POLITIK

Bisakah Presiden Jokowi Netral di Pemilu? Pakar: Tidak Mungkin!

DEMOCRAZY.ID
November 19, 2023
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Bisakah Presiden Jokowi Netral di Pemilu? Pakar: Tidak Mungkin!



DEMOCRAZY.ID - PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) diragukan bisa netral dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. 


Sebab, anaknya, Gibran Rakabuming Raka, ikut kontestasi sebagai calon wakil presiden Prabowo Subianto.


“Bagaimana mungkin berharap presiden untuk netral sementara anaknya di sana? Mana ada ayah dan ibu profesional terhadap anaknya?” kata pakar hukum tata negara Feri Amsari dalam diskusi di Pasar Baru, Jakarta Pusat, Sabtu, 18 November 2023.


Feri mengatakan konflik kepentingan tidak akan terhindarkan dengan situasi tersebut. Situasi kebatinan ayah dan ibu diyakini tidak mungkin netral kepada anaknya.


“Dalam negara ada conflict of interest yang harus dihindari karena tidak bisa dibiarkan,” papar peneliti PoshDem Universitas Andalas itu.


Selain itu, Jokowi merupakan pimpinan tertinggi negara. Salah satu kewenangannya ialah menjadi panglima dalam bidang pertahanan dan keamanan.


“Sulit bagi presiden beranjak ke ruang yang lebih netral,” ujar Feri.


Menurut Feri, kunci netralitas Pemilu 2024 justru berada di tangan masyarakat. Publik mesti kompak mengawasi dan mengawal pesta demokrasi.


“Bukan melarang anaknya (berkontestasi), tapi kalau (bapaknya) berkuasa, jelas conflict of interest,” tegas dia. 


KontraS Ingatkan Presiden Jokowi Netral pada Pilpres 2024: Hentikan Penyalahgunaan Kekuasaan!


Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) meminta Presiden Joko Widodo untuk bersikap netral pada Pemilu tahun 2024.


Sebab, pihaknya mencium adanya berbagai potensi pelanggaran, kecurangan, dan penyalahgunaan kewenangan dalam pemilihan calon presiden dan calon wakil presiden pada 14 Februari 2024.


Potensi itu terjadi karena sikap penguasa yang tidak netral atau memihak kepada salah satu calon tertentu.


"Untuk Presiden (Jokowi) kami merekomendasikan dan menyerukan untuk bersikap netral pada Pemilu 2024 dengan menghentikan segala bentuk dugaan penyalahgunaan kekuasaan baik lewat pengerahan TNI Polri, BIN, hingga ASN," kata Deputi Koordinator KontraS Andi Muhammad Rezaldy dalam peluncuran catatan kritis, Rabu (15/11/2023).


Andi menyatakan, pihaknya ragu Pemilu tahun depan berjalan secara netral dan imparsial jika netralitas tidak diutamakan.


Saat ini, KontraS menemukan tujuh langkah dan manuver Presiden Jokowi yang menunjukkan keberpihakannya kepada calon tertentu.


Langkah itu mulai dari endorsement politik, mengaku akan cawe-cawe, dan menyatakan hanya akan dua calon presiden yang berkontestasi pada Pilpres 2024.


KontraS juga mendokumentasikan 12 tindakan dari orang-orang di lingkaran Presiden Jokowi, termasuk para menteri dan Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN). Oleh karena itu, Andi menyatakan, Presiden Jokowi harus menjamin hak politik semua pihak tanpa diskriminasi.


"Presiden sebagai kepala pemerintahan harus menjamin hak-hak politik seluruh pihak untuk berpartisipasi Pemilu mendatang tanda adanya diskriminasi dan intervensi," ucap Andi.


Lebih lanjut, Andi menyampaikan, potensi ketidaknetralan presiden sedikit banyak dipertegas dengan enam hal.


Termasuk, kata dia, penunjukan Pj kepala daerah yang jauh dari akuntabilitas publik, terlibatnya TNI-Polri, mobilisasi ASN, hingga tidak netralnya Mahkamah Konstitusi (MK).


KontraS dan berbagai lembaga masyarakat sipil dalam hal ini sempat mengajukan pengaduan ke Ombudsman RI terkait. Ombudsman RI menyatakan adanya malaadministrasi dalam penunjukan beberapa Pj kepala daerah.


"Pada intinya dalam konteks pengisian Pj kepala daerah, kami melihat jauhnya proses yang transparan dan akuntabel, serta begitu kental dengan konflik kepentingan," ungkap Andi.


Ketidaknetralan ini juga terlihat ketika pemilihan dan penunjukan Panglima TNI yang baru menggantikan Yudo Margono.


Calon panglima TNI yang menjalani uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) oleh DPR RI, Agus Subiyanto, dipilih kilat, setelah belum lama ditunjuk menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).


Lalu, Presiden Jokowi sempat menyatakan memiliki data arah politik para partai politik. Hal ini membuktikan adanya penyalahgunaan Badan Intelijen Nasional (BIN) untuk kepentingan politik.


Begitu pula dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara 00/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden, yang membuka jalan bagi putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, berkontestasi pada Pilpres 2024.


Meski saat ini ipar presiden Jokowi, Anwar Usman, dicopot sebagai Ketua MK akibat prahara tersebut, ia masih menjabat sebagai hakim konstitusi.


"Tidak netralnya MK dengan putusan MK Nomor 90 yang kemudian kami berkesimpulan ketidaknetralan dikhawatirkan berlanjut saat sengketa hasil Pemilu di MK nanti," jelas Andi. [Democrazy/MI]

Penulis blog