DEMOCRAZY.ID - Dalam melakukan pemeriksaan terhadap hakim Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie ungkap kebohongan Anwar Usman.
Jimly Asshiddiqie yang merupakan ketua dari MKMK mengungkapkan bahwa dalam pemeriksaan yang dilakukan terhadap hakim MK, pihaknya mendapati kebohongan.
Menurut Jimly Asshiddiqie, kebohongan Anwar Usman terkait dengan alasan kehadirannya dalam putusan usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Ada alasan yang berbeda dari Anwar Usman tidak hadir dalam sidang kasus pengajuan gugatan oleh partai PSI dan beberapa kasus lainnya,” jelas Jimly.
“Namun sidang selanjutnya hadir,” tambahnya.
Menurut Jimly, hadir dan tidaknya Anwar ada dua versi, yang pertama karena menyadari adanya konflik kepentingan dan alasan yang kedua sakit.
“Ini pasti salah satunya ada kebohongan, kalau satunya benar, satunya lagi gak benar,” tambah ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi tersebut.
Jimly juga menjelaskan bahwa terdapat tiga sanksi yang dapat dijatuhi jika hakim MK para hakim MK terbukti melanggar etik dalam putusan MK mengabulkan gugatan Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Adapun 3 sanksi dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) di antaranya berupa teguran, peringatan, dan pemberhentian.
Adapun hakim MK yang telah menjali pemeriksaan oleh MKMK antara lain Anwar Usman,Arief Hidayat, Saldi Isra, Manahan Sitompul,Enny Nurbaningsih dan Suhartoyo.
Dari beberapa pihak yang melakukan gugatan, salah satunya adalah Denny Indrayana yang merupakan Eks Wakil Menteri Hukum dan HAM.
Dalam persidangan, Denny menyarankan kepada MKMK untuk memberhentikan Ketua MK Anwar Usman sebagai hakim terlapor dengan secara tidak hormat.
Saran itu muncul karena Denny menilai Anwar Usman telah memanipulasi dan memanfaatkan kekuasaannya untuk melakukan tindakan kejahatan yang diduga teroganisir.
"Bukan hanya menjatuhkan sanksi etis berupa pemberhentian dengan tidak hormat hakim terlapor, tapi yang lebih penting adalah menilai dan membuka koreksi atas putusan 90 yang telah direkayasa dan dimanipulasi oleh hakim terlapor dan kekuatan kekuasaan yang mendesain kejahatan berencana dan terorganisir tersebut," imbuhnya. [Democrazy/DW]