DEMOCRAZY.ID - Pakar psikologi Reza Indragiri Amriel melihat hal yang tak lazim dari pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming saat pengundian nomor urut di KPU, Selasa (14/11) lalu.
Menurutnya, Prabowo-Gibran nyaris tidak saling berinteraksi sejak mereka masuk ke ruangan tempat pengundian dilakukan hingga acara ditutup.
“Satu-satunya momen mereka berbicara satu sama lain, itu pun dalam durasi yang amat-sangat singkat, adalah ketika mereka menerima bingkai nomor peserta dari Ketua KPU,” kata Reza dalam keterangannya, Kamis (16/11).
Selain itu, lanjutnya, tidak sedikit pun Prabowo-Gibran berbincang, bahkan sebatas beradu pandang satu sama lain.
“Ini bukan pengamatan sepintas lalu. Ini pengamatan penuh saya selama berlangsungnya acara,” tegasnya.
Reza mengatakan, Gibran justru banyak bicara dengan Nusron Wahid yang duduk di sisi kirinya.
Begitu pula saat Prabowo-Gibran berjalan. Kesempatan itu tidak mereka manfaatkan untuk menunjukkan kebersamaan, keguyuban, dan ketenteraman hati mereka.
Prabowo sama sekali tidak mempertontonkan gestur positif kepada orang yang akan menjadi wapresnya.
Menurut Reza, tangannya tidak mempersilakan, kepalanya tidak menoleh, dan juga tidak mengurangi kecepatannya berjalan. Prabowo, lanjutnya, seolah berjalan sendirian.
“Kebetulan Gibran mengiringinya. Itu pun dengan posisi yang terhitung jauh untuk sebuah acara di mana seharusnya mereka berdua memperlihatkan kekompakan dan keharmonisannya,” kata dia.
Reza mengaku teringat ucapan mantan Gubernur DKI Jakarta yg juga purnawirana Jenderal TNI, Soetiyoso, terkait karakter seorang Prabowo.
“Saya teringat kisah Jenderal Sutiyoso. Dia katakan, Prabowo adalah orang yang sangat correct dalam bertindak-tanduk. Dia pertontonkan rasa hormatnya secara terbuka kepada lawan bicara yang dia hormati,” ungkap Reza
Dengan menjadikan itu sebagai baseline tata krama Prabowo, ia bisa simpulkan bahwa correctness semacam itu tidak dia peragakan kepada Gibran.
“Prabowo punya alasan untuk bersikap demikian. Pertama, Prabowo mungkin merasa bahwa ada kesenjangan semangat dan perbendaharaan wawasan pada diri cawapresnya. Akibatnya, tidak ada antusiasme untuk bercengkrama. Sekedar basa-basi pun tidak ia lakukan dengan memberikan kesempatan kepada Gibran untuk berbicara,” ujar dia.
Kedua, lanjutnya, untuk seorang cawapres yang hadir di acara resmi, Gibran tidak mengenakan busana secara patut.
Dia pun bertanya-tanya siapa konsultan pribadi sang cawapres, sehingga memberikan masukan tentang pilihan celana dan sepatu sedemikian rupa.
Menurutnya, citra politisi muda seharusnya tidak ditonjolkan lewat cara berbusana yang justru mengesankan tidak tahu adat.
“Bahkan, ajudan Praubowo pun berpenampilan lebih layak. Prabowo boleh jadi tidak gembira dengan penampilan Gibran malam itu,” pungkasnya. [Democrazy/JPNN]