DEMOCRAZY.ID - Tim pengawal dari Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen Pol (Purn) Firli Bahuri diduga melakukan intimidasi dua jurnalis di Banda Aceh.
Dua jurnalis Aceh yang mendapat intimidasi pengawal Firli tersebut yaitu Raja Umar dari Kompas TV dan Lala Nurmala dari Puja TV.
Peristiwa itu terjadi saat kedua jurnalis itu merekam Firli Bahuri makan durian di Warkop Sekber Jurnalis, Banda Aceh, Kamis (9/11) malam.
Diketahui kedatangan Firli Bahuri ke Aceh dalam rangka mengikuti road show bus KPK dan Road To Hakordia.
Dengan dalih kegiatan dinas itu, Firli diketahui absen dari panggilan pemeriksaan kedua sebagai saksi oleh penyidik Polda Metro Jaya dalam kasus dugaan pemerasan terhadap eks Mentan, Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Di sela kegiatan dinas KPK tersebut, Firli juga terpantau melakukan aktivitas belajar masak nasi goreng, main bulu tangkis, merayakan ulang tahun ke-60 hingga makan durian dengan didampingi para pemilik media yang tergabung dalam JMSI.
Raja Umar menceritakan aksi intimidasi bermula saat dirinya ingin mewawancarai Firli terkait agenda kunjungan ke Aceh dan minta tanggapannya atas tudingan Bos KPK itu mengulur waktu dari panggilan Polda Metro.
Namun, kata Umar, saat itu Firli menolak permintaan wawancara dengan alasan sedang makan durian. Umar kemudian meminta izin agar Firli mau memberikan pernyataan setelah selesai makan durian.
Umar pun masih tetap di lokasi dan menunggu agak jauh dari meja tempat Firli makan. Tak beberapa lama, anggota kepolisian yang mengawal Firli justru mendatangi Umar dan memintanya menghapus semua foto dan video yang diambil pakai ponselnya.
Mulanya permintaan itu tak direspons Umar. Sebab, sejak awal Umar sudah menyebut dirinya adalah seorang jurnalis sambil menunjukkan kartu identitas pers.
Beberapa saat kemudian, Umar kembali didatangi polisi berpakaian preman untuk mengecek semua galeri ponsel miliknya. Umar pun dipaksa membuka ponselnya.
"Karena dipaksa disuruh buka galeri di ponsel, saya langsung hidupkan rekaman saya rekam, lalu saya tanya sambil buka galeri yang mana foto yang harus saya hapus. dan polisi itu tahu saya merekam audio dia juga meminta menghapus rekaman tersebut lalu saya melawan," kata Umar kepada wartawan di Banda Aceh, Jumat (10/11).
Jurnalis Puja TV, Lala Nurmala juga mendapat perlakuan serupa. Lala didatangi tim pengawal Firli dan menanyakan kepada dirinya apakah mengambil video atau tidak.
Saat itu Lala menjawab tidak merekam. Tapi, pengawal tersebut meminta Lala untuk membuka galeri ponsel untuk menghapus semua foto dan video yang berhubungan dengan Firli.
"Terus dia meminta hapus. Akhirnya saya hapus. Ya, ini kan sudah tertekan. Dia minta buka ponsel kita, padahal ponsel itu kan privasi kita sebenarnya. Sedangkan saya dari awal sudah bilang tidak merekam, tapi dia bersikeras memaksa," tutur dia.
Protes dari organisasi pers di Aceh
Sejumlah organisasi pers di Aceh mengecam tindakan pengawal Ketua KPK Komjen Pol (Purn) Firli Bahuri yang diduga melakukan intimidasi terhadap dua jurnalis yang akan mewawancarai pimpinan lembaga antirasuah tersebut.
"Kami mengecam keras tindakan intimidasi oleh pengawal Firli terhadap jurnalis yang sedang melakukan tugasnya, apalagi ini di ruang publik," kata Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh Juli Amin, di Banda Aceh, Jumat.
Pernyataan sikap organisasi pers yakni disampaikan bersama oleh para Ketua AJI Banda Aceh, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
"Intimidasi tersebut dilakukan seorang yang mengaku polisi menggunakan pakaian bebas, dan saat itu mengawal kegiatan Firli di Aceh. Yaitu berupa pemaksaan penghapusan foto dan video yang telah diambil oleh kedua jurnalis ini," ujar Juli.
Ketua PWI Aceh Nasir Nurdin menuturkan tindakan intimidasi dari pengawal pensiunan jenderal bintang tiga Polri itu kembali mengingatkan bahwa masih banyak anggota kepolisian yang belum memahami kerja-kerja jurnalistik di lapangan.
Apalagi, wartawan tersebut juga sudah menjalankan kerja-kerja sesuai kode etik jurnalistik. Mereka menggunakan ID card media dan juga telah memperkenalkan diri sebelum peliputan.
"Tidak boleh ada larangan bagi jurnalis melakukan peliputan, apalagi di tempat umum, dan peristiwa ini juga terjadi di markas wartawan (Sekber)," kata Nasir.
Atas dasar itu, lanjut Nasir, organisasi-organisasi pers di Aceh itu mengecam keras. Mereka juga meminta Mabes Polri dan Polda Aceh untuk mengusut dugaan intimidasi pengawal Firli terhadap wartawan tersebut.
"Kita minta kasus ini diusut, karena tidak ada yang berhak untuk melarang jurnalis melakukan peliputan di tempat publik," ujar Nasir.
KPK akan cek dugaan intimidasi jurnalis di Aceh
Terkait dugaan intimidasi pengawl Firli terhadap jurnalis di Aceh, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan pihaknya sudah menerima informasi tersebut. Namun, kata dia, pihaknya akan melakukan pengecekan terlebih dahulu.
"Oh iya saya membaca dalam pemberitaan itu, tentu kami nanti segera cek ya karena memang kami kan tidak tahu siapa yang melakukan itu," ujar Ali di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat.
Ali turut menyebut perbuatan intimidasi tidak dapat dibenarkan, terlebih kepada orang yang sedang melakukan pekerjaannya.
"Yang pasti tidak boleh kalau memang betul ada intimidasi pada teman-teman jurnalis karena kami sangat yakin pada kebebasan pers untuk teman-teman dapat informasi dan disampaikan kepada masyarakat," ucap Ali.
"Kami belum tahu apakah dari pihak KPK atau bukan. Kalau teman-teman bisa pastikan dari petugas KPK baru nanti kami akan cek kembali tentunya," ujarnya. [Democrazy/CNN]