Heboh! Rahasia Tersembunyi di Balik Skandal Etik Hakim MK di Sidang MKMK Terbongkar - DEMOCRAZY News
HUKUM POLITIK

Heboh! Rahasia Tersembunyi di Balik Skandal Etik Hakim MK di Sidang MKMK Terbongkar

DEMOCRAZY.ID
November 04, 2023
0 Komentar
Beranda
HUKUM
POLITIK
Heboh! Rahasia Tersembunyi di Balik Skandal Etik Hakim MK di Sidang MKMK Terbongkar



DEMOCRAZY.ID - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah mengungkap dugaan pelanggaran etik yang mengguncang lembaga tersebut. 


Dalam pernyataan resmi, Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengumpulkan cukup bukti dan menemukan titik terang dalam penyelidikan terhadap para hakim konstitusi.


Sebagai langkah awal dalam penyelidikan, enam hakim konstitusi telah diperiksa. Namun, terdapat perbedaan waktu yang mencolok dalam proses pemeriksaan. 


Suhartoyo, salah seorang hakim, hanya menghabiskan waktu sekitar 20 menit di ruang pemeriksaan, sedangkan lima hakim lainnya diperiksa selama sekitar 1 jam masing-masing. 


Lima hakim yang diperiksa pertama kali meliputi Anwar Usman, Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, Saldi Isra, dan Manahan Sitompul.


Jimly Asshiddiqie mengisyaratkan bahwa meskipun proses penyelidikan sedang berlangsung, bukti-bukti yang ditemukan sudah cukup menggugah. 


Hari ini, masih ada perkara yang akan diperiksa di dalam sidang, sementara tiga hakim konstitusi lainnya, Guntur Hamzah, Daniel Yusmic, dan Wahiduddin Adams, juga akan menjalani pemeriksaan.


Menurut Jimly, ada sebanyak 11 isu pelanggaran etik yang sedang diproses oleh MKMK. Beberapa isu tersebut mencakup dugaan konflik kepentingan, pembentukan MKMK, manajemen pengambilan keputusan yang bermasalah, dan penggunaan MK sebagai alat politik praktis menjelang Pemilu 2024.


Salah satu isu yang mencolok adalah terkait dengan Anwar Usman, ipar Presiden Joko Widodo, yang tidak mengundurkan diri dalam memutuskan perkara yang melibatkan kepentingan keluarganya. 


Selain itu, terdapat pula isu-isu terkait dengan dissenting opinion hakim konstitusi dalam putusan tertentu, kebocoran informasi internal MK ke publik, dan dugaan kebohongan oleh Anwar Usman. 


Semua isu ini telah menjadi sorotan tajam dan menimbulkan keraguan terhadap etika dan integritas para hakim konstitusi.


Kasus ini telah memunculkan banyak pertanyaan tentang integritas MKMK dan memicu perdebatan tentang independensi lembaga tersebut.


Publik dan pihak-pihak yang terlibat dalam kasus-kasus yang sedang diproses oleh MKMK dengan cermat mengawasi perkembangan penyelidikan ini.


Dalam masa yang sulit ini, MKMK dihadapkan pada tekanan besar untuk membuktikan bahwa lembaga ini dapat menjalankan tugasnya dengan adil, jujur, dan bebas dari pengaruh politik.


 Kasus pelanggaran etik ini akan terus menjadi topik hangat dalam beberapa waktu ke depan, sementara publik menantikan hasil akhir dari penyelidikan MKMK.


Terbelah! Ini Pendapat Akhir 9 Hakim MK Soal Kepala Daerah Bisa Jadi Capres




DEMOCRAZY.ID - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan syarat usia capres yaitu 40 tahun atau yang pernah menjadi pemimpin daerah yang dipilih lewat pemilu. Putusan itu tidak bulat.


Berikut petanya sebagaimana dirangkum detikcom, Senin (16/10/2023):


1. Anwar Usman: Setuju semua kepala daerah bisa jadi capres meski belum 40 tahun

2. Guntur M Hamzah: Setuju semua kepala daerah bisa jadi capres meski belum 40 tahun

3. Manahan Sitompul: Setuju semua kepala daerah bisa jadi capres meski belum 40 tahun


4. Enny Nurbaningsih: Setuju Gubernur bisa jadi capres meski belum 40 tahun

5. Daniel Yusmic: Setuju Gubernur bisa jadi capres meski belum 40 tahun


6. Wahiduddin Adams: menolak

7. Saldi Isra: menolak


"Saya sangat sangat sangat cemas, MK justru terjabak dirinaya sendiri dalam pusaran politis pada akhirnya meruntuhkan MK," kata Saldi Isra.


8. Arief Hidayat menyatakan gugatan seharusnya tidak diterima karena penggugat telah mencabut gugatan dan belakangan dibatalkan.


"Menurut saya, Pemohon telah mempermainkan marwah lembaga peradilan dan tidak serius dalam mengajukan permohonan," kata Arief Hidayat.


9. Suhartoyo menyatakan gugatan seharusnya tidak diterima.


Hasil akhir mengabulkan sebagian dengan amar sebagai berikut.


1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian


2. Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) yang menyatakan "berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun" bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai "berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah".


Sehingga Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi "berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah"


3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.


Sumber: VIVA

Penulis blog