DEMOCRAZY.ID - Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat capres-cawapres merupakan kejahatan demokrasi.
"Bahwa ini mega skandal, saya pikir jauh lebih besar dari itu. Ini kejahatan demokrasi yang disusun dengan luar biasa," ujar Feri dalam siaran YouTube MNC Trijaya dikutip Suara.com, Sabtu (4/11/2023).
Menurut Feri, ada aktor besar di balik putusan tersebut. Lalu siapa aktor besar yang dimaksud oleh Feri?
"Saya meyakini keterlibatan orang yang jauh lebih powerfull dari Gibran dan Ketua Mahkamah Konstitusi. Itu sebabnya jari telunjuk akan mengarah kepada Presiden Jokowi," kata Feri.
Ia menilai, Jokowi telah memainkan peran merusak demokrasi di Indonesia.
"Terutama memanfaatkan Mahkamah Konstitusi dan relasi kekeluargaan," kata dia.
Direktur Pusat Studi Konstitusi atau Pusako itu memandang Jokowi harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
"Bagaimana pun panggung yang sedang diciptakan dalam perkara nomor 90 memang panggung yang jumawa," tegas Feri.
Sebab, tidak lain tidak bukan, hanya satu orang yang diuntungkan dari putusan MK itu, yakni putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka.
"Putusan Nomor 90 ini hanya menguntungkan satu-satunya orang dalam Pemilu 2024 yaitu orang yang bernama Gibran," sebut Feri.
Sebagai informasi, dalam putusan itu, MK memperbolehkan calon yang berusia di bawah 40 tahun menjadi capres atau cawapres jika pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah melalui pilkada.
Adapun Gibran saat ini dicalonkan oleh Koalisi Indonesia Maju sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto.
Namun begitu, kini Majelis Kehormatan MK atau MKMK tengah memeriksa adanya dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Hakim Konstitusi yang memutuskan putusan syarat capres-cawapres.
Mantan Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menyebut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden sebagai mega skandal Mahkamah Keluarga.
Hal itu dia sampaikan dalam sidang pendahuluan sebagai pelapor yang digelar oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
"Putusan 90 terindikasi merupakan hasil kerja yang terencana dan terorganisir, planned and organized crime sehingga layak pelapor tasbihkan sebagai mega skandal Mahkamah Keluarga," kata Denny yang hadir dalam persidangan secara daring, Selasa (31/10/2023).
Menurut dia, Ketua MK Anwar Usman seharusnya mundur dalam perkara 90/PUU-XXI/2023 lantaran berkenaan langsung dengan keluarganya, yaitu Presiden Joko Widodo dan anak sulungnya, Gibran Rakabuming Raka.
Terlebih, Gibran dinilai telah memanfaatkan ketentuan dalam putusan MK tersebut dengan mendaftarkan diri sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto di KPU RI.
"Tingkat pelanggaran etik dan kejahatan politik yang dilakukan sifatnya sangat merusak dan meruntuhkan kewibawaan Mahkamah Konstitusi, mega skandal Mahkamah Keluarga tersebut melibatkan tiga elemen tertinggi," ujar Denny. [Democrazy/Suara]