DEMOCRAZY.ID - Seorang wanita berbaju Aparatur Sipil Negara (ASN) di Boyolali, Jawa Tengah, mengaku dirinya dan rekan sejawatnya diintimidasi untuk memenangkan PDIP dan Ganjar Pranowo di Pemilu 2024.
Pengakuan itu terekam dalam sebuah video berdurasi 1 menit 40 detik dan tersebar di media sosial. Menurut dia, jika perintah diabaikan, ASN akan dimutasi ke daerah yang jauh dari tempat tinggal.
Mengintimidasi pihak lain untuk memilih kandidat tertentu dalam Pemilu merupakan pelanggaran terhadap konstitusi.
Perilaku memaksakan kehendak tersebut juga melanggar Pasal 43 Ayat (1 dan 2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
Disebutkan bahwa setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam Pemilu berdasarkan persamaan hak.
“Melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” demikian bunyi beleid tersebut.
Lantas, apa sanksi bagi pelaku intimidasi pihak lain untuk memilih kandidat tertentu dalam Pemilu?
Menurut Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau Perludem, intimidasi dalam memilih salah satu calon pemimpin kepada pihak lain merupakan kejahatan konstitusional.
Pelakunya dikenai sanksi berupa pidana kurungan penjara. Sebab, tidak boleh ada intimidasi dalam bentuk apa pun yang mempengaruhi seseorang dalam penyelenggaraan Pemilu.
Adapun sanksi bagi pelaku intimidasi dalam Pemilu tercantum dalam Undang-Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 182A.
Regulasi tersebut menjelaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, dan menghalang-halangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, dipidana dengan pidana penjara dan denda.
“Pidana penjara paling singkat 24 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp 24 juta dan paling banyak Rp 72 juta,” bunyi aturan tersebut.
Perludem menilai paksaan oleh satu pihak kepada pihak lain dengan tujuan memilih pasangan calon pemimpin yang diusungnya merupakan kesesatan dalam memaknai loyalitas terhadap calon yang diusungnya.
Seorang atasan di sebuah instansi sah-sah saja mengampanyekan kepada bawahannya untuk memilih calon yang dia suka. Namun, merupakan sebuah pelanggaran jika atasan atau lembaga memaksakan kehendaknya tersebut.
Sementara itu, larangan intimidasi juga tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Sedikitnya ada tiga pasal yang menyebutkan sanksi bagi pelaku intimidasi dalam Pemilu, yakni Pasal 510, Pasal 515, dan Pasal 523. Berikut bunyi pasalnya.
Pasal 510: Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 515: Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 523: Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Sumber: Tempo