DEMOCRAZY.ID - Tiga aktivis menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
Keduanya digugat melakukan perbuatan melawan hukum berkenaan dengan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden dan putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023.
Mereka ialah Petrus Hariyanto, Firman Tendry Masengi, dan Azwar Furgudyama. Ketiganya didampingi kuasa hukum dari Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) 2.0 Patra M Zein.
"Ini gugatannya para aktivis memberi kuasa kepada TPDI 2.0. Kami para advokat hari ini sudah mendaftarkan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap KPU sebagai tergugat I. Yang kedua, kami juga mengajukan gugatan terhadap Anwar Usman sebagai tergugat II," kata Patra di PN Jakarta Pusat, Jumat (10/11/2023).
Selain KPU dan Anwar, mereka juga menjadikan Presiden Joko Widodo dan Menteri Setretariat Negara (Mensesneg) Pratikno sebagai turut tergugat.
Jokowi dan Pratikno disebut membiarkan Gibran mendampingi Prabowo Subianto sebagai cawapres meski dinilai melanggar aturan.
"Selaku warga negara, semestinya siapapun orang tua, kalau ada niat dan/atau rencana pelanggaran hukum, harusnya dilarang," tegas Patra.
Sebelumnya diberitakan, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan Anwar Usman melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan pedoman perilaku hakim berkenaan dengan putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden.
"Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip keberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie di ruang Sidang MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023).
Dengan begitu, Anwar dijatuhi sanksi berupa pemberhentian dari jabatan Ketua MK. MKMK, dalam putusannya memerintahkan Wakil Ketua MK Saldi Isra memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru dalam waktu 2 X 24 jam.
"Hakim terlapor tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinn Mahkamah Konstitusi sampai masa jabatan hakim terlapor sebagai hakim konstitusi berakhir,” ujar Jimly.
Anwar juga tidak boleh terlibat dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan atau sengketa pemilu dan pilpres.
MK dalam putusan tersebut membolehkan orang yang berusia di bawah 40 tahun menjadi capres atau cawapres jika pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah melalui pilkada.
"Mengadili, satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu nomor 182 tambahan lembaran negara nomor 6109 yang menyatakan berusia paling rendah 40 tahun bertentangan UUD RI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang memiliki jabatan yang dipilih melalui Pemilu termasuk pemilihan kepala daerah," kata Ketua MK Anwar Usman, Senin (16/10/2023).
Salah satu pertimbangan hakim Konstitusi menerima permohonan tersebut ialah karena banyak anak muda yang juga ditunjuk sebagai pemimpin.
Putusan tersebut mendapatkan banyak reaksi masyarakat lantaran dianggap membuka jalan bagi keponakan Anwar, yaitu Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi cawapres. [Democrazy/Suara]