DEMOCRAZY.ID - Pengamat politik Rocky Gerung menyoroti peristiwa pelarangan yang terjadi kepada Anies Baswedan untuk mengisi kuliah umum di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.
Sebelumnya, diketahui bahwa Anies Baswedan gagal untuk mengisi kuliah umum yang digelar oleh Bersama Indonesia di Auditorium Magister Manajemen (MM) UGM pada Jumat (17/11) yang disebabkan oleh adanya pelarangan oleh pihak Rektorat UGM.
Melansir dari kanal YouTube resmi Rocky Gerung, dirinya mengungkapkan bahwa saat ini justru momen dimana para Calon Presiden (Capres) diuji kapabilitasnya dalam forum-forum akademik, seperti dalam kuliah umum atau diskusi di UGM tersebut.
"Ide larang-larang itu sangat subjektif itu. Siapa yang perintahkan Anies tidak boleh atau siapa yang menghalangi Ganjar, jadi kita musti klarifikasi atau paling tidak ada semacam kesepakatan nggak perlu tertulis, kalau semua calon Presiden memang ini waktunya untuk diuji pikirannya," ucap Rocky Gerung dalam kanal YouTube resmi miliknya, Sabtu (18/11).
Menurut Rocky, UGM atau pusat akademis sebaiknya tidak melakukan pelarangan terhadap seluruh Capres-Cawapres yang akan menyampaikan gagasannya. Bahkan, Rocky menyebut UGM 'norak' jika bersikap seperti itu.
"Nah ujian itu harusnya di kampus supaya ada debat, karena di kampus ada metodologi. Kan nggak mungkin kita uji capres atau bahkan cawapres ini di panggung dangdut. Jadi UGM itu norak itu," ungkap Rocky Gerung.
Selain itu, Rocky juga mengatakan bahwa sikap UGM tersebut justru akan menjadi bumerang bagi pihak Rektorat UGM sebab walaupun Rektor telah mengaku tidak mengetahui terkait pelarangan tersebut, publik akan tetap menganggap bahwa ada andil dari kepala kampus atas kejadian tersebut.
"Yang pasti anda (rektor) lah. Lalu bagaimana caranya, jadi anda dapat sinyal untuk melarang Anies, itu buruk itu, apa pun Anda Rektor bilang: 'bukan saya', iya. Tapi publik akan menuduh anda (rektor) karena sebetulnya walaupun anda netral tapi anda dianggap memelihara aura UGM yang dari awal pro Jokowi," imbuhnya.
Menurut Rocky, pihak UGM sebaiknya tidak perlu memberikan klarifikasi untuk mengelak atas masalah tersebut karena sikap itu hanya akan menggiring opini publik ke arah yang lebih merugikan bagi kampus terbaik di Indonesia tersebut.
"Jadi pihak UGM, apapun keteranganmu menunjukkan bahwa kampus itu sekedar aparat dari Istana. Jadi jangan klarifikasi yang sifatnya mengelak, bilang aja 'kami minta maaf, karena sebetulnya kami tidak menginginkan itu tetapi ada tekanan dari luar'. Gampang aja bilang begitu kan," kata Rocky.
Sebagai informasi, dalam agenda kuliah umum atau diskusi bertema 'Finding The Justice Governance Path for the Development of Indonesia: Jakarta Kota Kolaborasi as a Pioneer of Sharing City in Indonesia', selain Anies Baswedan terdapat beberapa narasumber lainnya.
Diantaranya adalah Lambert Grijne selaku Duta Besar Belanda, Lars Bo Larsen yang merupakan Duta Besar Denmark, Sulfikar Amir dari NTU Singapore, Elisa Sutanudjaja dari RUJAK URBAN Studies, serta Tri Mulyani Sunarharum sebagai Pakar Urban Planning UGM.
Sumber: JawaPos