMK yang memecat Anwar Usman dari Ketua MK ditanggapi pro dan kontra. Bagi yang pro, keputusan itu berimplikasi secara positif, yaitu telah melucuti “kedigdayaan” Ketua MK Anwar Usman (selain tidak lagi menjabat Ketua MK juga larangan mengadili sengketa Pemilu), semakin “menjatuhkan” kredibilitas dan kekuasaan Jokowi, dan memunculkan perlawanan kepada Prabowo yang dinilai memalukan karena memuluskan politik dinasti Jokowi.
Bagi yang kontra, mereka bukan saja menghendaki agar Anwar Usman dicopot sebagai Ketua MK, tapi juga harus dipecat sebagai hakim MK serta membatalkan putusan pencawapresan Gibran, karena putusan itu sebagai produk dari pelanggaran kode etik Anwar usman yang sangat berat dan ada kecacatan dalam memberikan putusan.
Dan sepertinya Anwar Usman telah kehilangan hati nurani dan rasa malu, karena ternyata dia tidak menerima putusan itu.
Pencawapresan Gibran memberi bayang-bayang kelam dan mengerikan tentang Indonesia ke depan jika nantinya Gibran tetap “dimenangkan” Jokowi.
Tidak bisa dipungkiri bahwa pencawapresan Gibran (yang kata Panda Nababan) sebagai “anak ingusan”, sepertinya telah diplot oleh Jokowi untuk dipaksa menjadi pemimpin negeri ini, sehingga Jokowi nekad ikut cawe-cawe. Baik secara langsung maupun tidak langsung, Jokowi telah “mengintervensi” Ketua MK dengan menyalahgunakan kekuasaannya untuk terus membangun politik dinasti.
Keserakahan seorang Jokowi telah menghancurkan masa depan bangsa Indonesia. Di tangan Jokowi Negara dibuat main-main sesuai selera hawa nafsunya. Tidak peduli negara dan bangsa ini akan porak poranda. Semua tatanan kemapanan diobrak-abrik, demokrasi dihancurkan, Undang-undang diacak-acak, tatanan moral dan etika diinjak-injak.
Pencawapresan Gibran penuh konspirasi jahat dan permainan kotor. Lembaga Hukum seperti MK dan KPK yang harusnya menjadi mercusuar dan penegak keadilan dan norma-norma hukum, tapi oleh Jokowi telah dijadikan alat kekuasaan. Orang model Anwar Usman (Ketua MK) dan Firli Bahuri (Ketua KPK) adalah iblis yang bertopeng “malaikat”.
Pencawapresan Gibran yang penuh dengan kebohongan, rekayasa, dan tipu-tipu secara prosedur hukum cacat dan secara norma-norma hukum, etika, dan harga diri bangsa telah diinjak-injak.
Paling tidak ada lima unsur kecacatan baik secara prosedur hukum maupun nilai-nilai moral dan etika atas pencawapresan Gibran:
Pertama, Ketua MK telah melakukan pelanggaran kode etik berat sehingga harus dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK
Selain ada conflict of interest ternyata surat gugatan yang diajukan juga tidak sah karena tidak ditanda-tangani baik oleh penggugat maupun kuasa hukumnya. Bahkan surat gugatan itu konon sudah dicabut oleh penggugat.
Kedua, Gibran secara alur jenjang karir tidak meniti secara normal dan atas prestasi sendiri
Jika Gibran mau mengikuti tahapan jenjang karir yang normal, seharusnya jadi walikota ditamatkan dulu 5 tahun sesuai janjinya, teru maju sebagai Gubernur selama 5 tahun, lalu menjadi anggota DPR selama 5 tahun, menjadi menteri selama 5 tahun, baru layak maju sebagai cawapres.
Selain pribadinya telah tertempa dengan berbagai jabatan dan tantangan, juga secara manajerial telah berpengalaman, baik manejemen birokrasi, manajemen sumberdaya, maupun manejemen konflik.
Ketiga, Gibran secara kapasitas pribadi sangat-sangat tidak layak untuk menduduki jabatan cawapres, apalagi capres
Gibran adalah contoh buruk bagi generasi muda, karena yang dibanggakan dan diandalkan adalah orang tuanya, melalui cara-cara licik dan jahat. Gibran sendiri bukan siapa-siapa dan tidak memiliki prasasti apa-apa. Pemuda semacam inikah yang dosodor-sodorkan untuk memimpin bangsa ini ?
Keempat, Gibran memiliki DNA otoriterian mewarisi otoroterisme Jokowi
Sikap otoriter biasanya muncul karena kapasitas pribadi yang banyak kekurangan, sebagai kompensasinya maka dia bersikap otoriter. Dari beberapa contoh kejadian, Gibran dipastikan mewarisi sikap otiriter Jokowi.
Kelima, Gibran diduga hanya sebagai tameng pengaman atas segala kejahatan dan dosa-dosa politik Jokowi
Diduga kuat Gibran jadi ‘tumbal” keserakahan dan kebuasan Jokowi yang ingin terus berkuasa dan takut akan berbagai dosa politiknya selama menjabat.
Terlampau banyak dosa Jokowi, mulai dari : kasus ijazah palsu, asal usul keluarga, keterlibatannya dengan PKI, berbagai kasus pembunuhan, korupsi, perubahan undang-undang, konspirasi jahat dengan lembaga negara, kecurangan pemilu, dll
Jokowi hanya mengurusi dirinya dan keluarganya, bohong besar kalau peduli dengan kemajuan negara dan kesejahteraan rakyat.
Maka sangat mengherankan jika ada parpol (Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, PBB, PSI, Gelora) atau pejabat atau rakyat yang belum sadar atas berbagai kejahatan Jokowi sehingga terus membebek bahkan jadi die hard nya. Mereka secara berjamaah makin menjerumuskan Indonesia menuju kehancuran.
Semoga Allah menolong orang yang sungguh-sungguh memperjuangkan negara dan rakyat Indonesia, dan menenggelamkan para pecundang dan perusak negeri yang berfikirnya hanya keselamatan diri, harta, jabatan dan kekuasaan
Bandung, 28 R. Akhir 1445