DEMOCRAZY.ID - Dalam sebuah wawancara dengan salah satu Kanal Youtube pribadinya pengamat politik Rocky Gerung mengkritik keras dinasti politik Jokowi.
Gerung menilai, dinasti politik ini semakin parah dan berpotensi merusak demokrasi di Indonesia.
"Dendam itu kalau udah menyangkut presiden keluarga itu habis-habisan dan Total War akan berlangsung di dalam kubu PDIP sendiri," kata Gerung.
Rocky Gerung menyebut, Jokowi dan PDIP telah melakukan berbagai cara untuk menghalangi Ganjar Pranowo maju sebagai calon presiden.
Salah satunya dengan menurunkan baliho-baliho Ganjar di berbagai daerah.
"Ganjar harus dibiarkan untuk ikut dalam kompetisi dong walaupun apapun problem anda dengan PDIP," kata Gerung.
Gerung juga menilai, Jokowi dan PDIP telah melakukan kecurangan dalam survei-survei elektabilitas.
Hal ini dilakukan untuk membenarkan klaim bahwa Jokowi-Prabowo akan menang dalam Pilpres 2024.
"Bayangan kita tentang demokrasi hancur hari ini," kata Gerung.
Gerung mengingatkan, dinasti politik Jokowi dapat membahayakan demokrasi di Indonesia.
Hal ini karena dinasti politik dapat melanggengkan kekuasaan satu keluarga dan menutup ruang bagi persaingan politik yang sehat.
"Dinasti politik ini berpotensi merusak demokrasi karena melanggengkan kekuasaan satu keluarga," kata Gerung.
Kritik keras Rocky Gerung terhadap dinasti politik Jokowi ini mendapat tanggapan dari berbagai pihak.
Sebagian pihak setuju dengan kritik Gerung, sementara sebagian lainnya tidak setuju.
Pihak yang setuju dengan kritik Gerung menilai, dinasti politik Jokowi telah melanggar konstitusi yang melarang adanya nepotisme dalam pemerintahan.
Mereka juga menilai, dinasti politik Jokowi dapat membahayakan demokrasi karena dapat melanggengkan kekuasaan satu keluarga.
Sementara itu, pihak yang tidak setuju dengan kritik Gerung menilai, kritik Gerung terlalu berlebihan.
Mereka menilai, dinasti politik Jokowi masih dalam batas wajar dan tidak melanggar hukum.
Terlepas dari pro dan kontra, kritik Rocky Gerung terhadap dinasti politik Jokowi telah memicu perdebatan publik yang cukup hangat.
Perdebatan ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih peduli dengan demokrasi dan menolak adanya praktik-praktik politik yang dapat merusak demokrasi.
Bocor! Rocky Gerung Bongkar 'Sisi Gelap' Dinasti Politik Jokowi di Bali
DEMOCRAZY.ID - Pengamat politik terkemuka, Rocky Gerung, mengeluarkan kritikan keras terhadap Presiden Joko Widodo, yang dikenal dengan panggilan Jokowi, terkait isu dinasti politik dan situasi Bali yang semakin tertutup.
Dalam wawancaranya dari kanal Youtube Rocky Gerung Official, Rocky Gerung menyatakan bahwa saat ini masyarakat Indonesia semakin sadar akan perubahan yang telah terjadi.
"Satu periode atau satu era ketika banyak orang masih berharap Jokowi bisa menghidupkan demokrasi, kini berakhir. Publik semakin yakin bahwa Jokowi tidak akan melanjutkan kepemimpinannyan, Terutama, peristiwa penurunan baliho di Bali, yang melibatkan aparat keamanan, menunjukkan ada desain khusus dari Jakarta, yang menurutnya tidak mungkin terjadi tanpa perintah Jokowi sendiri"
Rocky Gerung menyimpulkan bahwa Jokowi memaksa agar Bali tetap dalam kendali politiknya, bahkan tanpa calon kuat seperti Ganjar Pranowo.
Ia juga menyebut pengendalian politik oleh Jokowi telah dimulai, dengan aparat yang dikerahkan untuk menurunkan baliho-baliho pendukung lainnya.
Poin kritis yang disorot oleh Rocky adalah penggunaan sumber dana untuk baliho-baliho tersebut.
Ia menyoroti dana yang digunakan untuk ribuan baliho yang tersebar di seluruh Indonesia.
Hal ini menimbulkan pertanyaan, dari mana asal sumber dana Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Gibran Rakabuming Raka.
Menurut Rocky, ini membatalkan semua harapan peradaban politik yang pernah disodorkan oleh Jokowi.
Rocky Gerung juga menganggap Jokowi sebagai sosok yang tidak suka menerima kritik dan oposisi.
Ia merasa bahwa Jokowi tidak memiliki pemahaman yang baik terhadap keadaan rakyat Indonesia, yang semakin sulit hidupnya.
Rocky menyebut bahwa Jokowi datang ke Bali dengan pikiran bahwa pulau itu adalah "130% Jokowi," namun situasinya berubah dengan tegas.
Ia menunjukkan bahwa Bali, yang sebelumnya merupakan basis suara Jokowi, kini menolaknya.
Menurut Rocky, ini adalah tanda bahwa langit telah menghasilkan perubahan, dan rakyat Bali menolak tindakan Jokowi.
Ia juga menyoroti peran Ganjar Pranowo, yang sebelumnya mencoba mendekatkan diri kepada Jokowi, namun sekarang menjadi lebih kritis terhadapnya.
Ini menunjukkan bahwa Jokowi tidak lagi dapat mengendalikan semua pihak yang sebelumnya mendukungnya.
Rocky Gerung berpendapat bahwa Jokowi memiliki ambisi untuk memperpanjang masa pemerintahannya, tetapi banyak kesalahan yang telah dia lakukan selama sembilan tahun terakhir, termasuk penindasan terhadap politik identitas, akan membuatnya mendapatkan banyak musuh.
Ia mengakui bahwa Jokowi telah menjadi model terburuk dari seorang pemimpin dalam sejarah Indonesia.
Dalam kesimpulan, Rocky Gerung merasa bahwa sekarang saatnya bagi masyarakat Indonesia untuk bersuara dan mengekspresikan ketidakpuasannya terhadap kepemimpinan Jokowi.
Meskipun banyak yang mungkin masih mendukungnya, ada tanda-tanda perubahan dalam pandangan publik yang semakin kritis terhadap tindakan Jokowi dan dinasti politik yang ingin dia bangun.
Perubahan ini juga terlihat dalam sikap dari elemen-elemen di dalam negeri dan luar negeri yang semakin mengkritik pemerintahan Jokowi.
'Jutaan Rakyat Mengecam Dinasti Politik'
Jeger! Situasi mendadak heboh. Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Gibran bisa jadi cawapres. Bunyi putusannya: minimal usia capres dan cawapres 40 tahun atau pernah berpengalaman menjadi kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat.
Siapa ketua MK? Paman Gibran. Publik langsung mengecam. Para pengecam bukan hanya pendukung Ganjar dan konstituen PDIP. Kecaman datang dari berbagai lapisan masyarakat. Bahkan, tidak sedikit dari para pendukung Jokowi kecewa dan marah. Ikrar Nusa Bakti adalah salah satunya.
Mantan konsultan politik Jokowi, Eep Syaefullah Fattah, juga memberikan kritik sangat keras. Begitu juga dengan Ahok. Mantan wagub Jokowi di DKI yang sekarang diangkat menjadi komut PT. Pertamina ini tidak kalah keras dalam mengkritik Gibran. Ada juga Aktor dan budayawan, Butet Kartaredjasa, yang dalam video viralnya menelanjangi buruknya perkaderan Gibran.
Terlalu banyak nama para tokoh untuk disebutkan yang melakukan kritik keras dan tajam, bahkan mengecam karier Gibran yang dianggapnya super instan. Demi sang putra, nama Jokowi dipertaruhkan di depan para pendukungnya sendiri, dan partai yang membesarkannya yaitu PDIP.
Terlalu banyak pendukung Jokowi yang sangat kecewa atas putusan MK itu. Uniknya, ini yang justru ditunggu-tunggu oleh Prabowo. Prabowo hanya sreg jika disandingkan dengan Gibran. Kenapa? Dengan Gibran, dukungan Jokowi akan all out. Itu saja.
Bukannya Jokowi itu presiden? Presiden untuk semua capres. Harusnya netral. Itu kata aturan. Formalnya netral. Tapi, apakah dalam praktik Jokowi bisa netral?
Bukankah Jokowi sendiri dengan tegas mengatakan "akan cawe-cawe dalam pilpres". Kalau bukan cawe-cawe buat anaknya, buat siapa lagi? Apakah putusan MK adalah hasil cawe-cawe Jokowi? Publik sepertinya kompak untuk menjawab: iya.
Kalau Jokowi gak cawe-cawe, buat apa Prabowo ngotot untuk didampingi Gibran? Mubazir. Begitulah logika publik.
Dua kali kalah di pilpres, Prabowo trauma. Trauma lawan penguasa. Sebab, penguasa bisa melakukan segalanya. Termasuk melanggar dan menabrak aturan. Lalu Prabowo memutuskan untuk bergabung di kabinet Jokowi.
Dari sini gerilya politik dan rencana nyapres 2024 dimulai. Apa yang diinginkan Prabowo tercapai. Ambil Gibran sebagai cawapres. Harapannya: Jokowi sebagai penguasa akan all out mendukung.
Senin kemarin (30/10) Jokowi undang semua capres. Anies Baswedan bermohon kepada Jokowi agar netral. Di konferensi pers, Ganjar juga ingin pemilu berjalan secara fair. Bagaimana komentar Prabowo? Tidak ada.
Dipastikan Prabowo tidak membuat pernyataan agar presiden netral dan pemilu berproses secara fair sebagaimana diinginkan oleh Anies Baswedan dan Ganjar.
Prabowo terlihat sangat percaya diri sejak Gibran jadi cawapresnya. Apalagi, pasangan Prabowo-Gibran didukung juga oleh PSI. Ketua umum PSI adalah Kaesang. Adik Gibran. Dua hari masuk PSI, langsung diangkat jadi ketua umum.
Jokowi presiden, punya adik ipar yang mengabulkan gugatan di MK sehingga Gibran bisa jadi cawapres. Didukung oleh PSI yang ketua umumnya adalah adik Gibran.
Inikah yang disebut politik dinasti? Nampaknya para pakar dan juga jutaan rakyat sepekat. Itu adalah politik dinasti.
Buka tik tok, baca twitter, facebook dan group-group WA, isinya banyak sekali kecaman terhadap politik dinasti. Banyak yang kemudian berkesimpulan bahwa reformasi telah melahirkan politik dinasti. Prabowo, demi ambisinya untuk nyapres, dia tegak berdiri mendukung dan ikut menikmati politik dinasti ini.
Kekecewaan rakyat akan terobati dan kecaman akan berhenti jika Jokowi dengan lantang membuat pernyataan "tidak akan cawe-cawe dalam pilpres. Akan netral dan mengawal pemilu agar berjalan secara demokratis". Lalu Jokowi betul-betul buktikan ucapannya itu.
Kalau ini yang terjadi, Jokowi akan mengakhiri jabatannya dengan sangat terhormat. Siapa pun capres yang nanti akan terpilih, Jokowi husnul khatimah. Dia adalah seorang negarawan yang akan jadi nemori dan referensi sejarah. Mungkinkah ini akan terjadi? ***