DEMOCRAZY.ID - POLDA Metro Jaya tak kunjung menetapkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri sebagai tersangka kasus pemerasan mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL). Polda dinilai lamban karena ada intervensi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Siapa lagi kalau bukan presiden?" kata Peneliti Pusat Studi Antikorupsi Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah Castro dikutip dari Medcom.id, Sabtu, 18 November 2023.
Ia mengatakan, sikap diam presiden memberi makna intervensi tersebut. Padahal, sahut Hediansyah, Presiden bisa menggunakan kewenangannya untuk memecat Firli agar perkara ini berjalan lancar. Ada kemungkinan Firli masih dipertahankan setidaknya hingga Pemilu 2024 usai
Herdiansyah mengaku sudah memprediksi sejak awal bahwa ada ada timbal balik atau feedback dari Firli Bahuri.
Dia meyakini sepanjang jabatan ketua KPK tidak diletakkan, Firli akan menggunakan posisinya untuk menghambat proses hukum yang tengah menyeretnya.
"Di sisi lain, lambannya PMJ dalam perkara ini, tentu saja membuka ruang tawar-menawar dan saling menyandera. Padahal kalau bukti sudah cukup kuat dan memadai, apa yang menghalangi?," ujar pegiat antikorupsi itu.
Maka itu, dia menduga kuat ada semacam ruang intervensi dari kekuasaan dalam penanganan kasus dugaan pemerasan SYL.
Menurutnya, kekuasan itu masih membutuhkan Firli menjadi ketua KPK, minimal hingga momentum Pemilu 2024 selesai.
"Dan gejala ini kuat, terlebih jika melihat sikap kekuasaan yang seolah diam terhadap perkara dalam tubuh KPK," ungkap Herdiansyah.
Di samping itu, Polda Metro Jaya juga dinilai memperlihatkan gelagat masuk angin karena lambannya menangani kasus korupsi berupa gratifikasi itu.
Padahal, kata Herdiansyah, Firli Bahuri bisa ditetapkan tersangka bila mengantongi bukti-bukti yang cukup dan memadai.
"Bahkan, sudah seharusnya ditangkap. Saya melihat ada aspek non-hukum yang menahan Polda Metro untuk segera menangkap Firli. Ada semacam intervensi dari kekuasaan yang memperlambat perkara ini," tutur dia.
Firli Bahuri dua kali menjalani pemeriksaan di ruang Riksa Dittipidkor Bareskrim Polri lantai 6, Jakarta Selatan. Yakni pada Selasa, 24 Oktober 2023 dan pada Kamis, 16 November 2023.
Pada pemeriksaan perdana, dia mengakui bertemu SYL di Lapangan Badminton, GOR Tangki, Sawah Besar, Jakarta Barat pada Maret 2022.
Kemudian, pada pemeriksaan kedua atau tambahan, Firli dicecar 15 pertanyaan selama tiga jam mulai pukul 10.00-13.45 WIB.
Saat pemeriksaan, penyidik menyita dokumen laporan hasil keuangan penyelenggara negara (LHKPN) Firli dari 2019-2022. Dokumen itu akan diselidiki penyidik untuk membuat terang kasus dugaan korupsi berupa gratifikasi terhadal SYL.
Penyidik Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya bersama Dittipidkor Bareskrim Polri akan melakukan analisis dan evaluasi (anev) dalam waktu dekat.
Kegiatan membahas hasil penyidikan dari 9 Oktober-16 November 2023 ini untuk menentukan langkah selanjutnya. Terutama gelar perkara penetapan tersangka. [Democrazy/MI]