DEMOCRAZY.ID - Selain menu stunting yang dianggap tidak layak, Anggota DPRD Depok juga mengkritisi adanya dugaan politisasi di balik program cegah stunting oleh Dinkes.
Adapun yang dipersoalkan anggota Komisi D dari DPRD Depok itu di antaranya stiker wali kota dan wakilnya, kemudian penggunaan warna atribut syal yang dianggap kental bernuansa partai tertentu.
Atribut itu dikenakan oleh Wira usaha baru (WUB) yang ditunjuk Dinkes untuk membagikan menu cegah stunting Depok.
"Itu yang tdk kita tegaskan, kita menegaskan jangan mempolitisasi program ini," kata anggota DPRD Depok, Babai Suhaimi dikutip pada Sabtu, 18 November 2023.
"Makanya kita akan kroscek nanti keberadaan WUB-WUB terafiliasi nggak dengan parpol, mudah-mudahan tidak. Kita akan investigasi," tegas Babai.
Lebih lanjut dirinya mengatakan, jika terbukti kecurigaan itu, maka pihaknya bakal mengambil tindakan tegas.
"Tentu akan kita ambil tindakan rekomendasi yang akan kita berikan kepada pemerintah," ancam politisi PKB itu.
Namun demikian, Babai enggan berkomentar lebih jauh apakah ini terkait dengan partai penguasa di Depok atau tidak.
"Kita belum sampai ada dugaan kesana (parpolnya), tapi tadi kita punya bukti foto ada yang sedang memberikan dengan menggunakan syal padahal dia sudah rapi pakai jilbab dan sebagainya. Karena warna oren," tuturnya.
Sebagai informasi, PMT lokal program Dinkes Depok itu diperuntukkan pada 9.982 anak atau balita guna mencegah stunting.
Adapun program itu menelan anggaran sebesar Rp 4,9 miliar. Dengan rincian Rp 18 ribu per paket selama 28 hari.
Dipotong Ini Itu, Vendor Beberkan Detail Biaya Menu Cegah Stunting Dinkes Depok, Oalah!
Kamal, salah satu vendor penyedia makanan cegah stunting dari Dinkes Depok, akhirnya buka-bukaan soal biaya program tersebut. Seperti apa faktanya?
Ditemui usai menjalani klarifikasi bersama Dinkes di DPRD Depok, Kamal mengatakan, bahwa pihaknya menerima dana Rp 18.000 untuk tiap paket per anak.
Kamal sendiri adalah wira usaha baru atau WUB, koordinator di Kecamatan Sawangan untuk 200 anak.
Angka Rp 18.000 ribu itu, termasuk untuk modal beli toples. Lantas apakah dana tersebut cukup?
"Kalau dari standar gizi yang dikasih Dinkes ya masih ada untung dari 18 ribu itu," katanya saat ditemui di ruang Paripurna DPRD Depok pada Jumat, 17 November 2023.
Ia kemudian memberikan klarifikasi terkait isu yang dianggapnya liar tersebut.
"Memang ini menjadi apa namanya liar ya isunya. Yang Rp 18 ribu itu kan yang diterima oleh kita dari Dinkes melalui puskesmas," tuturnya.
"Nah pengadaan itu kan dipilihnya lewat MBIZ Market. Tadi saya buat hitung-hitungan nih, kan kita di MBIZ Market itu ada yang namanya PPH potongannya itu 2 persen. Bukan potongan dari Dinkes ya, memang secara sistem MBIZ Market ya begitu," sambung dia.
Kemudian, ada potongan lagi, kalau yang punya NPWP itu 2 persen, kalau yang tidak punya itu sekira 4 persen.
Potongan berikutnya adalah ongkos kirim Rp 2.000. Lalu, Rp 10.000 itu satu toples plus stiker bergambar wali kota dan wakilnya.
"Nah total sebenarnya kalau dipotong kemasan dan lain-lain, itu yang kita terima kurang lebih sekira Rp 12.780," jelas dia.
Dengan anggaran tersebut, tidak semuanya digunakan untuk menu kudapan atau cemilan. Pihaknya melakukan sistem subsidi silang.
Itu dilakukan agar bisa mencukupi untuk keperluan belanja dan lain sebagainya. Dengan demikian, angka sekira Rp 12.780 tersebut, tidak sama antara menu kudapan dan makanan pokok.
"Makanya kita pedagang ini ya udah kita subsidi silang aja dari keuntungan kudapan. Kalau dinkesnya dapatnya Rp 18 ribu, cuman akhirnya inisiatif sendiri (subisidi silang)." [Democrazy/VIVA]