DEMOCRAZY.ID - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumpulkan ratusan penjabat (Pj) kepala daerah di seluruh tingkatan mulai dari gubernur, bupati dan wali kota di Istana Kepresidenan Jakarta, pada Senin (30/10) kemarin.
Dalam pertemuan itu, Jokowi meminta para Pj kepala daerah untuk menjaga netralitas dalam perhelatan Pilpres 2024.
Pengumpulan 197 Pj kepala daerah tersebut memicu beragam spekulasi politik dari berbagai pihak.
Politikus PDI Perjuangan Sirra Prayuna menduga, ada kepentingan politik dalam pengumpulan para Pj kepala daerah tersebut.
"Saya kira dengan situasi politik Pilpres hari ini, kalau ditarik dalam konteks politik elektoral, kemungkinan-kemungkinan seperti itu bisa saja terjadi. Kekuasaan akan di kapitalisasi untuk memenangkan salah satunya pasangan capres-cawapres," kata Sirra kepada wartawan, Rabu (1/11).
Sirra mengutarakan, salah satu indikasi pengumpulan ratusan PJ kepala daerah itu mengarah pada kepentingan politik pemenangan Pilpres 2024.
Pasalnya, Presiden Jokowi menegaskan bahwa dia memiliki hak prerogatif untuk mengangkat dan memberhentikan para Pj Kepala daerah tersebut kapanpun.
"Bahasa keras Presiden hari ini kepada para PJ Gubernur dan bupati/wali kota itu menunjukkan bahasa otoriter. Presiden mengatakan saya punya hak untuk mengawasi setiap hari, padahal fungsi koordinasi PJ kepala daerah itu ada di Mendagri. Tapi kali ini Jokowi turun langsung, sehingga patut diduga," jelasnya.
Indikasi lainnya, lanjut Sirra, Jokowi dikhawatirkan akan menggunakan seluruh alat kekuasaan negara untuk pemenangan Pilpres 2024.
Hal ini terlihat dari beberapa rentetan sikap cawe-cawe para pejabat negara di kementerian dan lembaga, yang berperan secara aktif untuk pemenangan salah satu pasangan capres dan cawapres.
"Fakta lainnya sejumlah pejabat negara di Kementerian terlibat cawe-cawe secara langsung untuk Pilpres ini. Kemudian bagaimana Kominfo digunakan sebagai instrumen untuk mengontrol alur komunikasi terhadap pihak-pihak yang dianggap berseberangan, dan sejumlah pejabat di kementrian lain ikut menggalang dan mengorganisir untuk pemenangan salah satu calon," papar Sirra.
Sebagai orang dekat dalam lingkaran Jokowi pada Pilpres 2014 dan 2019, Sirra Prayuna mengaku kecewa dengan langkah politik Jokowi saat ini.
Ia menyebut, Jokowi melenceng jauh dari semangat reformasi untuk membangun negara demokratis.
Ia pun menganggap, hadirnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas minimal usia capres-cawapres, didiga Jokowi memiliki ambisi untuk membangun politik dinasti.
"Saya melihat dan merasakan Jokowi hari ini diujung kekuasaannya sudah sangat melenceng jauh dari semangat reformasi. Mulai dari dugaan permintaan tiga periode, perpanjangan masa jabatan, dan fakta hari ini memaksakan anaknya nyapres. Itu satu rangkaian dari pikiran Jokowi untuk terus berkuasa dengan membangun politik dinasti," pungkas Sirra. [Democrazy/JawaPos]