Jusuf Kalla ke Jokowi: Tidak Mungkin 2045 Baik, Kalau Hari Ini Tidak Baik! - DEMOCRAZY News
POLITIK

Jusuf Kalla ke Jokowi: Tidak Mungkin 2045 Baik, Kalau Hari Ini Tidak Baik!

DEMOCRAZY.ID
November 20, 2023
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Jusuf Kalla ke Jokowi: Tidak Mungkin 2045 Baik, Kalau Hari Ini Tidak Baik!



DEMOCRAZY.ID - Wakil Presiden ke-10 dan 12 RI Jusuf Kalla (JK) mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menciptakan penyelenggaraan Pemilu 2024 yang baik.


Menurut JK, itu perlu dilakukan jika memang ingin mewujudkan Indonesia emas pada 2045.


"Kita setuju itu, Pak Jokowi, bahwa kita menuju 2045, tapi apabila diberikan contoh yang tidak baik pada tahun 2024, maka kebahagiaan keadilan tidak ada pada tahun tahun berikutnya," kata JK ditemui di kediamannya, kawasan Brawijaya, Jakarta Selatan, Minggu (19/11/2023).


Ini disampaikan JK usai menerima silaturahim dari calon presiden (capres) nomor urut tiga, Ganjar Pranowo.


JK kemudian menilai bahwa apa yang digaungkan Jokowi untuk Indonesia emas 2045 pasti disetujui semua pihak.


Namun, dia mempertanyakan situasi saat ini untuk mewujudkan Indonesia emas tersebut.


"Bagaimana tahun 2045 baik, tidak mungkin 2045 baik kalau hari ini tidak baik," imbuh dia.


JK lantas mengingatkan soal netralitas untuk penyelenggaraan Pemilu 2024.


Dia juga menyinggung soal sumpah pejabat yang harus dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat.


Ia menyayangkan jika seorang pejabat tidak melaksanakan sumpah jabatannya untuk taat pada aturan Undang-Undang.


"Jadi apabila ada pejabat tingkat apa pun, ini tidak berlaku adil, maka dia melanggar sumpahnya. Dan sumpahnya selalu ada Alquran atau Injil di atasnya," ucap JK.


"Jadi berat sekali hukumannya, bukan saja hukuman dunia tapi juga akhirat bagi siapa saja yang melaksanakan pemilu ini tidak sebaik baik dan seadil adilnya," sambung politikus senior Partai Golkar itu. 


JK Kritik Pemerintahan Jokowi, Dinilai Semakin Mirip Era Soeharto


Wakil Presiden (Wapres) ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla kembali memberikan kritik untuk pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin.


Kali ini, pria yang akrab disapa JK itu menyinggung soal pemerintahan Jokowi yang disebutnya semakin mirip dengan era kepemimpinan Presiden ke-2 RI, Soeharto. Jusuf Kalla menilai, saat ini pemerintah mulai menunjukkan gaya otoriter.


“Waktu zaman Pak Harto demokrasi juga berjalan dengan baik awalnya. Semua pemerintahan itu demokratis kira-kira 10 tahun. Soeharto itu 10 tahun (memimpin) masih baik, dalam artian demokrasi, setelah itu lebih otoriter,” ujar Kalla dalam seminar bertajuk Pemuda untuk Politik di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta .


"Sekarang juga begitu kelihatannya, setelah 10 tahun, ah munculah, mulai macam-macam. Berbagai masalah,” katanya lagi.


Ia pun mengungkapkan situasi yang mirip terjadi di era kepemimpinan Presiden ke-1 RI Soekarno.


Jusuf Kalla menceritakan, saat negara Indonesia baru berdiri tak jelas sistem negara yang dipakai antara presidential atau parlementer.


Kemudian, pada tahun 1950 sistem negara menggunakan konsep parlementer.


“Sampai pada tahun 1957, barulah demokrasi presidensial. Setelah kembali ke UUD 1945,” ujarnya.


Merujuk pengalaman-pengalaman di atas, Jusuf Kalla lantas menyinggung soal masa jabatan presiden.


Menurutnya, agar tak terjadi kekuasaan yang absolut dan otoriter, maka masa jabatan kepala negara perlu dibatasi.


“Jadi itulah sebabnya kenapa UUD kita memperbolehkan presiden dan wapres itu hanya dua kali (periode). Itulah tiga kali itu enggak bisa lolos karena itu (konstitusi) UUD,” katanya.


Beragam kritik JK untuk Jokowi


Sebagaimana diketahui, JK memang sebelumnya kerap menyampaikan kritiknya untuk pemerintahan Jokowi.


JK pernah mengingatkan Presiden Jokowi agar tidak terlalu banyak mencampuri urusan politik terkait pemilihan presiden (Pilpres) 2024.


Hal ini disampaikan Jusuf Kalla usai bertemu Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar di kediamannya di daerah Brawijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada 6 Mei 2023.


Menurutnya, Jokowi harus meniru sikap pendahulunya, yakni Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri dan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjelang masa akhir jabatannya.


“(Megawati dan SBY) itu (ketika jabatan) akan berakhir maka tidak terlalu jauh melibatkan diri dalam, suka atau tidak suka, dalam perpolitikan. Supaya lebih demokratis lah,” ujar JK.


Kemudian, ia juga menyoroti pendekatan pemerintah untuk menyelesaikan masalah jalan rusak di Lampung.


Jusuf Kalla menilai, persoalan kerusakan itu terkait sikap pemerintah yang justru lebih mementingkan pembangunan jalan tol.


"Baru-baru ini viral kenapa jalan di Lampung dan juga di Makassar rusak. Di lain pihak kita juga bangga bahwa pemerintah juga waktu saya pemerintah, mampu membangun ribuan jalan tol," kata JK dalam pidato HUT ke-21 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Istora Senayan, Jakarta pada 20 Mei 2023.


"Tol itu penting agar tidak macet, penting sekali jalan tol. Tetapi 170.000 jalan rusak di Indonesia, itu data BPS," ujarnya melanjutkan.


Menurutnya, kebijakan ini memunculkan anggapan bahwa hanya orang mampu yang bisa melewati jalan mulus.


Namun, ia juga turut bertanggung jawab atas kebijakan itu karena pernah menjadi wakil presiden (wapres) Jokowi di era pertama pemerintahannya.


Dalam kesempatan yang sama, JK juga menyoroti utang Indonesia yang terus membengkak.


Petinggi Partai Golkar ini menegaskan bahwa pembayaran utang luar negeri Indonesia menembus angka terbesar sepanjang sejarah Republik ini berdiri.


Besaran nominal itu membuat pemerintah perlu membayar Rp 1.000 triliun setiap tahunnya untuk kewajiban utang.


"Pak AHY tadi mengatakan utang besar, betul, setahun bayar utang lebih Rp 1.000 triliun, terbesar dalam sejarah Indonesia sejak merdeka," katanya.


JK lantas mengaku kembali terlibat dalam kebijakan utang tersebut karena menjadi wapres saat Jokowi menjabat di periode pertamanya.


Namun, menurutnya, yang lebih penting saat ini adalah perubahan agar utang negara ini tidak berdampak pada masalah sosial yang semakin meluas di Indonesia.


"Masalah sosial sekarang sudah mulai berbahaya, ibu-ibu (flexing) pakai tas bagus jadi musuh masyarakat, apalagi pakai tas Hermes, bukan dia yang salah suaminya yang ditawan," ujarnya.


"Ada anak pakai motor besar jadi musuh masyarakat," kata Jusuf Kalla lagi.


Menurut JK, masalah sosial yang terjadi saat ini menandakan adanya kondisi sosial yang buruk di negeri ini, khususnya pada pemerataan ekonomi.


Ia mengaku khawatir, apabila pemerataan dan keadilan sosial tidak segera terlaksana, maka peristiwa kerusuhan Mei 1998 bisa terulang kembali.


"Satu langkah ini apabila tidak diselesaikan keadilan akan jadi lagi tahun 98. dan kita tidak ingin, kita harus hindari itu dengan pemerataan," ujar Jusuf Kalla.


Selain itu, ia juga pernah mengkritik kebijakan mobil listrik pemerintah yang dianggapnya hanya memindahkan emisi.


Sebab, emisi yang sebelumnya berasal dari knalpot mobil kini berpindah dari asap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menjadi sumber tenaga listrik untuk mobil.


"Mobil listrik itu untuk mengurangi emisi kan, tapi tiap malam itu harus di-charge, jadi sangat tergantung kepada pembangkit," kata Jusuf Kalla saat ditemui di Universitas Paramadina Kampus Cipayung, Jakarta Timur pada 23 Mei 2023.


"Kalau pembangkitnya tetap PLTU itu hanya pindah emisi dari knalpot mobil ke cerobong PLTU," ujarnya lagi.


Pemerintah diketahui sudah memberikan tanggapan terkait sejumlah kritik JK soal utang hingga pembangunan jalan.


[Democrazy/Kompas]

Penulis blog