HUKUM

MKMK Ungkap '11 Poin' Isu Dugaan Pelanggaran Etik Hakim MK

DEMOCRAZY.ID
November 01, 2023
0 Komentar
Beranda
HUKUM
MKMK Ungkap '11 Poin' Isu Dugaan Pelanggaran Etik Hakim MK



DEMOCRAZY.ID - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie mengatakan sejauh ini MKMK telah menerima 11 dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh hakim Mahkamah Konstitusi (MK).


Pelanggaran etik ini terkait dengan putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal syarat batas minimum usia capres-cawapres. Dilaporkan oleh sejumlah pihak kepada MKMK.


"Jadi 11," kata Jimly usai melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap tiga pelapor dan tiga hakim MK pada hari ini, Rabu (1/11).


Berikut rinciannya:


Pertama, hakim yang dinilai punya konflik kepentingan tidak mundur dan memutus perkara. Dalam hal ini, Ketua MK Anwar Usman yang notabene merupakan paman dari Gibran Rakabuming Raka tidak mengundurkan diri dalam memutuskan perkara Nomor 90. 


Padahal, putusan tersebut lekat kaitannya dengan Gibran yang akan maju pilpres. Diketahui, usai putusan dibacakan, Gibran maju di Pilpres berdampingan dengan Prabowo Subianto.


Kedua, yakni soal isu mengenai hakim membicarakan substansi berkaitan dengan materi perkara yang sedang diperiksa. 


Ketiga, soal dissenting opinion yang disampaikan dinilai tidak substanti


"Jadi dissenting opinion itu kan perbedaan pendapat tentang substansi, tapi di dalamnya juga ada keluh kesah yang menggambarkan ada masalah dalam mekanisme pengambilan keputusan. Padahal itu adalah internal," kata Jimly.


Keempat, publik tahu terlalu banyak soal masalah internal Mahkamah Konstitusi. Diduga ada pihak yang membuka masalah tersebut kepada eksternal.


Kelima, adanya dugaan pelanggaran prosedur, registrasi dan persidangan yang diduga atas perintah ketua hakim.


Keenam, yakni soal lambatnya proses pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, padahal mekanismenya sudah tertuang di Undang-Undang.


Ketujuh, soal management dan mekanisme pengambilan keputusan dianggap cacat prosedur.


Kedelapan, Mahkamah Konstitusi dinilai sudah dijadikan alat politik.


"Kedelapan, ini MK dijadikan alat politik. Politik praktis dan lain-lain. Memberi kesempatan kekuatan dari luar mengintervensi ke dalam dengan nada kesengajaan. Itu ada juga yang mempersoalkan kaya gitu," ucap Jimly.


Kesembilan, adanya pemberitaan di media yang sangat rinci.


"Kok terbuka, keluar. Artinya ada masalah serius di dalam (MK). Kan enggak boleh. Yang rahasia kok ketahuan. Kayak Pak Petrus (salah satu Pelapor) ini punya (bukti rekaman) CCTV, nonton bagaimana berdebatnya hakim. Sampai begitu kok tau semua. Berarti ada masalah. Sumber dari dalam MK," tutur Jimly.


Kesepuluh, soal dugaan ada hakim yang berbohong soal pengambilan keputusan. Dari hasil pendalaman, Jimly menemukan ada dua versi cerita hakim ketika menceritakan kronologis tidak hadirnya Anwar Usman dalam sidang putusan MK soal batas usia capres-cawapres. 


Tiga permohonan tersebut yakni yang tidak dihadiri oleh Anwar yakni Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023, Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023. RPH digelar pada 19 September 2023. 


Menurut Hakim Konstitusi Arief Hidayat, saat itu Anwar mencoba menghindari konflik kepentingan terkait gugatan tersebut.


Namun Anwar Usman justru hadir dalam pemutusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang berujung dikabulkan. 


Arief menanyakan ulang kepada Anwar Usman alasan tak hadir di tiga perkara sebelumnya. Ternyata alasannya bukan karena menghindari konflik kepentingan, tetapi alasan kesehatan.


"Kan waktu itu alasannya kenapa tidak hadir ada dua versi, ada yang bilang karena (Anwar) menyadari ada konflik kepentingan, tapi ada alasan yang kedua karena sakit. Ini kan pasti salah satu benar, dan kalau satu benar berarti satunya tidak benar," kata Jimly.


Kesebelas, isu soal seolah ada pembiaran oleh delapan hakim lainnya saat Anwar Usman mengambil keputusan, padahal posisi Anwar Usman sarat akan conflict of interest.


"Delapan hakim kok membiarkan, enggak mengingatkan? padahal ini kan ada konflik kepentingan. Kok ada sidang dihadiri oleh ketua yang punya hubungan kekeluargaan, kan itu kan semua orang tahu bahwa ada hubungan kekeluargaan. Kok dibiarin, enggak diingatkan?” kata Jimly.


Terkait sebelas isu tersebut, MKMK sudah memeriksa enam hakim konstitusi. Mereka adalah Anwar Usman, Manahan Sitompul, Enny Nurbaningsih, Saldi Isra, Arief Hidayat dan Suhartoyo. Sisanya yakni Daniel Yusmic, Pak Guntur Hamzah, dan Wahiduddin Adams, diperiksa besok.


MKMK menargetkan membacakan putusan soal dugaan pelanggaran etik ini pada 7 November 2023 pekan depan. [Democrazy/Kumparan]

Penulis blog