'Geng Solo, Benteng Jokowi Jelang 2024' - DEMOCRAZY News
CATATAN POLITIK

'Geng Solo, Benteng Jokowi Jelang 2024'

DEMOCRAZY.ID
November 07, 2023
0 Komentar
Beranda
CATATAN
POLITIK
'Geng Solo, Benteng Jokowi Jelang 2024'


'Geng Solo, Benteng Jokowi Jelang 2024'


Geng Solo ialah sebutan bagi orang-orang kepercayaan Jokowi, baik polisi maupun tentara, yang bekerja dengannya sejak ia masih menjabat sebagai Wali Kota Solo. Kini, jelang tarung politik 2024, Jokowi meruncingkan kukunya dengan menarik Geng Solo makin dekat dengannya, ke lingkar satu Istana.


Tak cuma di pusat, trio Geng Solo juga berjaga di Jawa Tengah yang bakal jadi battleground Pilpres 2024. Bukan tak mungkin, di tengah situasi yang makin panas jelang pemilu, geng ini akan bentengi Jokowi dari serudukan banteng.


***


Hampir 200 penjabat kepala daerah dari tingkat provinsi sampai kabupaten/kota berkumpul di Istana Negara, Senin, 30 Oktober 2023. Mereka hadir untuk mendengar pengarahan Presiden Jokowi terkait Pemilu 2024. Para penjabat itu adalah orang-orang yang memegang jabatan untuk sementara karena pejabat sebelumnya sudah berakhir masa tugasnya, sedangkan yang baru belum terpilih.


Kepada mereka, Jokowi berpesan untuk menjaga netralitas dalam pemilu. Jangan sampai memihak atau mengintervensi penyelenggaraan pemilu. Jokowi juga meminta netralitas dan kerukunan aparatur sipil negara dijaga dalam pemilu.


Tak sampai 24 jam kemudian, Selasa, 31 Oktober, baliho Ganjar-Mahfud dan bendera-bendera PDIP di Gianyar, Bali, dibongkar oleh Satpol PP atas instruksi Pj Gubernur Bali, Irjen Sang Made Mahendra Jaya. Baliho itu dicopot satu jam jelang kunjungan kerja Jokowi ke SMKN 3 Sukawati, Pasar Bulan, dan Desa Batubulan.


Sebelumnya, di sepanjang jalan Sukawati, Gianyar, atribut PDIP terlihat paling mencolok ketimbang partai lain. Bendera-bendaera PDIP terpasang hampir tiap satu meter. Tak heran, sebab Bali adalah kantong suara PDIP. Pada Pemilu 2019 saja, PDIP meraup 1,3 juta suara dari Bali (4,6% dari perolehan suara nasional PDIP) dan menjadi partai terkuat di Pulau Dewata.


Insiden pencopotan baliho Ganjar-Mahfud dan atribut PDIP di Bali pun bak genderang perang. Partai banteng langsung meradang. Dari kader sampai politisi PDIP, termasuk sang capres Ganjar Pranowo, ramai-ramai menyerang Jokowi.


“Pencopotan baliho Ganjar-Mahfud di Bali menjadi bukti bahwa aparat pemerintah justru sulit menjaga netralitas dalam pelaksanaan pemilu. Ini konsekuensi ketika anak presiden yang masih menjabat mengikuti kontestasi Pilpres,” ujar legislator PDIP Charles Honoris, sehari sesudah insiden tersebut.


Ketua DPP PDIP Komarudin Watubun tak kalah geram. Ia berkata, “Bali itu kandangnya banteng. Kalau banteng diam, jangan diganggu. Karena kalau dia bangun, bisa brutal, bahaya.”


Menurut Kepala Satpol PP Bali, Nyoman Rai Dharmadi, bukan hanya bendera PDIP dan baliho Ganjar yang dicabut, tapi juga baliho PSI yang memasang wajah Jokowi dan Kaesang Pangarep.


Ganjar yang datang ke Bali dua hari usai balihonya dicopot untuk menghadiri acara mengobrol santai bersama kader PDIP, mengingatkan kader untuk tidak cengeng.


“Banteng tidak cengeng. Kita juga tidak menyakiti orang lain. Tapi kalau kemudian banteng dicolek dan dilukai, pasti akan menyeruduk,” ujarnya, Kamis (2/11).


Jokowi sendiri menyinggung soal miskomunikasi antara Pemrov Bali dan PDIP. Ia berkata, “Pemindahan beberapa atribut partai oleh pemkot dan pemprov mestinya minta izin dan komunikasi dengan pengurus partai di daerah.”


“... [itu] menggeser sementara alat sosialisasi berupa baliho agar estetika terjaga. Salah satu kegiatan Bapak Presiden di Gianyar adalah penyerahan bantuan paket sembako kepada masyarakat… sehingga pembersihan alat sosialisasi politik itu penting agar acara yang dilaksanakan tak bernuansa politik.” - Sang Made Mahendra Jaya, Pj Gubernur Bali


Meski demikian, PDIP tak begitu saja percaya. Menurut Ketua DPP PDIP Nusyirwan Soejono, “Apa yang diucapkan Jokowi selalu berbeda dengan kenyataannya.”


Keraguan dan kecurigaan PDIP terhadap Jokowi kian meruncing dari hari ke hari setelah putra sulungnya, Gibran Rakabuming, maju menjadi cawapres Prabowo Subianto. Baru-baru ini, keputusan Jokowi mengajukan Jenderal Agus Subiyanto sebagai Panglima TNI pun dipertanyakan PDIP.


Agus belum seminggu menjadi KSAD menggantikan Jenderal Dudung Abdurachman ketika namanya disodorkan Jokowi ke DPR sebagai calon tunggal Panglima TNI. Tak diragukan lagi, ia adalah orang kepercayaan Jokowi. Salah seorang yang disebut bagian dari Geng Solo.


Geng Solo di Pucuk TNI dan Polri


Jenderal Agus Subiyanto bukan orang baru bagi Jokowi. Alumnus Akademi Militer 1991 ini pernah bekerja bersama Jokowi di Solo pada periode 2009–2011. Saat itu, Jokowi menjabat sebagai Wali Kota Solo dan Agus yang masih Kolonel menjadi Komandan Komando Resor Militer (Danrem) 0735/Surakarta.


Ketika Jokowi menjadi presiden pada periode keduanya, pada 2020, Agus bertugas sebagai Danrem 061/Surya Kencana yang bermarkas di Bogor, satu kota dengan tempat tinggal Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor. Pangkatnya naik menjadi Brigadir Jenderal. Sejak saat itu, garis tangannya kian terang.


Tahun belum berganti, Agus sudah naik jabatan lagi. Ia menjadi Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Danpaspampres). Pangkatnya naik lagi jadi Mayor Jenderal. Tahun berikutnya, 2021, Agus menjadi Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) III/Siliwangi.


Tahun berikutnya lagi, 2022, Agus mendekat ke pusat. Ia ditunjuk menjadi Wakil KSAD, dan pangkatnya naik jadi Letnan Jenderal. Kini, 2023, ia menjadi KSAD dan akan segera dikerek jadi Panglima TNI.


Pada era Jokowi, perwira yang pernah menjabat sebagai Danpaspampres dan ajudannya, biasanya akan masuk ke lingkar dekatnya, misalnya:


Andika Perkasa, Danpaspampres 2014 yang kemudian menjadi KSAD pada 2018 dan Panglima TNI pada 2021.


Maruli Simanjuntak, Danpaspampres 2018–2020 yang kemudian menjadi Pangkostrad pada 2022, dan kini menjadi calon kuat KSAD menggantikan Agus Subiyanto yang akan menjadi Panglima TNI.


Widi Prasetijono, ajudan Presiden Jokowi 2014–2016 yang kemudian menjadi Danjen Kopassus dan kini Pangdam IV/Diponegoro yang bermarkas di Jawa Tengah—provinsi yang menjadi pusat pertarungan politik pada Pilpres 2024.


Listyo Sigit Prabowo, ajudan Presiden Jokowi 2014 yang kini menjadi Kapolri.


Kapolri Jenderal Listyo Sigit pun pernah bersinggungan dengan Jokowi di Solo. Pada 2011 ketika Jokowi masih Wali Kota Solo, Listyo menjabat sebagai Kapolresta Solo. Demikian pula Widi Prasetijono yang pernah menjabat sebagai Komandan Komando Distrik Militer (Dandim) 0735/Surakarta pada 2011–2012.


Listyo dan Widi, seperti Agus Subiyanto, adalah orang-orang Jokowi yang kerap disebut sebagai “Geng Solo”.


“Apakah betul [pemilihan Agus sebagai Panglima TNI] betul-betul dalam rangka untuk menggelorakan profesionalitas TNI?” - Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto


Hasto mengatakan, ia sadar soal Panglima TNI adalah hak prerogatif Presiden, namun suara-suara masyarakat perlu didengar. Meski tak merinci “suara-suara masyarakat” seperti apa yang ia maksud, Hasto berujar ia hanya berharap penunjukan Panglima TNI oleh Presiden bukan karena faktor kedekatan semata.


Andi Widjadjanto, Deputi Politik 5.0 Tim Pemenangan Nasional Ganjar-Mahfud yang juga pakar pertahanan, sadar sejak Juni bahwa KSAD dan Panglima TNI akan pensiun, masing-masing pada 19 dan 26 November 2023, mendekati masa kampanye pemilu yang dimulai 28 November 2023.


Oleh sebab itu, menurut Andi yang ketika itu masih menjabat sebagai Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional, penunjukan pengganti KSAD dan Panglima TNI perlu dipercepat. Idealnya tiga bulan sebelum jadwal kampanye, yakni bulan Agustus, sebab Panglima TNI harus mengendalikan operasi pengamanan semasa kampanye.


Namun, ternyata KSAD dan Panglima TNI baru ditunjuk dan diajukan di akhir Oktober. KSAD pun kemungkinan akan kembali berganti November ini karena KSAD yang baru, Agus Subiyanto, kini diusung jadi calon Panglima TNI.


Menurut Andi, anggapan bahwa Presiden memilih orang-orang dekatnya untuk menduduki posisi strategis memang tak terelakkan.


“Analisis politik militer akhirnya mengarah ke sana. Nominasi [Agus Subiyanto] dari Wakasad, lalu KSAD, dan akan jadi Panglima, berlangsung cepat. Dan Presiden memiliki kekuasaan dan hak prerogatif di situ,” kata Andi.


Ia menambahkan, situasi politik yang panas pasca-putusan MK dan majunya Gibran juga memperdalam kesan buruk penunjukan Agus sebagai Panglima.


“Diwarnai keputusan MK, pencalonan Gibran sebagai cawapres, Kaesang sebagai Ketum PSI, lalu ada trigger tentang netralitas aparat seperti penurunan baliho di Gianyar Bali, akhirnya nominasi Pak Agus jadi Panglima dibingkai dengan frame politik militer,” ucap Andi.


Bila Agus telah resmi menjadi Panglima TNI, maka pucuk pimpinan TNI dan Polri akan sama-sama diduduki Geng Solo. Polri dipegang oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang dulu pernah bertugas sebagai Kapolresta Surakarta; dan TNI dikomandoi oleh Agus Subiyanto yang dulu pernah bertugas sebagai Danrem 0735/Surakarta.


Sementara posisi kosong KSAD yang akan ditinggalkan Agus kemungkinan bakal diisi oleh Letjen Maruli Simanjuntak, Pangkostrad menantu Luhut Binsar Pandjaitan yang pernah bertugas sebagai Komandan Paspampres (2018–2020) dan Komandan Grup 2 Kopassus/Sandi Yudha yang bermarkas di Kandang Menjangan, Kartasura, Sukoharjo (2013–2014).


Dengan orang-orang kepercayaannya di posisi-posisi vital institusi pertahanan dan keamanan negara, maka Jokowi akan memiliki benteng kokoh menyambut 2024.


“Orang-orang yang berada di lingkar awal Jokowi meniti karier sebagai Wali Kota Solo, memang selalu mendapat kepercayaannya. Mereka kompatriotnya. Rumus umum Jokowi adalah: orang yang bisa diatur akan selamanya diajak; yang mbalelo atau berbeda garis politiknya, tidak akan diajak.” - Ari Junaedi, doktor komunikasi politik


Politisi NasDem M. Farhan dalam edisi Lipsus kumparan “All the President’s Men” pada 2022 mengatakan, Jokowi memang sudah menyiapkan orang-orangnya untuk betul-betul menjadi penjaganya.


All the President's Men


Ini cerita tentang para loyalis Jokowi di lingkup TNI. Bagaimana mereka menempuh jalan menuju lingkar dekat sang Presiden, apa yang membuat mereka dipercaya, dan apa kesamaan yang mereka punya. Merekalah para penjaga Jokowi. Selengkapnya di bawah.


Trio Geng Solo Jaga Jawa Tengah, Medan Tempur 2024


Para penjabat kepala daerah—yang dikumpulkan Jokowi di Istana akhir Oktober lalu—tak kalah penting perannya. Itu sebabnya orang-orang kepercayaan Jokowi juga ditempatkan di posisi-posisi ini.


Dari tiga provinsi besar di Pulau Jawa yang biasa jadi ladang perebutan suara capres-cawapres, dua di antaranya (Jawa Tengah dan Jawa Barat) kini dipegang oleh Pj Gubernur yang berasal dari lingkaran dekat Jokowi.


Pj Gubernur Jawa Tengah adalah Komjen (Purn) Nana Sudjana, bagian dari Geng Solo. Ia pernah bertugas sebagai Kapolresta Solo pada 2010–2011, saat Jokowi menjadi Wali Kota Solo. Sesuai UU No. 10 Tahun 2016, Pj Gubernur—untuk mengisi kekosongan jabatan sementara—dipilih langsung oleh Presiden berdasarkan pengajuan nama dari Kemendagri.


Tak cuma Pj Gubernur, Kapolda Jawa Tengah dan Pangdam IV/Diponegoro pun termasuk Geng Solo. Kapolda Jateng Irjen Ahmad Luthfi pernah bertugas sebagai Wakapolresta Solo pada 2011; dan Pangdam IV/Diponegoro Mayjen Widi Prasetijono ialah Dandim 0735/Surakarta periode 2011–2012, yang kemudian ditarik menjadi ajudan Presiden Jokowi pada 2014–2016.


Nana Sudjana-Ahmad Luthfi-Widi Prasetijono jadi semacam three musketeers yang mengawal sang raja. Dalam hal ini, mereka adalah orang-orang Jokowi yang bisa menjaga kepentingannya di Jawa Tengah.


Jawa Tengah merupakan provinsi dengan jumlah pemilih terbanyak ketiga dalam pemilu setelah Jawa Barat dan Jawa Timur. Pemilih di Jateng berjumlah 28,3 juta atau nyaris 14% dari total pemilih nasional.


Dari tahun ke tahun, Jateng ialah lumbung suara bagi PDIP, seperti juga Bali. Pada Pileg 2019, PDIP meraup 5,8 juta suara di Jawa Tengah (21% dari total perolehan suara nasionalnya). Itu sebabnya Jawa Tengah penting bagi PDIP, dan suara di provinsi ini pula yang kini diincar Gibran untuk Prabowo.


Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi menyebut Gibran bisa menguntungkan Prabowo bila berhasil mencuri suara pemilih Jokowi dari kubu Ganjar di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sementara Direktur Eksekutif Politika & Consulting Rio Prayogo menyebut kini battleground Pilpres 2014 bergeser dari Jawa Timur ke Jawa Tengah dengan posisi Gibran sebagai cawapres Prabowo.


Ari Junaedi yang dulu bergabung dengan Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf pada Pilpres 2019, saat ini melihat bahwa pemilihan orang-orang Jokowi di posisi kunci, baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah—utamanya Jawa, sebagai skenario lengkap Istana untuk “mengamankan” pemilu, sebab rumus pemilu dari tahun ke tahun tetap sama: Jawa adalah kunci.


“Saya dulu Wakil Direktur Komunikasi & Informasi di TKN Jokowi, jadi saya paham betul bagaimana aparat-aparat itu digunakan. Waktu [Pilpres 2019] itu juga ‘digarap’ penuh oleh Pak Jokowi.” - Ari Junaedi


Selain Jawa Tengah, Pj Gubernur Jawa Barat dan DKI Jakarta pun merupakan orang-orang Jokowi. Pj Gubernur Jabar adalah Bey Triadi Machmudin, mantan Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden.


Belum lama ini, Bey disorot lantaran dianggap menghalangi Anies Baswedan yang akan menggelar diskusi di Gedung Indonesia Menggugat (GIM), Bandung, pada 7 Oktober. Acara dibatalkan H-1 oleh Pemprov Jabar. Alasannya, ada spanduk bernada kampanye pada acara diskusi itu.


Esoknya, 8 Oktober, Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep menggelar acara di Sport Jabar Arcamanik. Acara berlangsung tanpa rintangan. Padahal ia juga menggunakan gedung pemerintah.


Soal itu, Bey berkilah dengan mengatakan, “Di acaranya Mas Kaesang tidak ada atribut partai dan dalam diskusinya tak ada ajakan untuk memilih orang tertentu, partai tertentu.”


Menurut Ari Junaedi, hampir semua presiden “mengamankan diri” dengan menunjuk orang-orang kepercayaannya masuk ke menjadi ring 1 atau lingkar dalam kekuasaan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun dulu berbuat serupa.


Semasa menjadi presiden, SBY mengangkat kawan seangkatannya menjadi KSAU meski sang kawan masih marsekal bintang dua. Djoko Suyanto ketika itu merupakan Asisten Operasi KSAU. Ketika ditunjuk menjadi KSAU pada Februari 2005, ia pun langsung naik jadi marsekal bintang tiga.


SBY juga mengangkat kawan seangkatannya yang lain, Sutanto, untuk memimpin Polri. Awalnya, pangkat Sutanto sebagai Kepala Lemdiklat Polri masih bintang dua (Irjen). Oleh sebab itu, SBY mengangkat Sutanto sebagai Kepala Pelaksana Harian BNN untuk menaikkan pangkatnya menjadi bintang tiga (Komjen). Enam bulan kemudian, ia langsung diangkat menjadi Kapolri (Jenderal bintang empat).


Menghadapi permainan catur Jokowi, PDIP terus memasang mode serang. DPC PDIP Tangerang Selatan, misalnya, menurunkan semua baliho Ganjar yang memuat gambar Jokowi.


Namun, Andi Widjadjanto yang sempat bertemu Megawati mengatakan, Ketua Umum PDIP itu terlihat tenang-tenang saja. Kepada Andi, Megawati hanya berkata, “Kamu tahu kan apa yang harus dilakukan?”


Menurut Andi, pertanyaan retorik itu menandakan keyakinan Megawati terhadap tim dan kader-kadernya.


Di sisi lain, pendukung Jokowi yang berbalik menjadi pengkritiknya terus bersuara, termasuk Butet Kartaredjasa yang mengirim surat terbuka untuk Jokowi berisi kritikan terhadap dinasti politiknya yang meruntuhkan legacy Jokowi sebagai role model pemimpin yang baik.


Demikian pula KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) yang menyampaikan kritiknya lewat puisi berjudul “Republik Rasa Kerajaan” yang ia bacakan di Taman Budaya Surakarta, 31 Oktober.


Budayawan Eros Djarot mengamini kritik itu. Ia menyebut Jokowi sepertinya memang ingin menjadi raja.


“Mbok yo uwes. Kalau dibatasi dua periode ya dua kali saja [menjabat]. Nah, tiga kali nggak boleh, MK dikebiri [supaya anak bisa maju]. Ya jangan, dong. Sampeyan sudah bekerja keras, kami hargai. Tapi jangan kebablasan,” ujar Eros.


“Bayangkan Istana Negara menjadi posko pemenangan. Ini jauh lebih kasar dari Soeharto.” - Ari Junaedi.


Sumber: KUMPARAN

Penulis blog